Cari Blog Ini

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Pe-nashb Fiil Mudhari' - أن

نَوَاصِبُ الۡمُضَارِعِ:
Pe-nashb Fiil Mudhari’


قَوۡلُهُ: (فَالنَّوَاصِبُ عَشَرَةٌ، وَهِيَ: أَنۡ، وَلَنۡ، وَإِذَنۡ، وَكَيۡ، وَلَامُ كَيۡ، وَلَامُ الۡجُحُودِ، وَحَتَّی). 

Ucapan mualif, “Yang me-nashb-kan (fiil mudhari’) ada sepuluh, yaitu: أَنۡ, لَنۡ, إِذَنۡ, كَيۡ, لَامُ كَيۡ, لَامُ الۡجُحُودِ, dan حَتَّى.” 

يَقُولُ الۡمُؤَلِّفُ –رَحِمَهُ اللهُ-: (فَالنَّوَاصِبُ عَشَرَةٌ) فَمَا الدَّلِيلُ عَلَى انۡحِصَارِهَا بِعَشَرَةٍ؟ التَّتَبُّعُ وَالۡاِسۡتِقۡرَاءُ، فَعُلَمَاءُ اللُّغَةِ تَتَبَّعُوا كَلَامَ الۡعَرَبِ فَوَجَدُوا أَنَّ الَّذِي يَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ عَشَرَةُ أَشۡيَاءَ فَقَطۡ. 

Mualif—rahimahullah—berkata, “Yang me-nashb-kan (fiil mudhari’) ada sepuluh.” Apa dalil dia dibatasi hanya sepuluh? Pengamatan dan penelitian. Ulama bahasa mengamati perkataan orang Arab, lalu mereka dapati bahwa yang me-nashb-kan fiil mudhari’ ada sepuluh saja.

أَوَّلُهَا: (أَنۡ) مِثۡلُ: أَنۡ تَقُولَ: (أُحِبُّ أَنۡ تَفۡهَمَ) فِي هَٰذِهِ الۡجُمۡلَةِ فِعۡلَانِ مُضَارِعَانِ: الۡأَوَّلُ: (أُحِبُّ)، وَالثَّانِي: (تَفۡهَمَ) لَكِنَّهُمَا مُخۡتَلِفَانِ، الۡأَوَّلُ مَرۡفُوعٌ وَالثَّانِي مَنۡصُوبٌ؛ لِأَنَّ الۡأَوَّلَ لَمۡ يَدۡخُلۡ عَلَيۡهِ نَاصِبٌ، وَالثَّانِي دَخَلَ عَلَيۡهِ نَاصِبٌ، وَلِهَٰذَا لَوۡ قُلۡتَ: (أُحِبَّ أَنۡ تَفۡهَمُ) قُلۡنَا: هَٰذَا خَطَأٌ؛ لِأَنَّكَ نَصَبۡتَ مَا لَمۡ يَدۡخُلۡ عَلَيۡهِ النَّاصِبُ، وَرَفَعۡتَ مَا دَخَلَ عَلَيۡهِ النَّاصِبُ. إِذَنۡ الصَّوَابُ (أُحِبُّ أَنۡ تَفۡهَمَ). 

Yang pertama adalah أَنۡ. Contoh: Engkau katakan, “أُحِبُّ أَنۡ تَفۡهَمَ (Aku senang engkau paham).” Dalam kalimat ini ada dua fiil mudhari’. Yang pertama adalah أُحِبُّ dan yang kedua adalah تَفۡهَمَ. Akan tetapi keduanya berbeda. Yang pertama di-raf’, sedangkan yang kedua di-nashb. Sebabnya karena yang pertama tidak didahului oleh pe-nashb, adapun yang kedua, didahului oleh pe-nashb. Oleh karena ini, andai engkau katakan, “أُحِبَّ أَنۡ تَفۡهَمُ,” kita katakan bahwa ini keliru. Karena engkau me-nashb fiil mudhari’ yang tidak didahului oleh pe-nashb dan engkau me-raf’ fiil mudhari’ yang didahului oleh pe-nashb. Jadi yang benar adalah, “أُحِبُّ أَنۡ تَفۡهَمَ.” 

كَيۡفَ أُعۡرِبُهَا؟ نَقُولُ: 

(أَنۡ): مَصۡدَرِيَّةٌ تَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ. 

(تَفۡهَمَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ فَتۡحَةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ، وَالۡفَاعِلُ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (أَنۡتَ). 

لِمَاذَا قُلۡنَا: إِنَّهَا حَرۡفُ مَصۡدَرٍ؟ يَقُولُ الۡعُلَمَاءُ: لِأَنَّهَا تُسۡبَكُ هِيَ وَمَا بَعۡدَهَا بِمَصۡدَرٍ، فَقَوۡلُكَ: (أُحِبُّ أَنۡ تَفۡهَمَ) إِذَا حَوَّلۡتَهَا إِلَى مَصۡدَرٍ صَارَتۡ: (أُحِبُّ فَهۡمَكَ)، وَلِهَٰذَا سَمَّيۡنَا (أَنۡ) مَصۡدَرِيَّةً. 

Bagaimana saya mengikrabnya? Kita katakan: 

أَنۡ adalah huruf masdar yang me-nashb-kan fiil mudhari’. 

تَفۡهَمَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak di akhir kata. Adapun fa’il/pelakunya mustatir wujuban (wajib disembunyikan). Asumsinya adalah anta (engkau). 

Mengapa kita katakan bahwa أَنۡ adalah huruf masdar? Ulama mengatakan karena kata ini dan kata setelahnya dapat diubah bentuk menjadi masdar. Jadi ucapanmu, “أُحِبُّ أَنۡ تَفۡهَمَ,” apabila engkau ubah menjadi masdar, maka menjadi “أُحِبُّ فَهۡمَكَ”. Oleh karena ini, kita namakan أَنۡ adalah mashdariyyah/huruf masdar. 

(أُحِبُّ أَنۡ أَرَاكَ مَسۡرُورًا). 

(أُحِبُّ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ بِالضَّمَّةِ الظَّاهِرَةِ لِتَجَرُّدِهِ مِنۡ نَاصِبٍ أَوۡ جَازِمٍ، وَفَاعِلُهُ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (أَنَا). 

(أَنۡ): مَصۡدَرِيَّةٌ. 

(أَرَی): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ فَتۡحَةٌ مُقَدَّرَةٌ عَلَى الۡأَلِفِ مَنَعَ مِنۡ ظُهُورِهَا التَّعَذُّرُ. 

“أُحِبُّ أَنۡ أَرَاكَ مَسۡرُورًا (Aku senang melihatmu gembira).” 

أُحِبُّ adalah fiil mudhari’ yang di-raf’ dengan harakat damah yang tampak karena tidak ada yang me-nashb-kan dan men-jazm-kan. Fa’il-nya mustatir wujuban, asumsinya adalah ana. 

أَنۡ adalah huruf masdar. 

أَرَى adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang disembunyikan pada huruf alif. Yang menghalangi dari munculnya adalah ta’adzdzur (tidak bisa diucapkan). 

(أُحِبُّ أَنۡ أَرۡمِيَ). 

(أُحِبُّ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ بِالضَّمَّةِ الظَّاهِرَةِ لِتَجَرُّدِهِ مِنۡ نَاصِبٍ أَوۡ جَازِمٍ. 

