Cari Blog Ini

Ulama Su`

عَجِبۡتُ لِمُبۡتَاعِ الضَّلَالَةِ بِالۡهُـدَى وَمَنۡ يَشۡتَرِي دُنۡيَاهُ بِالدِّينِ أَعۡجَبُ 
"AKU HERAN DARI ORANG YANG MENJUAL KESESATAN DENGAN PETUNJUK! DAN AKU LEBIH HERAN DARI ORANG YANG MEMBELI DUNIA DENGAN AGAMA"
Itulah kurang lebih ungkapan dua bait syair yang menggambarkan tentang keberadaan dua golongan pengacau da'wah dan perusuh di kalangan umat.
Mereka tiada lain adalah para bandit-bandit da'wah, yang dzahirnya berbicara tentang agama tetapi kenyataannya justru jauh memalingkan umat dari agama, mereka tiada lain adalah para calo-calo da'wah yang senantiasa mengabaikan dan menjual prinsip-prinsip agama demi untuk menggapai kelezatan dunia.
Sungguh mereka adalah orang-orang yang telah dinyatakan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Di malam hari saat aku isro', aku melihat suatu kaum di mana lidah-lidah mereka dipotong dengan guntingan dari api" - atau ia (Rasulullah) berkata, "dari besi. Aku bertanya siapa mereka wahai Jibril? Mereka adalah para khatib-khatib dari umatmu!" (H.R. Abu Ya'la dari sahabat Anas bin Malik radliyallahu 'anhuma).
Para pembaca -hadanallahu wa iyyakum- mereka adalah para da'i dan ulama-ulama su' yang telah Allah beberkan keberadaannya. Allah berfirman,
وَإِنَّ مِنۡهُمۡ لَفَرِيقًا يَلۡوُونَ أَلۡسِنَتَهُم بِالۡكِتَابِ لِتَحۡسَبُوهُ مِنَ الۡكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الۡكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنۡ عِندِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنۡ عِندِ اللهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللهِ الۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ
"Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab. Dan mereka mengatakan ia (yang dibacanya itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui." (Q.S. Ali Imron: 78).
Dan Allah juga berfirman,
وَاتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ الَّذِي آتَيۡنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ الشَّيۡطَانُ فَكَانَ مِنَ الۡغَاوِينَ.
وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخۡلَدَ إِلَى الۡأَرۡضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقۡصُصِ الۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaithon (sampai dia tergoda) maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat."
"Dan kalau kami menghendaki, sesungguhnya kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berfikir." (Q.S. Al A'raf: 175-176).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengistilahkan mereka ulama su' dengan sebutan "para dai yang berada di tepi pintu-pintu neraka". Beliau peringatkan kita dari keberadaan mereka sebagaimana dalam sabdanya,
وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الۡأَئِمَّةَ الۡمُضِلِّينَ
"... Dan sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku ialah para ulama-ulama yang menyesatkan." (H.R. Abu Daud 4252 dari sahabat Tsauban radhiyallahu 'anhu).
Adapun sahabat Umar ibnul Khaththab beliau mengistilahkan mereka dengan sebutan "al munafiq al alim", ketika ditanya maksudnya, beliau menjawab "aliimul lisaan jaahilul qolbi!" (pandai berbicara tetapi bodoh hatinya -tidak memiliki ilmu-).
Para pembaca hadanallahu wa iyyakum, Allah subhanahu wa ta'ala dan rasul-Nya tetap akan menjaga agama ini dari upaya penyesatan yang dilakukan oleh para ulama dan dai-dai sesat, sehingga kita dibimbing oleh Allah untuk senantiasa bersikap antipati dari seruan dan fatwa-fatwa mereka. Perhatikanlah peringatan-peringatan Allah berikut ini agar menjauh dan tidak mengikuti fatwa-fatwa mereka:
Pertama:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الۡأَحۡبَارِ وَالرُّهۡبَانِ لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَالَ النَّاسِ بِالۡبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللهِ
"Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim yahudi dan rahib-rahib nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah." (Q.S. At Taubah: 34).
Kedua:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الۡكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعۡدَ إِيمَانِكُمۡ كَافِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang-orang kafir setelah kamu beriman." (Q.S. Ali Imron: 100).
Ketiga:
وَاحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَن بَعۡضِ مَا أَنزَلَ اللهُ إِلَيۡكَ
"... Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 49).
Keempat:
وَكَذَٰلِكَ أَنزَلۡنَاهُ حُكۡمًا عَرَبِيًّا ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعۡتَ أَهۡوَاءَهُم بَعۡدَمَا جَاءَكَ مِنَ الۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ اللهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا وَاقٍ
"Dan demikianlah kami telah menurunkan Al Qur'an itu sebagai peraturan yang benar dalam bahasa Arab dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap siksa Allah." (Q.S. Ar Ra'd: 37).
Kelima:
ثُمَّ جَعَلۡنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الۡأَمۡرِ فَاتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
"Kemudian kami jadikanlah kamu berada suatu syari'at dan urusan agama, maka ikutilah syari'at itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (Q.S. Al Jaatsiyah: 18).
Keenam:
وَلَئِنِ اتَّبَعۡتَ أَهۡوَاءَهُم مِّن بَعۡدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الۡعِلۡمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَّمِنَ الظَّالِمِينَ
"Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim." (Q.S. Al Baqoroh: 145).
Demikianlah dan semoga Allah subhanahu wa ta'ala menjaga dan membimbing kita ke jalan yang diridhoinya. Wallahul Muwaffaq.

Maraji:
- Al Quranul Karim
- Al Musnad Abu Ya'la 1/118 no. 1314
- Sunan Abi Daud 4/450
- Ishlahul Mujtama' Al Imam Al Baihani

Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari

Sumber: Buletin Al-Wala` Wal Bara` edisi ke-3 tahun ke-1.

Sunan Abu Dawud hadits nomor 4252

٤٢٥٢ – حَدَّثَنَا سُلَيۡمَانُ بۡنُ حَرۡبٍ وَمُحَمَّدُ بۡنُ عِيسَى، قَالَا: نَا حَمَّادُ بۡنُ زَيۡدٍ، عَنۡ أَيُّوبَ، عَنۡ أَبِي قِلَابَةِ، عَنۡ أَبِي أَسۡمَاءَ، عَنۡ ثَوۡبَانَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِنَّ اللهَ تَعَالَى [ذِكۡرُهُ] زَوَى لِيَ الۡأَرۡضَ) أَوۡ قَالَ: (إِنَّ رَبِّي [عَزَّ وَجَلَّ] زَوَى لِيَ الۡأَرۡضَ، فَأُرِيتُ(١) مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ مُلۡكَ أُمَّتِي سَيَبۡلُغُ مَا زَوَى لِي مِنۡهَا، وَأُعۡطِيتُ الۡكَنۡزَيۡنِ: الۡأَحۡمَرَ وَالۡأَبۡيَضَ، وَإِنِّي سَأَلۡتُ رَبِّي تَعَالَى لِأُمَّتِي أَنۡ لَا يُهۡلِكَهَا بَسَنَةٍ بِعَامَةٍ، وَلَا يُسَلِّطَ عَلَيۡهِمۡ عَدُوًّا مِنۡ سِوَى أَنۡفُسِهِمۡ فَيَسۡتَبِيحُ بَيۡضَتَهُمۡ، وَإِنَّ رَبِّي قَالَ لِي: يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي إِذَا قَضَيۡتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَلَا أُهۡلِكُهُمۡ بِسَنَةٍ بِعَامَةٍ، وَلَا أُسَلِّطُ عَلَيۡهِمۡ عَدُوًّا مِنۡ سِوَى أَنۡفُسِهِمۡ فَيَسۡتَبِيحَ بَيۡضَتَهُمۡ، وَلَوۡ اجۡتَمَعَ عَلَيۡهِمۡ مَنۡ بَيۡنَ أَقۡطَارِهَا – أَوۡ قَالَ: بِأَقۡطَارِهَا – حَتَّى يَكُونَ بَعۡضُهُمۡ يُهۡلِكُ بَعۡضًا، وَحَتَّى يَكُونُ بَعۡضُهُمۡ يَسۡبِي بَعۡضًا. وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الۡأَئِمَّةَ الۡمُضِلِّينَ، وَإِذَا وُضِعَ السَّيۡفُ فِي أُمَّتِي لَمۡ يُرۡفَعۡ عَنۡهَا إِلَى يَوۡمِ الۡقِيَامَةِ، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلۡحَقَ(٢) قَبَائِلُ مِنۡ أُمَّتِي بِالۡمُشۡرِكِينَ، وَحَتَّى تَعۡبُدَ قَبَائِلُ مِنۡ أُمَّتِي الۡأَوۡثَانِ، وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمۡ يَزۡعَمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعۡدِي، وَلَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنۡ أُمَّتِي عَلَى الۡحَقِّ) - قَالَ ابۡنُ عِيسَى (ظَاهِرِينَ) ثُمَّ اتَّفَقَا -: (لَا يَضُرُّهُمۡ مَنۡ خَالَفَهُمۡ حَتَّى يَأۡتِيَ أَمۡرُ اللهِ تَعَالَى). [م ببعضه].
4252. Sulaiman bin Harb dan Muhammad bin 'Isa telah menceritakan kepada kami. Mereka berdua berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma`, dari Tsauban. Beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah yang Maha Tinggi Penyebutannya melipat bumi ini untukku” Atau beliau bersabda, “Sesungguhnya Rabbku 'azza wa jalla melipat bumi ini untukku. Maka ditampakkan padaku timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan sampai kepada apa yang telah Allah lipatkan untukku dari bumi ini. Dan aku diberi dua perbendaharaan: yang merah dan yang putih. Dan sungguh aku meminta Rabbku ta'ala untuk umatku ini agar Dia tidak membinasakan umat ini dengan kekeringan yang merata dan tidak menjadikan musuh dari kalangan selain umat Islam berkuasa atas umat ini sehingga dapat mengalahkan umat ini. Sungguh Rabbku berkata kepadaku: Wahai Muhammad, sesungguhnya jika aku menetapkan suatu takdir, maka tidak bisa diubah. Aku tidak akan membinasakan mereka dengan kekeringan yang merata dan tidak menjadikan musuh selain dari kalangan umat Islam berkuasa atas mereka sehingga dapat mengalahkan umat ini, meskipun musuh mengepung mereka dari segala penjuru. Hingga akhirnya umat ini sebagian mereka membinasakan sebagian yang lain dan hingga sebagian mereka menawan sebagian yang lain. Yang aku takutkan atas umatku adalah pemimpin yang menyesatkan. Jika pedang telah diletakkan pada umatku, maka tidak terangkat darinya sampai hari kiamat. Dan hari kiamat tidak terjadi sampai kabilah-kabilah dari kalangan umatku bergabung dengan kaum musyrikin dan sampai kabilah-kabilah dari umatku menyembah berhala-berhala. Akan ada pada umatku tiga puluh pendusta. Mereka seluruhnya mengaku nabi. Padahal aku adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi setelahku. Senantiasa ada sekelompok umatku berada di atas kebenaran.” Ibnu 'Isa berkata “Mereka menang” Kemudian keduanya bersepakat -: “Tidak membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka sampai datang keputusan Allah ta'ala.”
(١)فِي (نُسۡخَةٍ): (فَرَأَيۡتُ). (منه). 
(٢)فِي (نُسۡخَةٍ): (يَلۡحَقَ). (منه).