(أَنۡ) مَصۡدَرِيَّةٌ. 

(أَرۡمِيَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ فَتۡحَةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ. 

فَلَوۡ قَالَ قَائِلٌ: لِمَاذَا نَصَبۡتَهُ بِالۡفَتۡحَةِ وَآخِرُهُ حَرۡفُ عِلَّةٍ؟ فَالۡجَوَابُ: لِأَنَّ الۡفَتۡحَةَ تَظۡهَرُ عَلَى الۡيَاءِ. 

“أُحِبُّ أَنۡ أَرۡمِيَ (Aku senang melempar).” 

أُحِبُّ adalah fiil mudhari’ dengan harakat damah yang tampak karena tidak ada yang me-nashb-kan atau men-jazm-kan. 

أَنۡ adalah huruf masdar. 

أَرۡمِيَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak di akhir kata. 

Andai ada yang bertanya, “Mengapa engkau nashb dia dengan harakat fatah, padahal huruf akhirnya merupakan huruf ilat?” 

Jawabannya, “Karena harakat fatah bisa muncul pada huruf ya.” 

(أُحِبُّ أَنۡ أَغۡزُوَ). 

(أُحِبُّ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ لِتَجَرُّدِهِ مِنۡ نَاصِبٍ أَوۡ جَازِمٍ، وَفَاعِلُهُ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (أَنَا). 

(أَنۡ): حَرۡفُ مَصۡدَرٍ يَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ. 

(أَغۡزُوَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ فَتۡحَةٌ ظَاهِرَةٌ فِي آخِرِهِ. 

فَلَوۡ قَالَ قَائِلٌ: لِمَاذَا نَصَبۡتَهُ بِالۡفَتۡحَةِ وَآخِرُهُ مُعۡتَلٌّ؟ فَالۡجَوَابُ: لِأَنَّ الۡفَتۡحَةَ تَظۡهَرُ عَلَى الۡوَاوِ. 

“أُحِبُّ أَنۡ أَغۡزُوَ (Aku senang berperang).” 

أُحِبُّ adalah fiil mudhari’ yang di-raf’. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak karena tidak ada yang me-nashb-kan atau men-jazm-kan. Fa’il-nya mustatir wujuban. Asumsinya adalah ana. 

أَنۡ adalah huruf masdar yang me-nashb-kan fiil mudhari’. 

أَغۡزُوَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak di akhir kata. 

Kalau ada yang bertanya, “Mengapa engkau nashb-kan dia, padahal dia mu’tall (diakhiri huruf ilat)?” 

Jawabnya, “Karena harakat fatah bisa muncul pada huruf wawu.” 

(يُعۡجِبُنِي أَنۡ تَقُومَ). 

(يُعۡجِبُنِي): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ، لِأَنَّهُ لَمۡ يَسۡبِقۡه نَاصِبٌ وَلَا جَازِمٌ، وَ(النُّونُ) لِلۡوِقَايَةِ، وَ(الۡيَاءُ) مَفۡعُولٌ بِهِ مُقَدَّمٌ. 

(أَنۡ): حَرۡفُ مَصۡدَرِيٍّ وَنَصۡبٍ. 

(تَقُومَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ)، وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ الظَّاهِرَةُ، وَالۡفَاعِلُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ تَقۡدِيرُهُ (أَنۡتَ)، وَالۡجُمۡلَةُ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ فَاعِلٌ. 

“يُعۡجِبُنِي أَنۡ تَقُومَ (Perbuatanmu berdiri itu menyenangkanku).” 

يُعۡجِبُنِي adalah fiil mudhari’ yang di-raf’ karena tidak didahului oleh pe-nashb atau pen-jazm. Huruf nun untuk wiqayah (menjaga fiil agar huruf terakhir tidak berharakat kasrah). Huruf ya adalah maf’ul bih yang didahulukan. 

أَنۡ adalah huruf masdar dan nashb. 

تَقُومَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak. Fa’il/pelakunya adalah kata ganti yang disembunyikan. Asumsinya adalah anta. 

Kalimat أَنۡ تَقُومَ berada di kedudukan raf’ sebagai fa’il (dari fiil يُعۡجِبُ). 

(رَغِبۡتُ أَنۡ أَذۡهَبَ إِلَى الۡمَسۡجِدِ). 

(رَغِبۡتُ): فِعۡلٌ وَفَاعِلٌ. 

(أَنۡ): حَرۡفُ مَصۡدَرٍ يَنۡصِبُ الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ. 

(أَذۡهَبَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ الظَّاهِرَةُ، وَالۡفَاعِلُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ تَقۡدِيرُهُ (أَنَا). 

“رَغِبۡتُ أَنۡ أَذۡهَبَ إِلَى الۡمَسۡجِدِ (Aku senang pergi ke masjid).” 

رَغِبۡتُ adalah fiil dan fa’il. 

أَنۡ adalah huruf masdar yang me-nashb-kan fiil mudhari’. 

أَذۡهَبَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak. Pelakunya adalah kata ganti yang disembunyikan. Asumsinya adalah ana. 

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيۡكُمۡ﴾ [النساء: ٢٧]. 

(يُرِيدُ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ لِأَنَّهُ لَمۡ يَسۡبِقۡهُ نَاصِبٌ وَلَا جَازِمٌ. 

(أَنۡ): حَرۡفُ مَصۡدَرِيٍّ وَنَصۡبٍ. 

(يَتُوبَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ الظَّاهِرَةُ، وَالۡفَاعِلُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ تَقۡدِيرُهُ (هُوَ). 

Allah taala berfirman, “Allah hendak menerima tobat kalian.” (QS. An-Nisa`: 27). 

يُرِيدُ adalah fiil mudhari’ yang di-raf’ karena tidak didahului oleh pe-nashb atau pen-jazm. 

أَنۡ adalah huruf masdar dan nashb. 

يَتُوبَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak. Fa’il-nya adalah kata ganti yang disembunyikan. Asumsinya adalah dia (pria). 

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَأُمِرۡتُ أَنۡ أَكُونَ مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ﴾ [يونس: ٧٢]، فَالۡفِعۡلُ (أَكُونَ): مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ). 

Allah taala berfirman, “Dan aku (Nuh) disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang muslim.” (QS. Yunus: 72). 

Fiil أَكُونَ di-nashb dengan أَنۡ. 

(أُحِبُّ أَنۡ تَكۡتُبَ). 

(أُحِبُّ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ عَلَى آخِرِهِ. 

(أَنۡ): أَدَاةُ نَصۡبٍ وَمَصۡدَرٍ. 

(تَكۡتُبَ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَنۡصُوبٌ بِـ(أَنۡ) وَعَلَامَةُ نَصۡبِهِ الۡفَتۡحَةُ الظَّاهِرَةُ عَلَى آخِرِهِ. 

“أُحِبُّ أَنۡ تَكۡتُبَ (Aku senang engkau menulis).” 

أُحِبُّ adalah fiil mudhari’ yang di-raf’. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak di akhir kata. 

أَنۡ adalah perangkat nashb dan masdar. 

تَكۡتُبَ adalah fiil mudhari’ yang di-nashb dengan أَنۡ. Tanda nashb-nya adalah harakat fatah yang tampak di akhir kata.

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Bab Fiil - Faedah 2

فَائِدَةٌ:
Faedah


إِذَا بُدِئَ الۡمُضَارِعُ بِالۡيَاءِ يَكُونُ لِلۡغَائِبِ، وَفَاعِلُهُ مُسۡتَتِرٌ جَوَازًا تَقۡدِيرُهُ (هُوَ). 

Jika fiil mudhari’ diawali oleh huruf ya, maka dia untuk orang yang tidak hadir (orang ketiga). Fa’il-nya mustatir wujuban (wajib disembunyikan), asumsinya adalah huwa (dia [laki-laki]). 

وَإِذَا بُدِئَ بِالۡأَلِفِ يَكُونُ لِلۡمُتَكَلِّمِ، وَفَاعِلُهُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (أَنَا). 

Apabila diawali oleh huruf alif, maka dia untuk orang yang berbicara (orang pertama). Fa’il-nya adalah kata ganti yang mustatir wujuban, asumsinya adalah ana. 

إِذَا بُدِئَ بِالتَّاءِ فَهُوَ لِلۡمُخَاطَبِ، وَفَاعِلُهُ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (أَنۡتَ). 

وَقَدۡ يَكُونُ لِلۡغَائِبَةِ الۡمُؤَنَّثَةِ، فَيَكُونُ فَاعِلُهُ مُسۡتَتِرًا جَوَازًا تَقۡدِيرُهُ (هِيَ). هَٰذَا مَا لَمۡ يَتَّصِلۡ بِهِ أَلِفُ اثۡنَيۡنِ، أَوۡ وَاوُ جَمَاعَةٍ، أَوۡ يَاءُ مُخَاطَبَةٍ فَيَكُونُ بَارِزًا. 

Apabila diawali oleh huruf ta, maka dia untuk orang yang diajak bicara (orang kedua). Fa’il-nya mustatir wujuban, asumsinya adalah anta. 

Bisa juga untuk orang ketiga muanas, maka fa’il-nya mustatir jawazan (boleh disembunyikan), asumsinya hiya (dia [wanita]). Ini selama tidak disambung oleh huruf alif itsnain (bermakna ganda), atau huruf wawu jama’ah (bermakna jamak), atau huruf ya mukhathabah (bermakna orang kedua muanas). Kalau persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka fa’il-nya tampak. 

إِذَا بُدِئَ بِالنُّونِ مِثَالُهُ: (نَذۡهَبُ) يَكُونُ لِلۡمُتَكَلِّمِينَ، أَوۡ لِلۡمُتَكَلِّمِ الۡمُعَظِّمِ نَفۡسَهُ. وَفَاعِلُهُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (نَحۡنُ) أَوۡ (أَنَا). 

Apabila diawali oleh huruf nun, contohnya: “نَذۡهَبُ”, maka dia untuk orang-orang yang berbicara (orang pertama) atau satu orang pembicara yang memuliakan dirinya. Fa’il-nya adalah kata ganti mustatir wujuban, asumsinya adalah nahnu (kami) atau ana. 

إِذَنۡ كُلُّ مَا كَانَ تَقۡدِيرُهُ (أَنَا)، أَوۡ (أَنۡتَ)، أَوۡ (نَحۡنُ) فَهُوَ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا، وَمَا كَانَ تَقۡدِيرُهُ (هُوَ)، أَوۡ (هِيَ) فَهُوَ مُسۡتَتِرٌ جَوَازًا. 

Jadi setiap fa’il yang asumsinya ana, atau anta, atau nahnu, maka dia mustatir wujuban. Adapun fa’il yang asumsinya huwa (dia [laki-laki]) atau hiya (dia [wanita]), maka dia mustatir jawazan. 

(نَرۡقُدُ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ بالضَّمَّةِ الظَّاهِرَةِ، وَفَاعِلُهُ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (نَحۡنُ). 

“نَرۡقُدُ” adalah fiil mudhari’ yang di-raf’ menggunakan harakat damah yang tampak. Fa’il-nya mustatir wujuban, asumsinya adalah nahnu. 

(أَخَذَ) فِعۡلٌ مَاضٍ، لِمَاذَا الۡكَلِمَةُ مَبۡدُوءَةٌ بِالۡهَمۡزَةِ؟ لِأَنَّ الۡهَمۡزَةَ هَا هُنَا أَصۡلِيَّةٌ مِنۡ بِنۡيَةِ الۡكَلِمَةِ. 

وَإِعۡرَابُهَا: (أَخَذَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ، وَفَاعِلُهُ مُسۡتَتِرٌ جَوَازًا تَقۡدِیرُهُ (هُوَ). لِمَاذَا قُلۡنَا: جَوَازًا؟ لِأَنَّ تَقۡدِيرَهُ (هُوَ). 

“أَخَذَ” adalah fiil madhi. Mengapa kata ini diawali oleh huruf hamzah? Jawabannya, karena huruf hamzah di sini asli termasuk huruf penyusun kata. 

Ikrabnya “أَخَذَ” fiil madhi mabni di atas harakat fatah. Fa’il-nya mustatir jawazan, asumsinya adalah huwa. Mengapa kita katakan jawazan? Karena asumsi fa’il-nya adalah huwa. 

(نَبَعَ الۡمَاءُ). 

(نَبَعَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ. 

(الۡمَاءُ): فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ بِالضَّمَّةِ الظَّاهِرَةِ. 

“نَبَعَ الۡمَاءُ (Air itu keluar dari mata air).” 

نَبَعَ fiil madhi mabni di atas harakat fatah. 

الۡمَاءُ fa’il yang di-raf’ menggunakan harakat damah yang tampak. 

(يَبِسَ الثَّمَرُ) 

(يَبِسَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ. 

(الثَّمَرُ): فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ عَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ. 

“يَبِسَ الثَّمَرُ (Buah itu telah kering).” 

يَبِسَ fiil madhi mabni di atas harakat fatah. 

الثَّمَرُ fa’il yang di-raf’. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tampak. 

(نَأۡكُلُ الۡخُبۡزَ) (نَأۡكُلُ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ. وَمَا الدَّلِيلُ؟ لِأَنَّ أَوَّلَهُ نُونٌ زَائِدَةٌ. فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَرۡفُوعٌ بِالضَّمَّةِ. وَالۡفَاعِلُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (نَحۡنُ). (الۡخُبۡزَ): مَفۡعُولٌ بِهِ مَنۡصُوبٌ بِالۡفَتۡحَةِ الظَّاهِرَةِ. 

(نَرَی) فِعۡلٌ مُضَارِعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ ضَمَّةٌ مُقَدَّرَةٌ عَلَى آخِرِهِ مَنَعَ مِنۡ ظُهُورِهَا التَّعَذُّرُ، وَالۡفَاعِلُ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا تَقۡدِيرُهُ (نَحۡنُ). 

“نَأۡكُلُ الۡخُبۡزَ (Kami sedang makan roti).” نَأۡكُلُ fiil mudhari’. Apa dalilnya? Jawabannya, karena huruf pertamanya adalah huruf nun tambahan. Fiil mudhari’ yang di-raf’ menggunakan harakat damah. Fa’il-nya adalah kata ganti mustatir wujuban, asumsinya adalah nahnu. الۡخُبۡزَ maf’ul bih yang di-nashb menggunakan harakat fatah yang tampak. 