Shahih Muslim hadits nomor 2246

١ – بَابُ النَّهۡيِ عَنۡ سَبِّ الدَّهۡرِ

1. Bab larangan mencela masa

١ – (٢٢٤٦) – وَحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، أَحۡمَدُ بۡنُ عَمۡرِو بۡنِ سَرۡحٍ وَحَرۡمَلَةُ بۡنُ يَحۡيَىٰ. قَالَا: أَخۡبَرَنَا ابۡنُ وَهۡبٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ: أَخۡبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ. قَالَ: قَالَ أَبُو هُرَيۡرَةَ: سَمِعۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: (قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَسُبُّ ابۡنُ آدَمَ الدَّهۡرَ وَأَنَا الدَّهۡرُ، بِيَدِيَ اللَّيۡلُ وَالنَّهَارُ).
[البخاري: كتاب الأدب، باب لا تسبوا الدهر، رقم: ٦١٨١].
1. (2246). Abuth-Thahir Ahmad bin 'Amr bin Sarh dan Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepadaku. Mereka berdua berkata: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami: Yunus menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab: Abu Salamah bin 'Abdurrahman mengabarkan kepadaku. Beliau berkata: Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah 'azza wa jalla berfirman: Anak Adam mencela masa padahal Aku lah pemilik dan pengatur masa. Di tanganKu lah pergantian malam dan siang.”
٢ - (…) - وَحَدَّثَنَاهُ إِسۡحَاقُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ وَابۡنُ أَبِي عُمَرَ - وَاللَّفۡظُ لِابۡنِ أَبِي عُمَرَ -. قَالَ إِسۡحَاقُ: أَخۡبَرَنَا. وَقَالَ ابۡنُ أَبِي عُمَرَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ، عَنِ ابۡنِ الۡمُسَيَّبِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يُؤۡذِينِي ابۡنُ آدَمَ: يَسُبُّ الدَّهۡرَ، وَأَنَا الدَّهۡرُ، أُقَلِّبُ اللَّيۡلَ وَالنَّهَارَ).
[البخاري: كتاب التفسير، باب سورة الجاثية، رقم: ٤٨٢٨].
2. Ishaq bin Ibrahim dan Ibnu Abu 'Umar menceritakan hadits ini kepada kami. Dan lafazh ini milik Ibnu Abu 'Umar. Ishaq berkata: Telah mengabarkan kepada kami. Ibnu Abu 'Umar berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah 'azza wa jalla berfirman: Anak Adam menyakitiku, dia mencela masa. Padahal Aku lah pemilik dan pengatur masa, Aku membolak-balikkan malam dan siang.”
٣ - (…) - وَحَدَّثَنَا عَبۡدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ: أَخۡبَرَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ، عَنِ ابۡنِ الۡمُسَيَّبِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يُؤۡذِينِي ابۡنُ آدَمَ، يَقُولُ: يَا خَيۡبَةَ الدَّهۡرِ، فَلَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمۡ: يَا خَيۡبَةَ الدَّهۡرِ، فَإِنِّي أَنَا الدَّهۡرُ. أُقَلِّبُ لَيۡلَهُ وَنَهَارَهُ، فَإِذَا شِئۡتُ قَبَضۡتُهُمَا).
3. 'Abd bin Humaid telah menceritakan kepada kami: 'Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami: Ma'mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah. Beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah 'azza wa jalla berfirman: Anak Adam menyakitiku, dia berkata: Wah, waktu sial. Janganlah sekali-kali kalian mengatakan: Wah, waktu sial. Karena Aku lah pemilik dan pengatur masa. Aku membolak-balikkan malam dan siangnya. Jika Aku ingin, akan Aku genggam keduanya.”
٤ - (…) - حَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ: حَدَّثَنَا الۡمُغِيرَةُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ، عَنۡ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الۡأَعۡرَاجِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمۡ: يَا خَيۡبَةَ الدَّهۡرِ، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهۡرُ).
4. Qutaibah telah menceritakan kepada kami: Al-Mughirah bin 'Abdurrahman menceritakan kepada kami, dari Abuz Zinad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang di antara kalian mengucapkan: Wah, waktu sial. Karena Allah itulah pemilik dan pengatur masa.”
٥ - (…) - وَحَدَّثَنِي زُهَيۡرُ بۡنُ حَرۡبٍ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنۡ هِشَامٍ، عَنِ ابۡنِ سِيرِينَ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (لَا تَسُبُّوا الدَّهۡرَ، فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهۡرُ).
5. Zuhair bin Harb telah menceritakan kepadaku: Jarir menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah kalian mencela masa, karena sesungguhnya Allah Dia lah pemilik dan pengatur masa.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 4826

١ – بَابٌ ﴿وَمَا يُهۡلِكُنَا إِلَّا الدَّهۡرُ﴾ [٢٤] الآيَة

1. Bab “Dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”

٤٨٢٦ – حَدَّثَنَا الۡحُمَيۡدِيُّ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ: حَدَّثَنَا الزُّهۡرِيُّ، عَنۡ سَعِيدِ بۡنِ الۡمُسَيَّبِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ ﷺ: (قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يُؤۡذِينِي ابۡنُ آدَمَ، يَسُبُّ الدَّهۡرَ وَأَنَا الدَّهۡرُ، بِيَدِي الۡأَمۡرُ، أُقَلِّبُ اللَّيۡلَ وَالنَّهَارَ).
[الحديث ٤٨٢٦ – طرفاه في: ٦١٧١، ٧٤٩١].
4826. Al-Humaidi telah menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami: Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah 'azza wa jalla berfirman: Anak Adam menyakitiKu dengan dia mencela masa, padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, di tanganKu lah segala urusan. Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.”

Sunan Abu Dawud hadits nomor 1609

١٧ – بَابُ زَكَاةِ الۡفِطۡرِ

18. Bab zakat fithr

١٦٠٩ – (حسن) حَدَّثَنَا مَحۡمُودُ بۡنُ خَالِدٍ الدِّمَشۡقِيُّ وَعَبۡدُ اللهِ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ السَّمَرۡقَنۡدِيُّ قَالَا: نَا مَرۡوَانُ، - قَالَ عَبۡدُ اللهِ: [قَالَ]: نَا أَبُو يَزِيدَ الۡخَوۡلَانِيُّ، وَكَانَ شَيۡخَ صِدۡقٍ، وَكَانَ ابۡنُ وَهۡبٍ يَرۡوِي عَنۡهُ -، نَا سَيَّارُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ - قَالَ مَحۡمُودٌ: الصَّدَفِيُّ -، عَنۡ عِكۡرِمَةَ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ طُهۡرَةً لِلصِّيَامِ(١) مِنَ اللَّغۡوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعۡمَةً لِلۡمَسَاكِينِ، مَنۡ أَدَّاهَا قَبۡلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقۡبُولَةٌ، وَمَنۡ أَدَّاهَا بَعۡدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
1609. Mahmud bin Khalid Ad-Dimasyqi dan 'Abdullah bin 'Abdurrahman As-Samarqandi telah menceritakan kepada kami. Mereka berdua berkata: Marwan menceritakan kepada kami, - 'Abdullah berkata: [Beliau berkata]: Abu Yazid Al-Khaulani menceritakan kepada kami, beliau adalah syaikh yang jujur, dan Ibnu Wahb meriwayatkan dari beliau -, Sayyar bin 'Abdurrahman menceritakan kepada kami – Mahmud berkata: Ash-Shadafi -, dari 'Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas. Beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr sebagai pensuci puasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor. Dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat 'Id, maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat 'Id, maka itu dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.
(١)فِي (نُسۡخَةٍ) : (لِلصَّائِمِ). (منه).

Shahih Muslim hadits nomor 982

٢ – بَابٌ لَا زَكَاةَ عَلَى الۡمُسۡلِمِ فِي عَبۡدِهِ وَفَرَسِهِ

2. Bab tidak ada zakat atas seorang muslim pada budak dan kudanya

٨ – (٩٨٢) – وَحَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ التَّمِيمِيُّ، قَالَ: قَرَأۡتُ عَلَىٰ مَالِكٍ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ دِينَارٍ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ، عَنۡ عِرَاكِ بۡنِ مَالِكٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (لَيۡسَ عَلَى الۡمُسۡلِمِ فِي عَبۡدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ).
8. (982). Yahya bin Yahya At-Tamimi telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku membaca di hadapan Malik, dari 'Abdullah bin Dinar, dari Sulaiman bin Yasar, dari 'Irak bin Malik, dari Abu Hurairah; Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada zakat atas seorang muslim pada budak dan kudanya.”
٩ - (…) - وَحَدَّثَنِي عَمۡرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيۡرُ بۡنُ حَرۡبٍ. قَالَا: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ بۡنُ عُيَيۡنَةَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بۡنُ مُوسَىٰ، عَنۡ مَكۡحُولٍ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ، عَنۡ عِرَاكِ بۡنِ مَالِكٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، - قَالَ عَمۡرٌو -: عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.- وَقَالَ زُهَيۡرٌ: يَبۡلُغُ بِهِ -: (لَيۡسَ عَلَى الۡمُسۡلِمِ فِي عَبۡدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ).
9. 'Amr An-Naqid dan Zuhair bin Harb telah menceritakan kepadaku. Keduanya berkata: Sufyan bin 'Uyainah menceritakan kepada kami: Ayyub bin Musa menceritakan kepada kami, dari Makhul, dari Sulaiman bin Yasar, dari 'Irak bin Malik, dari Abu Hurairah. 'Amr berkata: Dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Zuhair berkata: Sampai kepada Nabi. “Tidak ada zakat atas seorang muslim pada budak dan kudanya.”
- (…) - حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ: أَخۡبَرَنَا سُلَيۡمَانُ بۡنُ بِلَالٍ. (ح) وَحَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بۡنُ زَيۡدٍ. (ح) وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا حَاتِمُ بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ. كُلُّهُمۡ عَنۡ خُثَيۡمِ بۡنِ عِرَاكِ بۡنِ مَالِكٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، بِمِثۡلِهِ.
Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami: Sulaiman bin Bilal mengabarkan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Qutaibah telah menceritakan kepada kami: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Hatim bin Isma'il menceritakan kepada kami. Semuanya dari Khutsaim bin 'Irak bin Malik, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, semisal hadits ini.
١٠ - (…) - وَحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ وَهَارُونُ بۡنُ سَعِيدٍ الۡأَيۡلِيُّ وَأَحۡمَدُ بۡنُ عِيسَىٰ. قَالُوا: حَدَّثَنَا ابۡنُ وَهۡبٍ: أَخۡبَرَنِي مَخۡرَمَةُ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عِرَاكِ بۡنِ مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعۡتُ أَبَا هُرَيۡرَةَ يُحَدِّثُ، عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ قَالَ: (لَيۡسَ فِي الۡعَبۡدِ صَدَقَةٌ إِلَّا صَدَقَةُ الۡفِطۡرِ).
10. Abuth Thahir, Harun bin Sa'id Al-Aili, dan Ahmad bin 'Isa telah menceritakan kepadaku. Mereka berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami: Makhramah mengabarkan kepadaku, dari ayahnya, dari 'Irak bin Malik. Beliau berkata: Aku mendengar Abu Hurairah menceritakan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Tidak wajib menzakati budak kecuali zakat fithr.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1463