“نَرَى” fiil mudhari’. Tanda raf’-nya adalah harakat damah yang tersembunyi di huruf terakhirnya. Yang menghalangi dari kemunculannya adalah ta’adzdzur (tidak bisa diucapkan). Fa’il-nya adalah kata ganti mustatir wujuban, asumsinya adalah nahnu. 

قَوۡلُهُ: (يَجۡمَعُهَا قَوۡلُكَ: أَنَيۡتُ): إِذَا كَانَ مَبۡدُوءًا بِالۡهَمۡزَةِ فَتَقۡدِيرُ الۡفَاعِلِ فِيهِ (أَنَا) وَهُوَ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا، وَإِذَا كَانَ مَبۡدُوءًا بِالنُّونِ فَتَقۡدِيرُ الۡفَاعِلِ فِيهِ (نَحۡنُ) وَهُوَ أَيۡضًا مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا، إِذَا كَانَ مَبۡدُوءًا بِالۡيَاءِ فَتَقۡدِيرُهُ (هُوَ) وَهُوَ مُسۡتَتِرٌ جَوَازًا، إِذَا كَانَ مَبۡدُوءً بِالتَّاءِ تَقۡدِيرُهُ (أَنۡتَ) وَهُوَ مُسۡتَتِرٌ وُجُوبًا. 

Ucapan mualif, “Yang dikumpulkan oleh ucapanmu: أَنَيۡتُ.” Apabila fiil mudhari’ diawali oleh huruf hamzah, maka asumsi fa’il-nya adalah ana dan dia mustatir wujuban. Apabila diawali oleh huruf nun, maka asumsi fa’il-nya adalah nahnu dan dia juga mustatir wujuban. Apabila diawali oleh huruf ya, maka asumsi fa’il-nya adalah dia [laki-laki] dan dia mustatir jawazan. Apabila diawali oleh huruf ta, maka asumsi fa’il-nya adalah engkau [laki-laki] dan dia mustatir wujuban. 

وَقَوۡلُهُ: (وَهُوَ مَرۡفُوعٌ أَبَدًا): حَتَّى يَدۡخُلَ عَلَيۡهِ نَاصِبٌ أَوۡ جَازِمٌ، أَخَذۡنَاهَا. وَلَمۡ يَقُلِ الۡمُؤَلِّفُ: أَوۡ رَافِعٌ لِمَاذَا؟ لِأَنَّهُ الۡأَصۡلُ، وَلَمۡ يَقُلِ الۡخَافِضُ؟ لِأَنَّ الۡخَفۡضَ لَا يَدۡخُلُ عَلَى الۡأَفۡعَالِ، إِذَنۡ کَلَامُ الۡمُؤَلِّفِ مُحۡکَمٌ. 

وَقَالَ الۡمُؤَلِّفُ –رَحِمَهُ اللهُ-: (حَتَّى يَدۡخُلَ عَلَيۡهِ نَاصِبٌ أَوۡ جَازِمٌ)، وَلَمۡ يَقُلۡ: أَوۡ رَافِعٌ؛ لِأَنَّهُ الۡأَصۡلُ وَلَمۡ يَقُلۡ: أَوۡ خَافِضٌ؛ لِأَنَّ الۡخَفۡضَ لَا يَدۡخُلُ الۡأَفۡعَالَ. 

Ucapan mualif, “Dia (fiil mudhari’) selamanya di-raf’.” Sampai ada yang me-nashb-kan atau men-jazm-kan masuk padanya. Kita sudah memahaminya. Namun mualif tidak mengatakan: atau yang me-raf’-kan. Mengapa? Jawabannya, karena raf’ adalah asalnya. Mualif juga tidak mengatakan: atau yang me-khafdh-kan; karena khafdh tidak masuk kepada fiil-fiil. Jadi ucapan mualif telah jelas. 

Mualif—rahimahullah—berkata, “Sampai ada yang me-nashb-kan atau men-jazm-kan masuk padanya.” Mualif tidak mengatakan: atau yang me-raf’-kan; karena raf’ merupakan asal. Mualif juga tidak mengatakan: atau yang me-khafdh-kan; karena khafdh tidak masuk pada fiil-fiil.

'Umdatul Ahkam - Kitab Taharah - Bab tentang Mazi dan Selainnya

٤ - بَابٌ فِي الۡمَذۡيِ وَغَيۡرِهِ
4. Bab tentang mazi dan selainnya


٢٥ - عَنۡ عَلِيِّ بۡنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كُنۡتُ رَجُلًا مَذَّاءً. فَاسۡتَحۡيَيۡتُ أَنۡ أَسۡأَلَ رَسُولَ اللهِ ﷺ، لِمَكَانِ ابۡنَتِهِ مِنِّي، فَأَمَرۡتُ الۡمِقۡدَادَ بۡنَ الۡأَسۡوَدِ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: (يَغۡسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ). وَلِلۡبُخَارِيِّ: (تَوَضَّأۡ، وَاغۡسِلۡ ذَكَرَكَ). وَلِمُسۡلِمٍ: (تَوَضَّأۡ، وَانۡضَحۡ فَرۡجَكَ). 

25. Dari ‘Ali bin Abu Thalib—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: 

Dahulu, aku adalah pria yang banyak mazinya. Aku malu untuk bertanya kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—karena posisi putri beliau sebagai istriku. Aku pun memerintahkan Al-Miqdad bin Al-Aswad untuk bertanya kepada beliau. 

Rasulullah menjawab, “Dia mencuci kemaluannya dan berwudu.” 

Dalam riwayat milik Al-Bukhari, “Berwudulah dan cucilah kemaluanmu!” 

Dalam riwayat milik Muslim, “Berwudulah dan siramlah kemaluanmu!” [1]

٢٦ - عَنۡ عَبَّادِ بۡنِ تَمِيمٍ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ زَيۡدٍ بۡنِ عَاصِمٍ الۡمَازِنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: شُكِيَ إلَى النَّبِيِّ ﷺ الرَّجُلُ يُخَيَّلُ إلَيۡهِ أَنَّهُ يَجِدُ الشَّيۡءَ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ: (لَا يَنۡصَرِفُ حَتَّى يَسۡمَعَ صَوۡتًا، أَوۡ يَجِدَ رِيحًا). 

26. Dari ‘Abbad bin Tamim, dari ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Mazini—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Seorang pria dikonsultasikan kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Dikhayalkan padanya bahwa dia merasakan sesuatu ketika salat. Nabi bersabda, “Jangan dia batalkan hingga dia mendengar suara atau mencium bau.”[2]

٢٧ - وَعَنۡ أُمِّ قَيۡسِ بِنۡتِ مِحۡصَنٍ الۡأَسَدِيَّةِ (أَنَّهَا أَتَتۡ بِابۡنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمۡ يَأۡكُلِ الطَّعَامَ إلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَأَجۡلَسَهُ فِي حِجۡرِهِ، فَبَالَ عَلَى ثَوۡبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ، فَنَضَحَهُ عَلَى ثَوۡبِهِ، وَلَمۡ يَغۡسِلۡهُ). 

27. Dari Umu Qais binti Mihshan Al-Asadiyyah, bahwa beliau membawa putranya yang masih kecil yang belum mengonsumsi makanan kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau mendudukkan anak kecil itu di pangkuannya. Anak itu kencing mengenai pakaian beliau. Beliau minta air, lalu beliau siramkan ke atas pakaiannya dan beliau tidak mencucinya.[3]

٢٨ - عَنۡ عَائِشَةَ أُمِّ الۡمُؤۡمِنِينَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا، أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أُتِيَ بِصَبِيٍّ، فَبَالَ عَلَى ثَوۡبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ، فَأَتۡبَعَهُ إيَّاهُ. وَلِمُسۡلِمٍ: فَأَتۡبَعَهُ بَوۡلَهُ، وَلَمۡ يَغۡسِلۡهُ. 

28. Dari ‘Aisyah ibunda kaum mukminin—radhiyallahu ‘anha—, bahwa ada yang datang membawa seorang bayi kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Bayi itu kencing mengenai pakaian beliau. Beliau meminta air, lalu beliau menuangkan air ke bagian yang terkena kencing itu. 

Dalam riwayat Muslim: Lalu beliau menuangkan air ke bagian yang terkena kencing itu dan beliau tidak mencucinya.[4]

٢٩ - عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: (جَاءَ أَعۡرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الۡمَسۡجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ ﷺ، فَلَمَّا قَضَى بَوۡلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِذَنُوبٍ مِنۡ مَاءٍ فَأُهۡرِيقَ عَلَيۡهِ). 

29. Dari Anas bin Malik—radhiyallahu ‘anhu—, beliau mengatakan: Seorang arab badui datang lalu kencing di salah satu bagian masjid. Orang-orang menghardiknya. Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—melarang mereka. Ketika badui itu sudah menyelesaikan kencingnya, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—memerintahkan agar seember air disiramkan ke atasnya.[5]

٣٠ - عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: سَمِعۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: (الۡفِطۡرَةُ خَمۡسٌ: الۡخِتَانُ، وَالاسۡتِحۡدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقۡلِيمُ الۡأَظۡفَارِ، وَنَتۡفُ الۡإِبِطِ). 

30. Dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—, beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Perkara fitrah ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.”[6]






[5] HR. Al-Bukhari nomor 221 dan Muslim nomor 285. Diriwayatkan pula oleh An-Nasa`i nomor 53.

Sunan Ad-Darimi hadits nomor 741

٦٣ – بَابُ بَوۡلِ الۡغُلَامِ الَّذِي لَمۡ يَطۡعَمۡ
63. Bab kencing bayi yang belum memakan makanan


٧٤١ – أَخۡبَرَنَا عُثۡمَانُ بۡنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا مَالِكُ بۡنُ أَنَسٍ وَحَدَّثَنَاهُ، عَنۡ يُونُسَ أَيۡضًا، عَنِ الزُّهۡرِيِّ، عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُتۡبَةَ، عَنۡ أَمِّ قَيۡسٍ بِنۡتِ مِحۡصَنٍ أَنَّهَا أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ بِابۡنٍ لَهَا لَمۡ يَبۡلُغۡ أَنۡ يَأۡكُلَ الطَّعَامَ، فَأَجۡلَسَتۡهُ فِي حِجۡرِهِ، فَبَالَ عَلَيۡهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ، فَنَضَحَهُ، وَلَمۡ يَغۡسِلۡهُ. 

741. ‘Utsman bin ‘Umar telah mengabarkan kepada kami: Malik bin Anas menceritakan kepada kami. Beliau juga telah menceritakan kepada kami dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah, dari Umu Qais binti Mihshan; 

Bahwa beliau datang kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—membawa putranya yang (masih kecil) belum memakan makanan. Umu Qais mendudukkan putranya di pangkuan Nabi. Tiba-tiba, anak itu kencing di pangkuan beliau. Beliau pun minta diambilkan air lalu beliau memercikinya dan tidak mencucinya.

Sunan An-Nasa`i hadits nomor 54 dan 55

٥٤ – (صحيح) أَخۡبَرَنَا قُتَيۡبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبِيدَةُ، عَنۡ يَحۡيَى بۡنِ سَعِيدٍ، عَنۡ أَنَسٍ، قَالَ: بَالَ أَعۡرَابِيٌّ فِي الۡمَسۡجِدِ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِدَلۡوٍ مِنۡ مَاءٍ، فَصُبَّ عَلَيۡهِ. [ق]. 

54. [Sahih] Qutaibah telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abidah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa’id, dari Anas. Beliau berkata: 

Seorang arab badui kencing di masjid, lalu Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—memerintahkan untuk diambilkan seember air lalu dituangkan ke atas kencing itu. 

٥٥ – (صحيح) أَخۡبَرَنَا سُوَيۡدُ بۡنُ نَصۡرٍ، قَالَ: أَنۡبَأَنَا عَبۡدُ اللهِ، عَنۡ يَحۡيَى بۡنِ سَعِيدٍ، قَالَ: سَمِعۡتُ أَنَسًا يَقُولُ: جَاءَ أَعۡرَابِيٌّ إِلَى الۡمَسۡجِدِ، فَبَالَ، فَصَاحَ بِهِ النَّاسُ! فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (اتۡرُكُوهُ)، فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ، ثُمَّ أَمَرَ بِدَلۡوٍ فَصُبَّ عَلَيۡهِ. [ق]. 

55. [Sahih] Suwaid bin Nashr telah mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: ‘Abdullah memberitakan kepada kami dari Yahya bin Sa’id. Beliau berkata: Aku mendengar Anas mengatakan: 

Seorang arab badui datang ke masjid lalu kencing. Orang-orang menghardiknya, namun Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Biarkan dia!” 

Orang-orang pun membiarkannya sampai badui itu selesai kencing. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk diambilkan seember air lalu isinya dituangkan ke atasnya.

Shahih Muslim hadits nomor 303

٤ - بَابُ الۡمَذۡىِ
4. Bab mazi


١٧ – (٣٠٣) - حَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَهُشَيۡمٌ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ مُنۡذِرِ بۡنِ يَعۡلَىٰ - وَيُكۡنَىٰ أَبَا يَعۡلَىٰ - عَنِ ابۡنِ الۡحَنَفِيَّةِ، عَنۡ عَلِيٍّ، قَالَ: كُنۡتُ رَجُلًا مَذَّاءً وَكُنۡتُ أَسۡتَحۡيِي أَنۡ أَسۡأَلَ النَّبِيَّ ﷺ لِمَكَانِ ابۡنَتِهِ، فَأَمَرۡتُ الۡمِقۡدَادَ بۡنَ الۡأَسۡوَدِ، فَسَأَلَهُ فَقَالَ: (يَغۡسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ). 


17. (303). Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami: Waki’, Abu Mu’awiyah, dan Husyaim menceritakan kepada kami dari Al-A’masy, dari Mundzir bin Ya’la—beliau dipanggil dengan kunyah Abu Ya’la—, dari Ibnu Al-Hanafiyyah, dari ‘Ali. Beliau berkata: 

Dahulu, aku adalah pria yang banyak mazinya. Ketika itu, aku malu bertanya kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—karena posisi putri beliau (sebagai istriku). Maka, aku menyuruh Al-Miqdad bin Al-Aswad untuk bertanya kepada beliau. Beliau bersabda, “Dia cuci kemaluannya dan berwudu.” 