٤٦ – بَابٌ لَيۡسَ عَلَى الۡمُسۡلِمِ فِي فَرۡسِهِ صَدَقَةٌ

46. Bab tidak ada zakat atas seorang muslim pada kudanya

١٤٦٣ – حَدَّثَنَا آدَمُ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ دِينَارٍ قَالَ: سَمِعۡتُ سُلَيۡمَانَ بۡنَ يَسَارٍ، عَنۡ عِرَاكِ بۡنِ مَالِكٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ (لَيۡسَ عَلَى الۡمُسۡلِمِ فِي فَرَسِهِ وَغُلَامِهِ صَدَقَةٌ). [الحديث ١٤٦٣ – طرفه في: ١٤٦٤].
1463. Adam telah menceritakan kepada kami: Syu'bah menceritakan kepada kami: 'Abdullah bin Dinar menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku mendengar Sulaiman bin Yasar, dari 'Irak bin Malik, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada zakat atas seorang muslim pada kuda dan budaknya.”

Al-Qawa'idul Mutsla - Seluruh Nama Allah adalah Indah

الۡفَصۡلُ الۡأَوَّلُ: قَوَاعِدُ فِي أَسۡمَاءِ اللهِ تَعَالَى

Pasal Pertama: Kaidah-kaidah di dalam Nama-nama Allah Ta'ala

الۡقَاعِدَةُ الۡأُولَى – أَسۡمَاءُ اللهِ تَعَالَى كُلُّهَا حُسۡنَى:

Kaidah Pertama – Seluruh Nama-nama Allah Ta'ala adalah Indah

أَيۡ: بَالِغَةٌ فِي الۡحُسۡنِ غَايَتُهُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلِلهِ الۡأَسۡمَآءُ الۡحُسۡنَىٰ﴾ (الأعراف: ١٨٠). وَذٰلِكَ لِأَنَّهَا مُتَضَمِّنَةٌ لِصِفَاتٍ كَامِلَةٍ لَا نَقۡصَ فِيهَا بِوَجۡهٍ مِنَ الۡوُجُوهِ، لَا احۡتِمَالًا وَلَا تَقۡدِيرًا.
Yakni mencapai puncak keindahan. Allah ta'ala berfirman, “Hanya milik Allah lah nama-nama yang indah.” (QS. Al-A'raf: 180). Karena nama-namaNya mengandung sifat-sifat yang sempurna, tidak ada kekurangan padanya dari sisi mana pun, baik secara kemungkinan ataupun perkiraan. 

  • مِثَالُ ذٰلِكَ: (الۡحَيُّ) اسۡمٌ مِنۡ أَسۡمَاءِ اللهِ تَعَالَى، مُتَضَمِّنٌ لِلۡحَيَاةِ الۡكَامِلَةِ الَّتِي لَمۡ تُسۡبَقۡ بِعَدَمٍ، وَلَا يَلۡحَقُهَا زَوَالٌ. الۡحَيَاةُ الۡمُسۡتَلۡزِمَةُ لِكَمَالِ الصِّفَاتِ مِنَ الۡعِلۡمِ، وَالۡقُدۡرَةِ، وَالسَّمۡعِ، وَالۡبَصَرِ وَغَيۡرِهَا. 
Contohnya nama Al-Hayyu, satu nama dari nama-nama Allah ta'ala. Nama ini mengandung kehidupan yang sempurna. Tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak diikuti oleh kematian. Kehidupan yang mengharuskan kesempurnaan sifat-sifat ilmu, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan sifat lainnya. 

  • وَمِثَالٌ آخَرُ: (الۡعَلِيمُ) اسۡمٌ مِنۡ أَسۡمَاءِ اللهِ مُتَضَمِّنٌ لِلۡعِلۡمِ الۡكَامِلِ، الَّذِي لَمۡ يُسۡبَقۡ بِجَهۡلٍ، وَلَا يَلۡحَقُهَا نِسۡيَانُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿عِلۡمُهَا عِنۡدَ رَبِّي فِي كِتَٰبٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنۡسَى﴾ (طه: ٥٢). الۡعِلۡمُ الۡوَاسِعُ الۡمُحِيطُ بِكُلِّ شَيۡءٍ جُمۡلَةً وَتَفۡصِيلًا، سَوَاءً مَا يَتَعَلَّقُ بِأَفۡعَالِهِ، أَوۡ أَفۡعَالِ خَلۡقِهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَعِنۡدَهُ مَفَاتِحُ الۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَ وَيَعۡلَمُ مَا فِي الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ وَمَا تَسۡقُطُ مِنۡ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَٰتِ الۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٍ مُبِينٍ﴾ (الأنعام: ٥٩). ﴿وَمَا مِنۡ دَآبَّةٍ فِي الۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَٰبٍ مُبِينٍ﴾ (هود: ٦)، ﴿يَعۡلَمُ مَا فِي السَّمَٰوَٰتِ وَالۡأَرۡضِ وَيَعۡلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعۡلِنُونَ وَاللهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ﴾ (التغابن: ٤). 
Contoh lain Al-'Alim. Sebuah nama dari nama-nama Allah yang mengandung ilmu yang sempurna. Ilmu yang tidak didahului oleh ketidaktahuan dan tidak diikuti oleh kelupaan. Allah ta'ala berfirman, “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku, di dalam sebuah kitab, Rabb kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.” (QS. Thaha: 52). Ilmu yang luas meliputi segala sesuatu secara global dan terperinci. Sama saja apakah ilmu itu terkait dengan perbuatanNya atau perbuatan makhlukNya. Allah ta'ala berfirman, “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)." (QS. Al-An'am: 59). “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Huud: 6). “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. At-Taghabun: 4). 

  • وَمِثَالُ ثَالِثٍ: (الرَّحۡمٰنُ) اسۡمٌ مِنۡ أَسۡمَاءِ اللهِ تَعَالَى مُتَضَمِّنٌ لِلرَّحۡمَةِ الۡكَامِلَةِ، الَّتِي قَالَ عَنۡهَا رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَلّٰهُ أَرۡحَمُ بِعِبَادِهِ مِنۡ هٰذِهِ بِوَلَدِهَا) يَعۡنِي أُمَّ صَبِيٍّ وَجَدَتۡهُ فِي السَّبۡيِ فَأَخَذَتۡهُ وَأَلۡصَقَتۡهُ بِبَطۡنِهَا وَأَرۡضَعَتۡهُ، وَمُتَضَمِّنٌ أَيۡضًا لِلرَّحۡمَةِ الۡوَاسِعَةِ الَّتِي قَالَ اللهُ عَنۡهَا: ﴿وَرَحۡمَتِي وَسِعَتۡ كُلَّ شَيۡءٍ﴾ (الأعراف: ١٥٦)، وَقَالَ عَنۡ دُعَاءِ الۡمَلَائِكَةِ لِلۡمُؤۡمِنِينَ: ﴿رَبَّنَا وَسِعۡتَ كُلَّ شَيۡءٍ رَّحۡمَةً وَعِلۡمًا﴾ (غافر: ٧). 
Contoh ketiga, Ar-Rahman, sebuah nama dari nama-nama Allah ta'ala yang mengandung sifat penyayang yang sempurna. Sifat yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentangnya, “Sungguh Allah lebih penyayang terhadap hambaNya daripada wanita ini terhadap anaknya.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Adab no. 5999 dan Muslim, Kitab Taubat no. 2754). Wanita yang dimaksud adalah ibu bayi yang dia temukan di antara para tawanan. Lalu ia mengambilnya, mendekapkannya ke perutnya, dan menyusuinya. Sifat ini mengandung pula sifat penyayang yang luas yang Allah ta'ala berfirman tentangnya, “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A'raf: 156). Allah berfirman tentang doa malaikat terhadap orang-orang mu`min, “Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu.” (QS. Ghafir: 7). 
وَالۡحُسۡنُ فِي أَسۡمَاءِ اللهِ تَعَالَى يَكُونُ بِاعۡتِبَارِ كُلِّ اسۡمٍ عَلَى انۡفِرَادِهِ، وَيَكُونُ بِاعۡتِبَارِ جَمۡعِهِ إِلَى غَيۡرِهِ، فَيَحۡصُلُ بِجَمۡعِ الۡإِسۡمِ إِلَى الۡآخَرِ كَمَالٌ فَوۡقَ كَمَالٍ.
مِثَالُ ذٰلِكَ: (الۡعَزِيزُ الۡحَكِيمُ). فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَجۡمَعُ بَيۡنَهُمَا فِي الۡقُرۡآنِ كَثِيرًا. فَيَكُونُ كُلٌّ مِنۡهُمَا دَالًّا عَلَى الۡكَمَالِ الۡخَاصِ الَّذِي يَقۡتَضِيهِ، وَهُوَ الۡعِزَّةُ فِي الۡعَزِيزِ، وَالۡحُكۡمُ وَالۡحِكۡمَةُ فِي الۡحَكِيمِ، وَالۡجَمۡعُ بَيۡنَهُمَا دَالٌّ عَلَى كَمَالٍ آخَرَ وَهُوَ أَنَّ عِزَّتَهُ تَعَالَى مَقۡرُونَةٌ بِالۡحِكۡمَةِ، فَعِزَّتُهُ لَا تَقۡتَضِي ظُلۡمًا وَجَوۡرًا وَسُوءَ فِعۡلٍ، كَمَا قَدۡ يَكُونُ مِنۡ أَعِزَّاءِ الۡمَخۡلُوقِينَ، فِإِنَّ الۡعَزِيزَ مِنۡهُمۡ قَدۡ تَأۡخُذُهُ الۡعِزَّةُ بِالۡإِثۡمِ، فَيَظۡلِمُ وَيَجُورُ وَيَسِيءُ التَّصَرُّفُ. وَكَذٰلِكَ حُكۡمُهُ تَعَالَى وَحِكۡمَتُهُ مَقۡرُونَانِ بِالۡعِزِّ الۡكَامِلِ بِخِلَافِ حُكۡمِ الۡمَخۡلُوقِ وَحِكۡمَتِهِ فَإِنَّهُمَا يَعۡتَرِيهِمَا الذُّلُّ.
Keindahan nama-nama Allah ta'ala bisa ditinjau dari setiap nama itu secara tersendiri. Dan bisa pula ditinjau dari berkumpulnya dengan nama yang lain. Sehingga dengan berkumpulnya sebuah nama kepada nama yang lain akan menghasilkan kesempurnaan di atas kesempurnaan.
Contoh hal tersebut adalah Al-'Azizul Hakim. Sesungguhnya Allah ta'ala sering mengumpulkan kedua nama tersebut di dalam Al-Qur`an. Setiap satu nama dari dua nama itu menunjukkan kesempurnaan yang khusus. Yaitu keperkasaan pada nama Al-'Aziz. Dan hukum dan hikmah pada nama Al-Hakim. Adapun menggabungkan keduanya akan menunjukkan kesempurnaan lain. Yaitu bahwa sifat keperkasaan Allah ta'ala dibarengi dengan sifat hikmah. Sehingga kemuliaanNya tidak mengakibatkan kezhaliman, kejahatan, dan perbuatan yang buruk. Sebagaimana terjadi pada sebagian makhluk yang memiliki kekuasaan, dimana yang berkuasa di antara makhluk itu sering kali sombong yang mengakibatkannya berbuat dosa. Lalu dia berbuat zhalim, berbuat kejahatan, dan berbuat kejelekan. Demikian pula sifat hukum dan hikmah Allah ta'ala dibarengi dengan sifat keperkasaan yang sempurna. Berbeda dengan sifat hukum dan hikmah pada makhluk, dimana pada mereka kedua sifat itu terdapat kelemahan.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1510