١٨ – (...) - وَحَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ حَبِيبٍ الۡحَارِثِيُّ: حَدَّثَنَا خَالِدٌ - يَعۡنِي ابۡنَ الۡحَارِثِ -: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ: أَخۡبَرَنِي سُلَيۡمَانُ قَالَ: سَمِعۡتُ مُنۡذِرًا، عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ عَلِيٍّ، عَنۡ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ: اسۡتَحۡيَيۡتُ أَنۡ أَسۡأَلَ النَّبِيَّ ﷺ عَنِ الۡمَذۡيِ مِنۡ أَجۡلِ فَاطِمَةَ، فَأَمَرۡتُ الۡمِقۡدَادَ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: (مِنۡهُ الۡوُضُوءُ). 

18. Yahya bin Habib Al-Haritsi telah menceritakan kepada kami: Khalid bin Al-Harits menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami: Sulaiman mengabarkan kepadaku. Beliau berkata: Aku mendengar Mundzir dari Muhammad bin ‘Ali, dari ‘Ali, bahwa beliau mengatakan: 

Aku malu bertanya kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tentang mazi karena Fathimah. Maka aku menyuruh Al-Miqdad untuk bertanya kepada beliau. Nabi bersabda, “Dia berwudu darinya.” 

١٩ – (...) - وَحَدَّثَنِي هَارُونُ بۡنُ سَعِيدٍ الۡأَيۡلِيُّ وَأَحۡمَدُ بۡنُ عِيسَىٰ، قَالَا: حَدَّثَنَا ابۡنُ وَهۡبٍ: أَخۡبَرَنِي مَخۡرَمَةُ بۡنُ بُكَيۡرٍ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بۡنُ أَبِي طَالِبٍ: أَرۡسَلۡنَا الۡمِقۡدَادَ بۡنَ الۡأَسۡوَدِ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَسَأَلَهُ عَنِ الۡمَذۡيِ يَخۡرُجُ مِنَ الۡإِنۡسَانِ، كَيۡفَ يَفۡعَلُ بِهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (تَوَضَّأۡ وَانۡضَحۡ فَرۡجَكَ). 

19. Harun bin Sa’id Al-Aili dan Ahmad bin ‘Isa telah menceritakan kepadaku. Keduanya berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami: Makhramah bin Bukair mengabarkan kepadaku dari ayahnya, dari Sulaiman bin Yasar, dari Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata: ‘Ali bin Abu Thalib berkata: 

Kami mengutus Al-Miqdad bin Al-Aswad kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—untuk menanyakan kepada beliau tentang mazi yang keluar dari seseorang. Bagaimana yang harus dia lakukan? Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Berwudulah dan cucilah kemaluanmu!”

Sunan Ibnu Majah hadits nomor 505

٥٠٥ – (صحيح) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُثۡمَانُ بۡنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا مَالِكُ بۡنُ أَنَسٍ، عَنۡ سَالِمٍ أَبِي النَّضۡرِ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ، عَنِ الۡمِقۡدَادِ بۡنِ الۡأَسۡوَدِ؛ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ ﷺ عَنِ الرَّجُلِ يَدۡنُو مِنِ امۡرَأَتِهِ فَلَا يُنۡزِلُ؟ قَالَ: (إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمۡ ذٰلِكَ فَلۡيَنۡضَحۡ فَرۡجَهُ) - يَعۡنِي لِيَغۡسِلۡهُ – وَيَتَوَضَّأۡ. [(صحيح أبي داود)(٢٠١)]. 

505. [Sahih] Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: ‘Utsman bin ‘Umar menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Salim bin Abu An-Nadhr, dari Sulaiman bin Yasar, dari Al-Miqdad bin Al-Aswad; Bahwa beliau bertanya kepada Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tentang seorang pria yang menggauli istrinya, namun tidak mengeluarkan mani. Nabi bersabda, “Jika salah seorang kalian mendapati yang demikian, maka dia cuci kemaluannya dan berwudu.”

Sunan Abu Dawud hadits nomor 207

٢٠٧ – (صحيح) حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡلَمَةَ، عَنۡ مَالِكٍ، عَنۡ أَبِي النَّضۡرِ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ يَسَارٍ، عَنِ الۡمِقۡدَادِ بۡنِ الۡأَسۡوَدِ، قَالَ: إِنَّ عَلِيَّ بۡنَ أَبِي طَالِبٍ [رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ] أَمَرَهُ أَنۡ يَسۡأَلَ [لَهُ] رَسُولَ اللهِ ﷺ عَنِ الرَّجُلِ إِذَا دَنَا مِنۡ أَهۡلِهِ فَخَرَجَ مِنۡهُ الۡمَذۡيُ، مَاذَا عَلَيۡهِ؟ فَإِنَّ عِنۡدِي ابۡنَتَهُ، وَأَنَا أَسۡتَحۡيِي أَنۡ أَسۡأَلَهُ، قَالَ الۡمِقۡدَادُ: فَسَأَلۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ عَنۡ ذٰلِكَ؟ فَقَالَ: (إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمۡ ذٰلِكَ فَلۡيَنۡضَحۡ فَرۡجَهُ، وَلۡيَتَوَضَّأۡ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ).

207. [Sahih] ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu An-Nadhr, dari Sulaiman bin Yasar, dari Al-Miqdad bin Al-Aswad. 

Beliau mengatakan: Sesungguhnya ‘Ali bin Abu Thalib—radhiyallahu ‘anhu—menyuruhnya untuk bertanya kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—untuknya tentang seorang pria yang apabila mendekati istrinya, maka mazi keluar darinya. Apa yang harus dia lakukan? Karena putri Rasulullah adalah istriku dan aku malu untuk bertanya kepada beliau. 

Al-Miqdad berkata: Aku menanyakan hal itu kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau menjawab, “Apabila salah seorang kalian mendapati hal itu, maka dia cuci kemaluannya dan berwudu dengan wudu untuk salat.”

'Umdatul Ahkam - Kitab Taharah - Bab Mengusap Khuff

٣ - بَابُ الۡمَسۡحِ عَلَى الۡخُفَّيۡنِ
3. Bab mengusap di atas dua khuff (jenis sepatu yang menutupi mata kaki)


٢٣ - عَنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كُنۡتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ، فَأَهۡوَيۡتُ لِأَنۡزِعَ خُفَّيۡهِ، فَقَالَ: (دَعۡهُمَا، فَإِنِّي أَدۡخَلۡتُهُمَا طَاهِرَتَيۡنِ) فَمَسَحَ عَلَيۡهِمَا. 

23. Dari Al-Mughirah bin Syu’bah—radhiyallahu ‘anhu—. Beliau mengatakan: Aku pernah bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dalam suatu safar. Aku menjulurkan tangan untuk melepas kedua khuff beliau, namun beliau bersabda, “Biarkan keduanya! Karena aku telah memasukkan keduanya dalam keadaan suci.” Lalu beliau mengusap di atas dua khuff tersebut.[1]

٢٤ - عَنۡ حُذَيۡفَةَ بۡنِ الۡيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: (كُنۡتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، فَبَالَ، وَتَوَضَّأَ، وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيۡهِ). مُخۡتَصَرًا. 