١٥١٠ – حَدَّثَنَا مُعَاذُ بۡنُ فَضَالَةَ: حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ، عَنۡ زَيۡدٍ، عَنۡ عِيَاضِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ سَعۡدٍ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كُنَّا نُخۡرِجُ فِي عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ يَوۡمَ الۡفِطۡرِ صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ. وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالۡأَقِطُ وَالتَّمۡرُ. [طرفه في: ١٥٠٥].
1510. Mu'adz bin Fadhalah telah menceritakan kepada kami: Abu 'Umar menceritakan kepada kami, dari Zaid, dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin Sa'd, dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu berkata: Dulu kami mengeluarkan zakat fithr pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di hari 'Idul Fithri berupa satu sha' makanan. Abu Sa'id berkata: Makanan kami pada saat itu adalah sya'ir (jelai), kismis, aqith (susu yang dikeringkan), dan kurma.

Shahih Muslim hadits nomor 985

١٧ – (٩٨٥) – حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ، قَالَ: قَرَأۡتُ عَلَىٰ مَالِكٍ، عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ أَسۡلَمَ، عَنۡ عِيَاضِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ سَعۡدِ بۡنِ أَبِي سَرۡحٍ؛ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيَّ يَقُولُ: كُنَّا نُخۡرِجُ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ أَقِطٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ زَبِيبٍ.
17. (985). Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku membaca di hadapan Malik, dari Zaid bin Aslam, dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin Sa'd bin Abu Sarh; Bahwa beliau mendengar Abu Sa'id Al-Khudri berkata: Dulu kami mengeluarkan zakat fithr seukuran satu sha' makanan, atau satu sha' sya'ir (jelai), atau satu sha' kurma, atau satu sha' aqith (susu yang dikeringkan), atau satu sha' kismis.
١٨ - (…) - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡلَمَةَ بۡنِ قَنۡعَبٍ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ - يَعۡنِي ابۡنَ قَيۡسٍ - عَنۡ عِيَاضِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ؛ قَالَ: كُنَّا نُخۡرِجُ، إِذۡ كَانَ فِينَا رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ عَنۡ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ، حُرٍّ أَوۡ مَمۡلُوكٍ، صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ أَقِطٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ زَبِيبٍ. فَلَمۡ نَزَلۡ نُخۡرِجُهُ حَتَّىٰ قَدِمَ عَلَيۡنَا مُعَاوِيَةُ بۡنُ أَبِي سُفۡيَانَ حَاجًّا، أَوۡ مُعۡتَمِرًا، فَكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى الۡمِنۡبَرِ، فَكَانَ فِيمَا كَلَّمَ بِهِ النَّاسَ أَنۡ قَالَ: إِنَّي أُرَىٰ أَنَّ مُدَّيۡنِ مِنۡ سَمۡرَاءِ الشَّامِ تَعۡدِلُ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ. فَأَخَذَ النَّاسُ بِذٰلِكَ.
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَمَّا أَنَا فَلَا أَزَالُ أُخۡرِجُهُ، كَمَا كُنۡتُ أُخۡرِجُهُ أَبَدًا، مَا عِشۡتُ.
18. 'Abdullah bin Maslamah bin Qan'ab telah menceritakan kepada kami: Dawud bin Qais menceritakan kepada kami, dari 'Iyadh bin 'Abdullah, dari Abu Sa'id Al-Khudri; Beliau berkata: Dulu, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih berada di tengah kami, kami mengeluarkan zakat fithr dari setiap anak kecil dan orang dewasa, merdeka atau budak, seukuran satu sha' makanan, atau satu sha' aqith, atau satu sha' sya'ir, atau satu sha' kurma, atau satu sha' kismis. Kami selalu mengeluarkan zakat fithr secara demikian sampai Mu'awiyah bin Abu Sufyan datang kepada kami dalam rangka menunaikan haji atau 'umrah. Beliau berceramah kepada manusia di atas mimbar. Di antara isi ceramahnya, beliau berkata: Sesungguhnya aku berpandangan bahwa dua mud dari gandum coklat Syam sebanding dengan satu sha' kurma. Maka manusia pun mengambil pendapat tersebut.
Abu Sa'id berkata: Adapun saya akan tetap mengeluarkan zakat fithr sebagaimana dulu aku keluarkan, selama-lamanya, sepanjang hayatku.
١٩ - (…) - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ رَافِعٍ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ، عَنۡ مَعۡمَرٍ، عَنۡ إِسۡمَاعِيلَ بۡنِ أُمَيَّةَ. قَالَ: أَخۡبَرَنِي عِيَاضُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ سَعۡدِ بۡنِ أَبِي سَرۡحٍ؛ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيَّ يَقُولُ: كُنَّا نُخۡرِجُ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ، وَرَسُولُ اللهِ ﷺ فِينَا، عَنۡ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ، حُرٍّ وَمَمۡلُوكٍ، مِنۡ ثَلَاثَةِ أَصۡنَافٍ: صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ، صَاعًا مِنۡ أَقِطٍ، صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ. فَلَمۡ نَزَلۡ نُخۡرِجُهُ كَذٰلِكَ حَتَّىٰ كَانَ مُعَاوِيَةُ، فَرَأَىٰ أَنَّ مُدَّيۡنِ مِنۡ بُرٍّ تَعۡدِلُ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ.
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: فَأَمَّا أَنَا فَلَا أَزَالُ أُخۡرِجُهُ كَذٰلِكَ.
19. Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami: 'Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dari Ma'mar, dari Isma'il bin Umayyah. Beliau berkata: 'Iyadh bin 'Abdullah bin Sa'd bin Abu Sarh mengabarkan kepadaku; Bahwa beliau mendengar Abu Sa'id Al-Khudri berkata: Dahulu kami mengeluarkan zakat fithr ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih berada di tengah kami, dari setiap anak kecil dan orang dewasa, orang merdeka dan budak, dari tiga jenis makanan: satu sha' tamr, satu sha' aqith, satu sha' sya'ir. Kami senantiasa mengeluarkan demikian sampai ketika Mu'awiyah berpendapat bahwa dua mud gandum sebanding satu sha' kurma.
Abu Sa'id berkata: Adapun saya, saya tetap mengeluarkan zakat seperti biasa.
٢٠ - (…) - وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ رَافِعٍ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ: أَخۡبَرَنَا ابۡنُ جُرَيۡجٍ، عَنِ الۡحَارِثِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ بۡنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنۡ عِيَاضِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بِنۡ أَبِي سَرۡحٍ؛ عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ قَالَ: كُنَّا نُخۡرِجُ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ مِنۡ ثَلَاثَةِ أَصۡنَافٍ: الۡأَقِطِ، وَالتَّمۡرِ، وَالشَّعِيرِ.
20. Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepadaku: 'Abdurrazzaq menceritakan kepada kami: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, dari Al-Harits bin 'Abdurrahman bin Abu Dzubab, dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin Abu Sarh; Dari Abu Sa'id Al-Khudri beliau berkata: Dulu kami mengeluarkan zakat fithr dari tiga jenis makanan: aqith, kurma, dan sya'ir.
٢١ - (…) - وَحَدَّثَنِي عَمۡرٌو النَّاقِدُ: حَدَّثَنَا حَاتِمُ بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ، عَنِ ابۡنِ عَجۡلَانَ، عَنۡ عِيَاضِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي سَرۡحٍ؛ عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ؛ أَنَّ مُعَاوِيَةَ لَمَّا جَعَلَ نِصۡفَ الصَّاعِ مِنَ الۡحِنۡطَةِ عَدۡلَ صَاعٍ مِنۡ تَمۡرٍ، أَنۡكَرَ ذٰلِكَ أَبُو سَعِيدٍ. وَقَالَ: لَا أُخۡرِجُ فِيهَا إِلَّا الَّذِي كُنۡتُ أُخۡرِجُ فِي عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ: صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ زَبِيبٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ أَقِطٍ.
21. 'Amr An-Naqid telah menceritakan kepadaku: Hatim bin Isma'il menceritakan kepada kami, dari Ibnu 'Ajlan, dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin Abu Sarh, dari Abu Sa'id Al-Khudri; Bahwa ketika Mu'awiyah menjadikan setengah sha' gandum sebanding dengan satu sha' kurma, Abu Sa'id mengingkarinya. Beliau berkata: Aku tidak akan mengeluarkan zakat kecuali seperti yang aku dulu keluarkan di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: seukuran satu sha' kurma, atau satu sha' kismis, atau satu sha' sya'ir, atau satu sha' aqith.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1508