24. Dari Hudzaifah bin Al-Yaman—radhiyallahu ‘anhuma—. Beliau berkata: Aku pernah bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, lalu beliau kencing, berwudu, dan mengusap di atas kedua khuff-nya. Riwayat ini disebutkan secara ringkas.[2]



Shahih Muslim hadits nomor 274

٧٥ – (٢٧٤) - حَدَّثَنَا قُتَيۡبَةُ بۡنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا لَيۡثٌ. (ح) وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ رُمۡحِ بۡنِ الۡمُهَاجِرِ: أَخۡبَرَنَا اللَّيۡثُ، عَنۡ يَحۡيَىٰ بۡنِ سَعِيدٍ، عَنۡ سَعۡدِ بۡنِ إِبۡرَاهِيمَ، عَنۡ نَافِعِ بۡنِ جُبَيۡرٍ، عَنۡ عُرۡوَةَ بۡنِ الۡمُغِيرَةِ، عَنۡ أَبِيهِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ، عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ: أَنَّهُ خَرَجَ لِحَاجَتِهِ، فَاتَّبَعَهُ الۡمُغِيرَةُ بِإِدَاوَةٍ فِيهَا مَاءٌ، فَصَبَّ عَلَيۡهِ حِينَ فَرَغَ مِنۡ حَاجَتِهِ. فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى الۡخُفَّيۡنِ. 

وَفِي رِوَايَةِ ابۡنِ رُمۡحٍ مَكَانَ (حِينَ)، (حَتَّى). 


75. (274). Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami: Laits menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) Muhammad bin Rumh bin Al-Muhajir telah menceritakan kepada kami: Al-Laits mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Sa’id, dari Sa’d bin Ibrahim, dari Nafi’ bin Jubair, dari ‘Urwah bin Al-Mughirah, dari ayahnya, yaitu: Al-Mughirah bin Syu’bah, dari Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—: Bahwa beliau keluar untuk buang hajat. Lalu Al-Mughirah mengikuti beliau dengan membawa sewadah air. Al-Mughirah menuangkan air kepada beliau ketika beliau sudah selesai buang hajat. Beliau berwudu dan mengusap bagian atas kedua khuff

Di dalam riwayat Ibnu Rumh menggunakan kata حَتَّى sebagai ganti حِينَ. 

(...) -وَحَدَّثَنَاهُ مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّىٰ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡوَهَّابِ. قَالَ: سَمِعۡتُ يَحۡيَىٰ بۡنَ سَعِيدٍ، بِهَٰذَا الۡإِسۡنَادِ. وَقَالَ: فَغَسَلَ وَجۡهَهُ وَيَدَيۡهِ، وَمَسَحَ بِرَأۡسِهِ، ثُمَّ مَسَحَ عَلَى الۡخُفَّيۡنِ. 

Muhammad bin Al-Mutsanna telah menceritakannya kepada kami: ‘Abdul Wahhab menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Aku mendengar Yahya bin Sa’id melalui sanad ini. Beliau berkata: Lalu beliau mencuci wajah dan kedua tangannya, mengusap kepala, kemudian mengusap bagian atas kedua khuff

٧٦ – (...) - وَحَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ التَّمِيمِيُّ: أَخۡبَرَنَا أَبُو الۡأَحۡوَصِ، عَنۡ أَشۡعَثَ، عَنِ الۡأَسۡوَدِ بۡنِ هِلَالٍ، عَنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ؛ قَالَ: بَيۡنَا أَنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ ذَاتَ لَيۡلَةٍ. إِذۡ نَزَلَ فَقَضَى حَاجَتَهُ، ثُمَّ جَاءَ فَصَبَبۡتُ عَلَيۡهِ مِنۡ إِدَاوَةٍ كَانَتۡ مَعِي. فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيۡهِ. 

76. Yahya bin Yahya At-Tamimi telah menceritakan kepada kami: Abu Al-Ahwash mengabarkan kepada kami dari Asy’ats, dari Al-Aswad bin Hilal, dari Al-Mughirah bin Syu’bah. Beliau berkata: Ketika aku bersama Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pada suatu malam. Tiba-tiba beliau turun lalu buang hajat. Kemudian beliau datang. Aku pun menuangkan air untuk beliau dari wadah yang kubawa. Beliau berwudu dan mengusap bagian atas kedua khuff-nya. 

٧٧ – (...) - وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكۡرِ بۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ وَأَبُو كُرَيۡبٍ: قَالَ أَبُو بَكۡرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ مُسۡلِمٍ، عَنۡ مَسۡرُوقٍ، عَنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ؛ قَالَ: كُنۡتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ: (يَا مُغِيرَةُ، خُذِ الۡإِدَاوَةَ) فَأَخَذۡتُهَا، ثُمَّ خَرَجۡتُ مَعَهُ، فَانۡطَلَقَ رَسُولُ اللهِ ﷺ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي، فَقَضَىٰ حَاجَتَهُ. ثُمَّ جَاءَ وَعَلَيۡهِ جُبَّةٌ شَامِيَّةٌ ضَيِّقَةُ الۡكُمَّيۡنِ، فَذَهَبَ يُخۡرِجُ يَدَهُ مِنۡ كُمِّهَا فَضَاقَتۡ عَلَيۡهِ، فَأَخۡرَجَ يَدَهُ مِنۡ أَسۡفَلِهَا، فَصَبَبۡتُ عَلَيۡهِ، فَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ مَسَحَ عَلَى خُفَّيۡهِ ثُمَّ صَلَّى. 


77. Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami. Abu Bakr berkata: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami dari Al-A’masy, dari Muslim, dari Masruq, dari Al-Mughirah bin Syu’bah. Beliau mengatakan: 

Aku pernah bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dalam suatu safar. 

Beliau bersabda, “Wahai Mughirah, ambillah wadah air itu!” 

Aku pun mengambilnya kemudian aku keluar bersama beliau. Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pergi hingga tidak terlihat olehku, lalu beliau buang hajat. Kemudian beliau datang. Beliau memakai sebuah jubah buatan Syam yang bagian kedua lengannya sempit. Beliau mencoba mengeluarkan tangan dari kedua lengan jubahnya, namun terlalu sempit. Beliau pun mengeluarkan tangan dari bawahnya. Aku menuangkan air untuk beliau. Lalu beliau berwudu dengan wudu untuk salat, kemudian beliau mengusap bagian atas kedua khuff, kemudian salat. 

٧٨ – (...) - وَحَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ وَعَلِيُّ بۡنُ خَشۡرَمٍ، جَمِيعًا عَنۡ عِيسَى بۡنِ يُونُسَ، قَالَ إِسۡحَاقُ: أَخۡبَرَنَا عِيسَىٰ: حَدَّثَنَا الۡأَعۡمَشُ، عَنۡ مُسۡلِمٍ، عَنۡ مَسۡرُوقٍ، عَنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ؛ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لِيَقۡضِيَ حَاجَتَهُ، فَلَمَّا رَجَعَ تَلَقَّيۡتُهُ بِالۡإِدَاوَةِ، فَصَبَبۡتُ عَلَيۡهِ فَغَسَلَ يَدَيۡهِ، ثُمَّ غَسَلَ وَجۡهَهُ، ثُمَّ ذَهَبَ لِيَغۡسِلَ ذِرَاعَيۡهِ فَضَاقَتِ الۡجُبَّةُ فَأَخۡرَجَهُمَا مِنۡ تَحۡتِ الۡجُبَّةِ، فَغَسَلَهُمَا وَمَسَحَ رَأۡسَهُ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيۡهِ ثُمَّ صَلَّى بِنَا. 