٧٦ – بَابُ صَاعٍ مِنۡ زَبِيبٍ

76. Bab satu sha' kismis

١٥٠٨ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُنِيرٍ: سَمِعَ يَزِيدَ الۡعَدَنِيَّ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ أَسۡلَمَ قَالَ: حَدَّثَنِي عِيَاضُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي سَرۡحٍ، عَنۡ أَبِي سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كُنَّا نُعۡطِيهَا فِي زَمَانِ النَّبِيِّ ﷺ صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ زَبِيبٍ، فَلَمَّا جَاءَ مُعَاوِيَةُ، وَجَاءَتِ السَّمۡرَاءُ، قَالَ: أُرَى مُدًّا مِنۡ هٰذَا يَعۡدِلُ مُدَّيۡنِ. [طرفه في: ١٥٠٥].
1508. 'Abdullah bin Munir telah menceritakan kepada kami: Beliau mendengar Yazid Al-'Adani: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Zaid bin Aslam, beliau berkata: 'Iyadh bin 'Abdullah bin Abu Sarh, dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Kami dahulu memberikan zakat fithri di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seukuran 1 sha' makanan atau 1 sha' kurma atau 1 sha' gandum atau 1 sha' aqith (susu kambing yang dipanaskan hingga berbusa lalu diambil saripatinya dan dibiarkan hingga mengeras) atau 1 sha' anggur kering. Ketika Mu'awiyah datang dan gandum coklat Syam telah datang pula, beliau berkata: Aku berpandangan satu mud gandum Syam ini sebanding dengan dua mud (makanan yang tersebut di atas).

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1506

٧٤ – بَابُ صَدَقَةِ الۡفِطۡرِ صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ

74. Bab zakat fithr seukuran satu sha' makanan

١٥٠٦ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ زَيۡدِ بۡنِ أَسۡلَمَ، عَنۡ عِيَاضِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ سَعۡدِ بۡنِ أَبِي سَرۡحٍ الۡعَامِرِيِّ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الۡخُدۡرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ يَقُولُ: كُنَّا نُخۡرِجُ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ، صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ أَقِطٍ، أَوۡ صَاعًا مِنۡ زَبِيبٍ. [طرفه في: ١٥٠٥].
1506. 'Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami, dari Zaid bin Aslam, dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin Sa'd bin Abu Sarh Al-'Amiri: Bahwa beliau mendengar Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu berkata: Kami dahulu mengeluarkan zakat fithr (seukuran) satu sha' makanan atau satu sha' sya'ir (jelai) atau satu sha' kurma atau satu sha' aqith (susu yang dikeringkan) atau satu sha' dari kismis.

Shahih Muslim hadits nomor 2754

٢٢ – (٢٧٥٤) – حَدَّثَنِي الۡحَسَنُ بۡنُ عَلِيٍّ الۡحُلۡوَانِيُّ وَمُحَمَّدُ بۡنُ سَهۡلٍ التَّمِيمِيُّ - وَاللَّفۡظُ لِحَسَنٍ -: حَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي مَرۡيَمَ: حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ: حَدَّثَنِي زَيۡدُ بۡنُ أَسۡلَمَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عُمَرَ بۡنِ الۡخَطَّابِ، أَنَّهُ قَالَ: قَدِمَ عَلَىٰ رَسُولِ اللهِ ﷺ بِسَبۡيٍ. فَإِذَا امۡرَأَةٌ مِنَ السَّبۡيِ، تَبۡتَغِي، إِذَا وَجَدَتۡ صَبِيًّا فِي السَّبۡيِ، أَخَذَتۡهُ فَأَلۡصَقَتۡهُ بِبَطۡنِهَا وَأَرۡضَعَتۡهُ. فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ: (أَتَرَوۡنَ هَٰذِهِ الۡمَرۡأَةَ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟) قُلۡنَا: لَا، وَاللهِ، وَهِيَ تَقۡدِرُ عَلَىٰ أَنۡ لَا تَطۡرَحَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَلّٰهُ أَرۡحَمُ بِعِبَادِهِ مِنۡ هٰذِهِ بِوَلَدِهَا).
22. (2754). Al-Hasan bin 'Ali Al-Hulwani dan Muhammad bin Sahl At-Tamimi telah menceritakan kepadaku -dan lafazh ini milik Hasan-: Ibnu Abu Maryam menceritakan kepada kami: Abu Ghassan menceritakan kepada kami: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari 'Umar ibnul Khaththab. Bahwa beliau berkata: Ada sekelompok tawanan dihadapkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara tawanan itu ada seorang wanita yang mencari-cari sesuatu. Tiba-tiba dia menemukan bayi di antara tawanan itu, langsung saja dia mengambilnya, dia dekapkan ke perutnya, lalu dia susui. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Apakah kalian beranggapan wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Kami berkata: Tidak, demi Allah, sementara dia kuasa untuk tidak melemparkannya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang terhadap hamba-hambaNya daripada wanita ini kepada anaknya.”

At-Tuhfatus Saniyyah - Tempat-tempat Al-Hadzf

مَوَاضِعُ الْحَذْفِ

وَأَمَّا الْحَذْفُ فَيَكُونُ عَلَامَةً لِلْجَزْمِ فِي الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الْمُعْتَلِّ الْآخِرِ وَفِي الْأَفْعَالِ الْخَمْسَةِ الَّتِي رَفْعُهَا بِثَبَاتِ النُّونِ.
Adapun al-hadzf (penghapusan) merupakan tanda jazm pada fi’il mudhari’ mu’tal akhir dan pada al-af’alul khamsah yang tanda rafa’nya dengan tetapnya huruf nun.
وَأَقُولُ: لِلْحَذْفِ مَوْضِعَانِ يَكُونُ فِي كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا دِلِيلًا وَعَلَامَةً عَلَى جَزْمِ الْكَلِمَةِ.
Al-hadzf memiliki dua tempat yang setiap satu dari keduanya sebagai dalil dan tanda jazmnya sebuah kata.
الْمَوْضِعُ الْأَوَّلُ: الْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الْمُعْتَلُّ الْآخِرِ، وَمَعْنَى كَوْنِهِ مُعْتَلَّ الْآخِرِ أَنَّ آخِرَهُ حَرْفٌ مِنْ حُرُوفِ الْعِلَّةِ الثَّلَاثَةِ الَّتِي هِيَ الْأَلِفُ وَالْوَاوُ وَالْيَاءُ؛ فَمِثَالُ الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الَّذِي آخِرُهُ أَلِفٌ (يَسْعَى، وَيَرْضَى، وَيَهْوَى، وَيَنْأَى، وَيَبْقَى) وَمِثَالُ الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الَّذِي آخِرُهُ وَاوٌ (يَدْعُو، وَيَرْجُو، وَيَبْلُو، وَيَسْمُو، وَيَقْسُو، وَيَنْبُو) وَمِثَالُ الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الَّذِي آخِرُهُ يَاءُ (يُعْطِى، وَيَقْضِى، وَيَسْتَغْشِى، وَيُحْيِى، وَيَلْوِى، وَيَهْدِى)، فَإِذَا قُلْتَ: (لَمْ يَسْعَ عَلِيٌّ إِلَى الْمَجْدِ) فَإِنَّ (يَسْعَ) مَجْزُومٌ؛ لِسَبْقِ حَرْفِ الْجَزْمِ عَلَيْهِ، وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ حَذْفُ الْأَلِفِ، وَالْفَتْحَةُ قَبْلَهَا دِلِيلٌ عَلَيْهَا، وَهُوَ فِعْلٌ مُضَارِعٌ مُعْتَلُّ الْآخِرِ، وَإِذَا قُلْتَ: (لَمْ يَدْعُ مُحَمَّدٌ إِلَّا إِلَى الْحَقِّ) فَإِنَّ (يَدْعُ) فِعْلٌ مُضَارِعٌ مَجْزُومٌ؛ لِسَبْقِ حَرْفِ الْجَزْمِ عَلَيْهِ، وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ حَذْفُ الْوَاوِ، وَالضَّمَّةُ قَبْلَهَا دَلِيلٌ عَلَيْهَا، وَإِذَا قُلْتَ: (لَمْ يُعْطِ مُحَمَّدٌ إِلَّا خَالِدًا) فَإِنَّ (يُعْطِ) فِعْلٌ مُضَارِعٌ مَجْزُومٌ لِسَبْقِ حَرْفِ الْجَزْمِ عَلَيْهِ، وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ حَذْفُ الْيَاءِ وَالْكَسْرَةُ قَبْلَهَا دَلِيلٌ عَلَيْهَا، وَقِسْ عَلَى ذَلِكَ أَخَوَاتِهَا.
Tempat pertama: fi’il mudhari’ mu’tal akhir. Makna mu’tal akhir bahwa huruf pada akhir katanya salah satu dari tiga huruf ‘illah, yaitu huruf alif, wawu, dan ya`. Contoh fi’il mudhari’ yang huruf akhirnya alif: يَسْعَى، وَيَرْضَى، وَيَهْوَى، وَيَنْأَى، وَيَبْقَى. Contoh fi’il mudhari’ yang huruf akhirnya wawu: يَدْعُو، وَيَرْجُو، وَيَبْلُو، وَيَسْمُو، وَيَقْسُو، وَيَنْبُو. Contoh fi’il mudhari’ yang huruf akhirnya ya`: يُعْطِى، وَيَقْضِى، وَيَسْتَغْشِى، وَيُحْيِى، وَيَلْوِى، وَيَهْدِى. Jadi, jika engkau katakan: لَمْ يَسْعَ عَلِيٌّ إِلَى الْمَجْدِ, maka يَسْعَ dijazm. Karena didahului huruf jazm. Tanda jazmnya dihapusnya huruf alif, harakat fathah sebelumnya sebagai indikasi atas hal itu. Kata itu adalah fi’il mudhari’ mu’tal akhir. Jika engkau katakan: لَمْ يَدْعُ مُحَمَّدٌ إِلَّا إِلَى الْحَقِّ, maka يَدْعُ adalah fi’il mudhari’ yang dijazm. Karena didahului huruf jazm, tanda jazmnya dihapusnya huruf wawu, harakat dhammah sebelumnya sebagai indikasi atas hal itu. Jika engkau ucapkan: لَمْ يُعْطِ مُحَمَّدٌ إِلَّا خَالِدًا, maka يُعْطِ adalah fi’il mudhari’ yang dijazm karena didahului huruf jazm. Tanda jazmnya adalah dihapusnya huruf ya`, harakat kasrah sebelumnya sebagai indikasi atas hal itu. Dan kiaskanlah hal ini pada saudara-saudara adat jazm lainnya.
الْمَوْضِعُ الثَّانِي: الْفِعْلُ الْخَمْسَةُ الَّتِي تُرْفَعُ بِثُبُوتِ النُّونِ، وَقَدْ سَبَقَ بَيَانُهَا، وَمِثَالُهَا (يَضْرِبَانِ، وَتَضْرِبَانِ، وَيَضْرِبُونَ، وَتَضْرِبُونَ، وَتَضْرِبِينَ) تَقُولُ: (لَمْ يَضْرِبَا، وَلَمْ تَضْرِبَا، وَلَمْ يَضْرِبُوا، وَلَمْ تَضْرِبُوا، وَلَمْ تَضْرِبِي) لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْ هَذهِ الْأَفْعَالِ فِعْلٌ مُضَارِعٌ مَجْزُومٌ؛ لِسَبْقِ حَرْفِ الْجَزْمِ الَّذِي هُوَ (لَمْ) عَلَيْهِ، وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ حَذْفُ النُّونِ، وَالْأَلِفُ أَوِ الْوَاوُ أَوِ الْيَاءُ فَاعِلٌ، مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفْعٍ.
Tempat kedua: fi’il yang lima yang dirafa’ dengan tetapnya huruf nun. Penjelasan fi’il yang lima telah berlalu. Contohnya: يَضْرِبَانِ، وَتَضْرِبَانِ، وَيَضْرِبُونَ، وَتَضْرِبُونَ، وَتَضْرِبِينَ. Engkau ucapkan: لَمْ يَضْرِبَا، وَلَمْ تَضْرِبَا، وَلَمْ يَضْرِبُوا، وَلَمْ تَضْرِبُوا، وَلَمْ تَضْرِبِي, setiap satu dari fi’il-fi’il ini adalah fi’il mudhari’ yang dijazm, karena didahului oleh huruf jazm لَمْ. Tanda jazmnya adalah hadzfun nun. Huruf alif, wawu, atau ya` adalah fa’il, mabni atas tanda sukun pada kedudukan rafa’.

Bagaimana Menunaikan Zakat Fithri

Di antara amalan yang menyempurnakan puasa kaum muslimin di bulan yang penuh barokah ini adalah zakatul fithr. Zakat ini disebut demikian karena ia wajib ditunaikan pada saat kaum muslimin berbuka (menyelesaikan ibadah puasanya di bulan Ramadhan). Oleh karenanya disebut pula sebagai shodaqoh Ramadhan.

Menunaikan Zakat Fithri

Sebagian para ulama menukilkan ijma' (kesepakatan) ulama tentang wajibnya menunaikan zakat ini. Dan ini adalah pendapat yang rajih/ kuat meskipun pada kenyataannya ada beberapa ulama yang menyatakan sunnahnya zakat fithri ini. Di antara yang memperkuat pendapat sebagian besar para ulama adalah hadits dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu bahwa:
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ صَاعًا مِنۡ تَمۡرٍ أَوۡ صَاعًا مِنۡ شَعِيرٍ، عَلَى الۡعَبۡدِ وَالۡحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالۡأُنۡثَى، وَالصَّغِيرِ وَالۡكَبِيرِ، مِنَ الۡمُسۡلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنۡ تُؤَدَّى قَبۡلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
"Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri (ketika Ramadhan berakhir) bagi setiap orang merdeka atau budak, lelaki atau perempuan, yang besar maupun kecil dari kalangan muslimin berupa kurma (tamr) atau gandum sebanyak 1 sha'. Dan beliau memerintahkan agar zakat ini ditunaikan sebelum kaum Muslimin keluar menuju lapangan (untuk menunaikan) sholat Ied. (HR. Al-Bukhari 1503 dan Muslim 984).
Yang pasti, Allah Ta'ala mensyariatkan ibadah ini karena mempunyai keutamaan dan hikmah yang besar.
Maka di antara hikmah dari zakat fithri adalah:
1. Sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, menyempurnakan kekurangan pahala puasanya di bulan Ramadhan oleh karena perbuatan sia-sia/ dosa.
2. Sebagai bentuk rasa syukur yang ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta'ala, setelah mampu menyelesaikan ibadah Ramadhan dengan baik.
3. Mempererat ukhuwwah antara kaum muslimin, di mana dengan pemberian zakat ini akan terjalin hubungan yang baik antara dhu'afa dan aghniya. Kaum dhu'afa tak lagi disibukkan dengan kerja keras banting tulang bahkan kadang terpaksa mengemis untuk memperoleh makanan yang akan dimakannya pada saat Idul Fithri. Dengan demikian mereka akan turut bergembira dan merasakan kemenangan di hari tersebut.
Demikianlah di antara hikmah Allah subhanahu wa ta'ala, Dzat yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui segala sesuatu.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Fathul Baari (III/369) berkata: "Zakat Fithri diwajibkan untuk orang yang berpuasa dan juga orang yang tidak berpuasa sebagaimana hal ini telah diketahui keshahihannya. Demikian pula orang yang baru masuk Islam sesaat sebelum terbenam di hari terakhir bulan Ramadhan, maka ia pun terkena kewajiban menunaikannya."

Dengan apa zakat fithri dibayarkan

Dari hadits di atas kita ketahui bahwa zakat fithri adalah dengan memberikan gandum dan tamr (kurma) seberat 1 sha'. Lalu apakah terbatas hanya pada dua jenis makanan ini? Maka pertanyaan ini akan terjawab dengan hadits marfu' (sanadnya sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) yang diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudry bahwasanya dia berkata: "Kami dahulu memberikan zakat fithri di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seukuran 1 sha' makanan atau 1 sha' kurma atau 1 sha' gandum atau 1 sha' aqith (susu kambing yang dipanaskan hingga berbusa lalu diambil saripatinya dan dibiarkan hingga mengeras) atau 1 sha' anggur kering."
Ternyata dalam dua hadits ini, tidak kita dapati penyebutan beras atau sagu sebagai bahan makanan pokok di negeri ini. Sehingga apakah kita harus mencari bahan-bahan yang tersebut dalam dua hadits di atas untuk membayar zakat fithri kita?
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah, pendapat yang paling masyhur di dalam madzhab Hanbali (madzhabnya pengikut Imam Ahmad ibnu Hanbal) adalah pendapat bahwa membayar zakat dengan bahan-bahan selain yang disebutkan dalam dua hadits di atas adalah tidak sah. Akan tetapi pendapat ini, wallahu a'lam, adalah pendapat yang marjuh/ lemah. Sebab dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari (1510) dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudry mengatakan:
كُنَّا نُخۡرِجُ فِي عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ يَوۡمَ الۡفِطۡرِ صَاعًا مِنۡ طَعَامٍ. وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ وَالۡأَقِطُ وَالتَّمۡرُ.
"Kami (para sahabat Nabi) memberikan zakat fithri di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berupa 1 sha' makanan." Abu Sa'id Al-Khudry berkata: "Dan makanan kami pada saat itu adalah gandum, anggur kering, dan aqith."

Riwayat ini menunjukkan bahwa makanan yang dibayarkan adalah makanan pokok yang paling banyak dibutuhkan oleh penduduk suatu negeri. Dan ini adalah pendapat ulama dari madzhab Malikiyyah dan Syafi'i dan diriwayatkan pula dari Imam Ahmad, serta dibenarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi'iy rahimahullah ta'ala.

Syaikh Abdullah ibnu Abdirrahman ibnu Shalih Al-Bassam dalam Taisirul 'Allam - keterangan beliau terhadap kitab Umdatul Ahkam - (I/404) mengatakan: "Bahan makanan yang paling utama untuk zakat fithri (dari bahan-bahan makanan yang ada) adalah bahan makanan pokok yang paling dibutuhkan oleh kaum muslimin (faqir dan miskin) setempat."

Sehingga di Indonesia, bahan makanan yang paling baik untuk zakat fithri adalah beras. Wallahu a'lam.

Berapa ukurannya

Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa ukuran (takaran) 1 sha' adalah sha' nabawy (seukuran 4 mud yang ditakar dengan dua tangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam). Dan apabila dikonversikan ke satuan timbangan (berat) maka 1 sha' nabawy setara dengan 2040 (dua ribu empat puluh) gram atau 2,04 kg. Wallahu a'lam.

Bolehkah menggantikan bahan pokok dengan uang yang senilai?

Al-Imam An-Nawawy menukilkan dalam Syarah Muslim (VII/53) bahwa seluruh ulama (kecuali Abu Hanifah) tidak membolehkan zakat fithri yang dibayarkan dengan uang. Dan inilah yang rajih/ kuat berdasarkan beberapa hal:
1. Hadits tentang zakat fithri menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mensyariatkan zakat ini untuk ditunaikan dalam bentuk makanan.
2. Amalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sahabatnya menunjukkan bahwa mereka selalu menunaikan zakat ini berupa makanan, padahal kita mengetahui bahwa di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah beredar uang dinar dan dirham. Namun beliau dan para sahabatnya tetap menunaikan zakat dengan bahan makanan, tidak dengan dinar dan dirham.

Siapa yang harus dibayarkan zakatnya

Setiap kaum muslimin (laki-laki dan perempuan) harus membayar zakatnya masing-masing jika dia memiliki kemampuan untuk membayarnya. Sehingga seorang wanita atau anak kecil yang memiliki harta harus menunaikan dengan hartanya. Adapun bila dia tidak memiliki harta maka yang harus membayar adalah orang yang menanggung nafkahnya kalau dia memiliki sesuatu yang lebih dari apa yang harus ia nafkahkan kepada orang-orang yang berada di bawah tanggungannya pada malam Ied dan esoknya.
Bila dia tidak memiliki sesuatu kecuali apa yang harus dia nafkahkan untuk tanggungannya maka tidaklah wajib baginya untuk membayar, sebagaimana dikatakan oleh jumhur ulama. Adapun hamba sahaya, maka wajib bagi tuannya untuk membayar zakat budak tersebut berdasarkan hadits dari Abu Hurairah:
لَيۡسَ فِي الۡعَبۡدِ صَدَقَةٌ إِلَّا صَدَقَةُ الۡفِطۡرِ
"Tidak ada kewajiban untuk membayarkan shodaqoh seorang hamba sahaya kecuali zakat fithri." (HR. Muslim 982).

Kepada siapa zakat fithri diberikan

Zakat fithri diberikan kepada yang berhak menerimanya. Mereka adalah orang-orang faqir dan miskin.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan:
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الۡفِطۡرِ طُهۡرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغۡوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعۡمَةً لِلۡمَسَاكِينِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri, pensuci bagi orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang jelek dan (memberi) makanan bagi orang yang miskin."
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Majmu' Fatawa (II/71-78) serta Ibnul Qoyyim dalam kitab beliau Zadul Ma'ad (II/44).

Lalu mengapa zakat fithri ini tidak disalurkan kepada 8 golongan

Sebagian para ulama menganggap bahwa zakat fithri disalurkan kepada 8 golongan. Mereka meng-qiyas-kannya dengan zakatul maal yang memang diberikan kepada 8 golongan sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam surat At-Taubah ayat 60. Namun qiyas ini tidaklah dibenarkan. Karena dalil dari Al-Qur'an ini adalah dalil yang bersifat umum. Sedangkan untuk zakat fithri adalah dalil khusus yaitu hadits Ibnu Abbas yang telah disebut di atas.

Bolehkah membentuk kepanitiaan untuk zakat fithri

Di antara sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam penunaian zakat fithri adalah pembentukan panitia khusus yang menerima zakat fithri dari kaum muslimin serta menyalurkannya kepada yang berhak menerima. Beliau telah mencontohkan hal ini di masa hidupnya. Diceritakan oleh Abu Hurairah: "Rasulullah memberitahukan kepadaku agar aku mengurus zakat Ramadhan."
Ibnu Khuzaimah (dalam kitab [IV/83]) mencantumkan satu riwayat dari Abdul Warits dari Ayyub bahwasanya Ibnu Umar pernah menyalurkan zakat fithri melalui panitia yang dibentuk oleh pemerintah muslimin satu atau dua hari sebelum Idul Fithri. Abdul Warits bertanya kepada Ayyub: "Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu sha' (zakat fithri)?" Ayyub menjawab: "Setelah panitia mulai bertugas." Abdul Warits bertanya lagi: "Kapankah panitia itu mulai bertugas?" Maka beliau menjawab: "Satu atau dua hari sebelum Idul Fithri."

Kapan zakat fithri ditunaikan

Ia harus ditunaikan (disampaikan kepada yang berhak) sebelum kaum muslimin keluar menuju tanah lapang untuk melaksanakan shalat Ied. Dan para ulama sepakat bahwa ia tidak boleh ditunda sama sekali. Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu: "Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk membayarkan zakatnya sebelum keluarnya mereka untuk menjalankan shalat Ied."
Adapun memajukannya satu atau dua hari sebelum Iedul Fithri, maka hal ini diperbolehkan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para sahabat berdasarkan riwayat dari Al-Bukhari dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu. Dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan suatu hadits bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنۡ أَدَّاهَا قَبۡلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقۡبُولَةٌ، وَمَنۡ أَدَّاهَا بَعۡدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
"Barangsiapa menunaikan zakat fithri sebelum shalat ied maka ia adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah dilakasanakan shalat iedul fithri maka ia dianggap sebagai salah satu jenis shodaqoh saja dan zakatnya tidak diterima." (HR. Abu Dawud 1609, Ibnu Majah, dan lainnya dengan sanad yang hasan).
Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah zakat fithri. Oleh sebab itu, kami mengajak segenap kaum muslimin untuk menunaikan zakat fithri sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga Allah subhanahu wa ta'ala menyempurnakan pahala ibadah puasa kita di bulan Ramadhan ini dengan zakat fithri yang kita tunaikan. Amin.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 5999

٥٩٩٩ – حَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي مَرۡيَمَ: حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ: حَدَّثَنِي زَيۡدُ بۡنُ أَسۡلَمَ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ عُمَرَ بۡنِ الۡخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ سَبۡيٌ، فَإِذَا امۡرَأَةٌ مِنَ السَّبۡيِ تَحۡلُبُ ثَدۡيَهَا تَسۡقِي، إِذَا وَجَدَتۡ صَبِيًّا فِي السَّبۡيِ، أَخَذَتۡهُ، فَأَلۡصَقَتۡهُ بِبَطۡنِهَا وَأَرۡضَعَتۡهُ، فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ ﷺ: (أَتَرَوۡنَ هٰذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟). قُلۡنَا: لَا، وَهِيَ تَقۡدِرُ عَلَى أَنۡ لَا تَطۡرَحَهُ، فَقَالَ: (لَلّٰهُ أَرۡحَمُ بِعِبَادِهِ مِنۡ هٰذِهِ بِوَلَدِهَا).
5999. Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami: Abu Ghassan menceritakan kepada kami, beliau berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari 'Umar ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Para tawanan datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ternyata ada seorang wanita dari tawanan itu yang buah dadanya penuh dengan air susu. Setiap kali dia mendapati bayi di antara tawanan, dia ambil, lalu dia dekap ke perutnya, lalu dia menyusuinya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Apakah kalian menyangka wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Kami menjawab, “Tidak. Sementara dia mampu untuk tidak melemparkan anaknya ke api.” Maka beliau bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang terhadap para hambaNya daripada wanita ini terhadap anaknya.”

Shahih Muslim hadits nomor 1115

٩٢ – (١١١٥) – حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ وَمُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى وَابۡنُ بَشَّارٍ. جَمِيعًا عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ جَعۡفَرٍ. قَالَ أَبُو بَكۡرٍ: حَدَّثَنَا غُنۡدَرٌ، عَنۡ شُعۡبَةَ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمَٰنِ بۡنِ سَعۡدٍ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ عَمۡرِو بۡنِ الۡحَسَنِ، عَنۡ جَابِرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي سَفَرٍ، فَرَأَىٰ رَجُلًا قَدِ اجۡتَمَعَ النَّاسُ عَلَيۡهِ، وَقَدۡ ظُلِّلَ عَلَيۡهِ. فَقَالَ: (مَا لَهُ؟) قَالُوا: رَجُلٌ صَائِمٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَيۡسَ الۡبِرَّ أَنۡ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ).
92. (1115). Abu Bakr bin Abu Syaibah, Muhammad ibnul Mutsanna, dan Ibnu Basysyar telah menceritakan kepada kami. Seluruhnya dari Muhammad bin Ja'far. Abu Bakr berkata: Ghundar menceritakan kepada kami, dari Syu'bah, dari Muhammad bin 'Abdurrahman bin Sa'd, dari Muhammad bin 'Amr bin Al-Hasan, dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pada suatu perjalanan beliau melihat seseorang yang dikerumuni manusia dalam keadaan dia diberi teduhan. Beliau bertanya, “Kenapa dia?” Orang-orang menjawab: Dia berpuasa. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bukan kebajikan, puasa kalian ketika dalam perjalanan."
(…) - حَدَّثَنَا عُبَيۡدُ اللهِ بۡنُ مُعَاذٍ: حَدَّثَنَا أَبِي: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ قَالَ: سَمِعۡتُ مُحَمَّدَ بۡنَ عَمۡرِو بۡنِ الۡحَسَنِ يُحَدِّثُ؛ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يَقُولُ: رَأَىٰ رَسُولُ اللهِ ﷺ رَجُلًا. بِمِثۡلِهِ.
'Ubaidullah bin Mu'adz telah menceritakan kepada kami: Ayahku menceritakan kepada kami: Syu'bah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin 'Abdurrahman, beliau berkata: Aku mendengar Muhammad bin 'Amr bin Al-Hasan menceritakan bahwa beliau mendengar Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seseorang.... Semisal hadits itu.
(…) - وَحَدَّثَنَاهُ أَحۡمَدُ بۡنُ عُثۡمَانَ النَّوۡفَلِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، بِهٰذَا الۡإِسۡنَادِ، نَحۡوَهُ. وَزَادَ: قَالَ شُعۡبَةُ: وَكَانَ يَبۡلُغُنِي عَنۡ يَحۡيَىٰ بۡنِ أَبِي كَثِيرٍ أَنَّهُ كَانَ يَزِيدُ فِي هٰذَا الۡحَدِيثِ.
وَفِي هٰذَا الۡإِسۡنَادِ أَنَّهُ قَالَ: (عَلَيۡكُمۡ بِرُخۡصَةِ اللهِ الَّذِي رَخَّصَ لَكُمۡ) قَالَ: فَلَمَّا سَأَلۡتُهُ، لَمۡ يَحۡفَظۡهُ.
Ahmad bin 'Utsman An-Naufali telah menceritakan hadits ini kepada kami: Abu Dawud menceritakan kepada kami: Syu'bah menceritakan kepada kami dengan sanad ini, semisal hadits ini. Beliau menambahkan: Syu'bah berkata: Telah sampai kepadaku dari Yahya bin Abu Katsir bahwa beliau memberi tambahan pada hadits ini.
Dalam sanad ini beliau berkata, “Wajib kalian mengambil keringanan Allah yang telah Allah beri keringanan untuk kalian.” Beliau berkata: Ketika aku menanyakannya, beliau tidak menghafalnya.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1946

٣٦ – بَابُ قَوۡلِ النَّبِيِّ ﷺ لِمَنۡ ظُلِّلَ عَلَيۡهِ وَاشۡتَدَّ الۡحَرُّ: لَيۡسَ مِنَ الۡبِرِّ الصَّوۡمُ فِي السَّفَرِ

36. Bab ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang yang diberi teduhan dan cuaca sangat panas: Tidak termasuk kebajikan, puasa ketika safar

١٩٤٦ – حَدَّثَنَا آدَمُ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ الۡأَنۡصَارِيُّ قَالَ: سَمِعۡتُ مُحَمَّدَ بۡنُ عَمۡرِو بۡنِ الۡحَسَنِ بۡنِ عَلِيٍّ، عَنۡ جَابِرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي سَفَرٍ، فَرَأَى زِحَامًا وَرَجُلًا قَدۡ ظُلِّلَ عَلَيۡهِ، فَقَالَ: (مَا هٰذَا؟) فَقَالُوا: صَائِمٌ، فَقَالَ: (لَيۡسَ مِنَ الۡبِرِّ الصَّوۡمُ فِي السَّفَرِ).
1946. Adam telah menceritakan kepada kami: Syu'bah menceritakan kepada kami: Muhammad bin 'Abdurrahman Al-Anshari menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku mendengar Muhammad bin 'Amr bin Al-Hasan bin 'Ali, dari Jabir bin 'Abdullah radhiyallahu 'anhum, beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pada suatu perjalanan, beliau melihat kerumunan manusia dan seseorang yang diberi teduhan. Beliau bertanya, “Kenapa orang ini?” Orang-orang menjawab, “Dia berpuasa.” Maka beliau bersabda, “Tidak termasuk kebajikan, puasa ketika safar.”

Shahih Muslim hadits nomor 1122

١٠٨ – (١١٢٢) – حَدَّثَنَا دَاوُدُ بۡنُ رُشَيۡدٍ: حَدَّثَنَا الۡوَلِيدُ بۡنُ مُسۡلِمٍ، عَنۡ سَعِيدِ بۡنِ عَبۡدِ الۡعَزِيزِ، عَنۡ إِسۡمَاعِيلَ بۡنِ عُبَيۡدِ اللهِ، عَنۡ أُمِّ الدَّرۡدَاءِ، عَنۡ أَبِي الدَّرۡدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ؛ قَالَ: خَرَجۡنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي شَهۡرِ رَمَضَانَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ، حَتَّىٰ إِنۡ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَىٰ رَأۡسِهِ مِنۡ شِدَّةِ الۡحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ وَعَبۡدُ اللهِ بۡنُ رَوَاحَةَ.
108. (1122). Dawud bin Rusyaid telah menceritakan kepada kami: Al-Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dari Sa'id bin 'Abdul 'Aziz, dari Isma'il bin 'Ubaidullah, dari Ummud Darda`, dari Abud Darda` radhiyallahu 'anhu. Beliau berkata: Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhan ketika hari sangat panas. Sampai-sampai salah seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepalanya karena saking panasnya. Tidak ada seorang pun di antara kami yang berpuasa kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan 'Abdullah bin Rawahah.
١٠٩ - (…) - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡلَمَةَ الۡقَعۡنَبِيُّ: حَدَّثَنَا هِشَامُ بۡنُ سَعۡدٍ، عَنۡ عُثۡمَانَ بۡنِ حَيَّانَ الدِّمَشۡقِيِّ، عَنۡ أُمِّ الدَّرۡدَاءِ قَالَتۡ: قَالَ أَبُو الدَّرۡدَاءِ: لَقَدۡ رَأَيۡتُنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي بَعۡضِ أَسۡفَارِهِ فِي يَوۡمٍ شَدِيدِ الۡحَرِّ، حَتَّىٰ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَىٰ رَأۡسِهِ مِنۡ شِدَّةِ الۡحَرِّ، وَمَا مِنَّا أَحَدٌ صَائِمٌ إِلَّا رَسُولُ اللهِ ﷺ وَعَبۡدُ اللهِ بۡنُ رَوَاحَةَ.
109. 'Abdullah bin Maslamah Al-Qa'nabi telah menceritakan kepada kami: Hisyam bin Sa'd menceritakan kepada kami, dari 'Utsman bin Hayyan Ad-Dimasyqi, dari Ummud Darda`, beliau berkata: Abud Darda` berkata: Sungguh aku telah melihat kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada sebagian perjalanan beliau di hari yang sangat panas. Sampai-sampai sungguh ada seseorang yang meletakkan tangannya di atas kepalanya saking panasnya. Tidak ada seorang pun yang berpuasa di antara kami kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan 'Abdullah bin Rawahah.

At-Tuhfatus Saniyyah - Tempat Sukun

مَوْضِعُ السُّكُونِ

فَأَمَّا السُّكُونُ فَيَكُونُ عَلَامَةً لِلْجَزْمِ فِي الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الصَّحِيحِ الْآخِرِ.
Sukun merupakan tanda jazm pada fi’il mudhari’ shahih akhir.
وَأَقُولُ: لِلسُّكُونِ مَوْضِعٌ وَاحِدٌ يَكُونُ فِيهِ عَلَامَةً عَلَى أَنَّ الْكَلِمَةَ مَجْزُومَةٌ، وَهَذَا الْمَوْضِعُ هُوَ الْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الصَّحِيحُ الْآخِرُ، وَمَعْنَى كَوْنِهِ صَحِيحَ الْآخِرِ أَنَّ آخِرَهُ لَيْسَ حَرْفًا مِنْ حُرُوفِ الْعِلَّةِ الثَّلَاثَةِ الَّتِي هِيَ الْأَلِفُ وَالْوَاوُ وَالْيَاءُ.
Sukun mempunyai satu tempat yang merupakan tanda bahwa kata tersebut dijazm. Tempat itu adalah fi’il mudhari’ shahih akhir. Makna shahih akhir adalah bahwa akhir katanya bukan salah satu dari tiga huruf ‘illah yaitu alif, wawu, dan ya`.
وَمِثَالُ الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ الصَّحِيحِ الْآخِرِ (يَلْعَبُ، وَيَنْجَحُ، وَيُسَافِرُ، وَيَعِدُ، وَيَسْأَلُ) فَإِذَا قُلْتَ: (لَمْ يَلْعَبْ عَلِيٌّ) وَ (لَمْ يَنْجَحْ بَلِيدٌ) وَ (لَمْ يُسَافِرْ أَخُوكَ) وَ (لَمْ يَعِدْ إِبْرَاهِيمُ خَالِدًا بِشَيْءٍ) وَ (لَمْ يَسْأَلْ بَكْرٌ الْأُسْتَاذَ) فَكُلٌّ مِنْ هَذِهِ الْأَفْعَالِ مَجْزُومٌ، لِسَبْقِ حَرْفِ الْجَزْمِ الَّذِي هُوَ (لَمْ) عَلَيْهِ، وَعَلَامَةُ جَزْمِهِ السُّكُونُ، وَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الْأَفْعَالِ فِعْلٌ مُضَارِعٌ صَحِيحُ الْآخِرِ.
Contoh fi’il mudhari’ shahih akhir: يَلْعَبُ، وَيَنْجَحُ، وَيُسَافِرُ، وَيَعِدُ، وَيَسْأَلُ. Maka jika engkau ucapkan:

  • لَمْ يَلْعَبْ عَلِيٌّ
  • لَمْ يَنْجَحْ بَلِيدٌ
  • لَمْ يُسَافِرْ أَخُوكَ
  • لَمْ يَعِدْ إِبْرَاهِيمُ خَالِدًا بِشَيْءٍ
  • لَمْ يَسْأَلْ بَكْرٌ الْأُسْتَاذَ
Setiap fi’il-fi’il tersebut dijazm, karena didahului oleh huruf jazm (لَمْ). Tanda jazmnya sukun. Setiap fi’il-fi’il tersebut adalah fi’il mudhari’ shahih akhir.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1945

٣٥ – بَابٌ

35. Bab

١٩٤٥ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ حَمۡزَةَ، عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ بۡنِ يَزِيدَ بۡنِ جَابِرٍ: أَنَّ إِسۡمَاعِيلَ بۡنَ عُبَيۡدِ اللهِ حَدَّثَهُ عَنۡ أُمِّ الدَّرۡدَاءِ، عَنۡ أَبِي الدَّرۡدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: خَرَجۡنَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي بَعۡضِ أَسۡفَارِهِ فِي يَوۡمٍ حَارٍّ، حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأۡسِهِ مِنۡ شِدَّةِ الۡحَرِّ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا مَا كَانَ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ وَابۡنِ رَوَاحَةَ.
1945. 'Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Yahya bin Hamzah menceritakan kepada kami, dari 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir: Bahwa Isma'il bin 'Ubaidullah menceritakan kepadanya dari Ummud Darda`, dari Abud Darda` radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: Kami keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada sebagian perjalanan beliau di hari yang panas. Sampai-sampai seseorang meletakkan tangannya di atas kepalanya saking panasnya. Tidak ada seorang pun di antara kami yang berpuasa kecuali Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Ibnu Rawahah.

Shahih Muslim hadits nomor 1118

٩٨ – (١١١٨) – حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ: أَخۡبَرَنَا أَبُو خَيۡثَمَةَ، عَنۡ حُمَيۡدٍ قَالَ: سُئِلَ أَنَسٌ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ عَنۡ صَوۡمِ رَمَضَانَ فِي السَّفَرِ. فَقَالَ: سَافَرۡنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي رَمَضَانَ، فَلَمۡ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى الۡمُفۡطِرِ، وَلَا الۡمُفۡطِرُ عَلَى الصَّائِمِ.
98. (1118). Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami: Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami, dari Humaid, beliau berkata: Anas radhiyallahu 'anhu pernah ditanya mengenai puasa Ramadhan ketika safar. Beliau berkata: Kami pernah bepergian bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di bulan Ramadhan. Yang berpuasa tidak mencela orang yang tidak berpuasa dan orang yang tidak berpuasa tidak mencela orang yang berpuasa.
٩٩ - (…) - وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الۡأَحۡمَرُ، عَنۡ حُمَيۡدٍ قَالَ: خَرَجۡتُ فَصُمۡتُ، فَقَالُوا لِي: أَعِدۡ. قَالَ: فَقُلۡتُ: إِنَّ أَنَسًا أَخۡبَرَنِي: أَنَّ أَصۡحَابَ رَسُولِ اللهِ ﷺ كَانُوا يُسَافِرُونَ فَلَا يَعِيبُ الصَّائِمُ عَلَى الۡمُفۡطِرِ، وَلَا الۡمُفۡطِرُ عَلَى الصَّائِمِ.
فَلَقِيتُ ابۡنَ أَبِي مُلَيۡكَةَ فَأَخۡبَرَنِي، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا بِمِثۡلِهِ.
99. Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Abu Khalid Al-Ahmar menceritakan kepada kami, dari Humaid, beliau berkata: Aku keluar safar dalam keadaan berpuasa. Maka mereka mengatakan kepadaku: Kembalilah. Aku berkata: Sesungguhnya Anas telah mengabarkan kepadaku: Bahwa para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bepergian, namun yang berpuasa tidak mencela orang yang tidak berpuasa dan yang tidak berpuasa tidak mencela orang yang berbuka.
Kemudian aku berjumpa dengan Ibnu Abu Mulaikah, beliau mengabarkan kepadaku dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha semisal hadits ini.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1947

٣٧ – بَابٌ لَمۡ يَعِبۡ أَصۡحَابُ النَّبِيِّ ﷺ بَعۡضُهُمۡ بَعۡضًا فِي الصَّوۡمِ وَالۡإِفۡطَارِ

37. Bab sebagian sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mencela yang lain dalam puasa dan berbuka

١٩٤٧ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡلَمَةَ، عَنۡ مَالِكٍ، عَنۡ حُمَيۡدٍ الطَّوِيلِ، عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، فَلَمۡ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى الۡمُفۡطِرِ، وَلَا الۡمُفۡطِرُ عَلَى الصَّائِمِ.
1947. 'Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Humaid Ath-Thawil, dari Anas bin Malik, beliau berkata: Kami pernah bepergian bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang berpuasa tidak mencela orang yang tidak berpuasa. Dan orang yang tidak berpuasa tidak mencela orang yang berpuasa.