78. Ishaq bin Ibrahim dan ‘Ali bin Khasyram telah menceritakan kepada kami. Semuanya dari ‘Isa bin Yunus. Ishaq berkata: ‘Isa mengabarkan kepada kami: Al-A’masy menceritakan kepada kami dari Muslim, dari Masruq, dari Al-Mughirah bin Syu’bah. Beliau mengatakan: 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—keluar untuk buang hajat. Ketika beliau kembali, aku menyambut beliau dengan membawa sewadah air. Aku tuangkan air kepada beliau. Beliau mencuci kedua tangan, kemudian mencuci wajah. Kemudian beliau mencoba mencuci kedua hastanya namun jubah beliau sempit sehingga beliau harus mengeluarkan kedua hastanya dari bawah jubah tersebut. Beliau mencuci kedua hasta lalu mengusap kepala dan mengusap bagian atas kedua khuff. Kemudian beliau salat mengimami kami. 

٧٩ – (...) - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ نُمَيۡرٍ: حَدَّثَنَا أَبِي: حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ، عَنۡ عَامِرٍ، قَالَ: أَخۡبَرَنِي عُرۡوَةُ بۡنُ الۡمُغِيرَةِ، عَنۡ أَبِيهِ؛ قَالَ: كُنۡتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ذَاتَ لَيۡلَةٍ فِي مَسِيرٍ. فَقَالَ لِي: (أَمَعَكَ مَاءٌ)؟ قُلۡتُ: نَعَمۡ، فَنَزَلَ عَنۡ رَاحِلَتِهِ، فَمَشَىٰ حَتَّى تَوَارَى فِي سَوَادِ اللَّيۡلِ. ثُمَّ جَاءَ فَأَفۡرَغۡتُ عَلَيۡهِ مِنَ الۡإِدَاوَةِ، فَغَسَلَ وَجۡهَهُ، وَعَلَيۡهِ جُبَّةٌ مِنۡ صُوفٍ، فَلَمۡ يَسۡتَطِعۡ أَنۡ يُخۡرِجَ ذِرَاعَيۡهِ مِنۡهَا. حَتَّى أَخۡرَجَهُمَا مِنۡ أَسۡفَلِ الۡجُبَّةِ، فَغَسَلَ ذِرَاعَيۡهِ، وَمَسَحَ بِرَأۡسِهِ، ثُمَّ أَهۡوَيۡتُ لِأَنۡزِعَ خُفَّيۡهِ فَقَالَ: (دَعۡهُمَا فَإِنِّي أَدۡخَلۡتُهُمَا طَاهِرَتَيۡنِ) وَمَسَحَ عَلَيۡهِمَا. 

79. Muhammad bin ‘Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami: Ayahku menceritakan kepada kami: Zakariyya` menceritakan kepada kami dari ‘Amir. Beliau berkata: ‘Urwah bin Al-Mughirah mengabarkan kepadaku dari ayahnya. Beliau mengatakan: 

Aku pernah bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pada suatu malam dalam sebuah perjalanan. Beliau bertanya kepadaku, “Apakah engkau membawa air?” 

Aku menjawab, “Iya.” 

Beliau turun dari tunggangan lalu berjalan hingga menghilang di kegelapan malam. Kemudian beliau datang. Aku menuangkan air dari wadah untuk beliau. Beliau mencuci wajah. Ketika itu beliau memakai sebuah jubah dari wol. Beliau tidak mampu untuk mengeluarkan kedua hasta darinya, hingga beliau pun mengeluarkannya dari bawah jubah. Lalu beliau mencuci kedua hasta dan mengusap kepala. 

Kemudian aku mengulurkan tangan hendak melepas kedua khuff beliau, namun beliau bersabda, “Biarkan keduanya! Karena aku memasukkannya dalam keadaan suci.” 

Beliau mengusap bagian atas kedua khuff itu. 

٨٠ – (...) - وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ بۡنُ مَنۡصُورٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بۡنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنِ الشَّعۡبِيِّ، عَنۡ عُرۡوَةَ بۡنِ الۡمُغِيرَةِ، عَنۡ أَبِيهِ: أَنَّهُ وَضَّأَ النَّبِيَّ ﷺ، فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيۡهِ. فَقَالَ لَهُ، فَقَالَ: (إِنِّي أَدۡخَلۡتُهُمَا طَاهِرَتَيۡنِ). 

80. Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepadaku: Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami: ‘Umar bin Abu Za`idah menceritakan kepada kami dari Asy-Sya’bi, dari ‘Urwah bin Al-Mughirah, dari ayahnya: Bahwa beliau membantu Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berwudu. Nabi berwudu dan mengusap bagian atas kedua khuff-nya. Nabi bersabda kepada Al-Mughirah, “Sesungguhnya aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci.”

٢٣ - بَابُ الۡمَسۡحِ عَلَى النَّاصِيَةِ وَالۡعِمَامَةِ
23. Bab mengusap ubun-ubun dan serban 


٨١ – (...) - وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ بَزِيعٍ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ - يَعۡنِي ابۡنَ زُرَيۡعٍ -: حَدَّثَنَا حُمَيۡدٌ الطَّوِيلُ: حَدَّثَنَا بَكۡرُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ الۡمُزَنِيُّ، عَنۡ عُرۡوَةَ بۡنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ، عَنۡ أَبِيهِ قَالَ: تَخَلَّفَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَتَخَلَّفۡتُ مَعَهُ، فَلَمَّا قَضَىٰ حَاجَتَهُ قَالَ: (أَمَعَكَ مَاءٌ؟) فَأَتَيۡتُهُ بِمَطۡهَرَةٍ، فَغَسَلَ كَفَّيۡهِ وَوَجۡهَهُ، ثُمَّ ذَهَبَ يَحۡسِرُ عَنۡ ذِرَاعَيۡهِ فَضَاقَ كُمُّ الۡجُبَّةِ، فَأَخۡرَجَ يَدَهُ مِنۡ تَحۡتِ الۡجُبَّةِ، وَأَلۡقَى الۡجُبَّةَ عَلَى مَنۡكِبَيۡهِ، وَغَسَلَ ذِرَاعَيۡهِ، وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الۡعِمَامَةِ وَعَلَى خُفَّيۡهِ، ثُمَّ رَكِبَ وَرَكِبۡتُ، فَانۡتَهَيۡنَا إِلَى الۡقَوۡمِ وَقَدۡ قَامُوا فِي الصَّلَاةِ. يُصَلِّي بِهِمۡ عَبۡدُ الرَّحۡمَٰنِ بۡنُ عَوۡفٍ وَقَدۡ رَكَعَ بِهِمۡ رَكۡعَةً. فَلَمَّا أَحَسَّ بِالنَّبِيِّ ﷺ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ، فَأَوۡمَأَ إِلَيۡهِ فَصَلَّى بِهِمۡ. فَلَمَّا سَلَّمَ قَامَ النَّبِيُّ ﷺ وَقُمۡتُ، فَرَكَعۡنَا الرَّكۡعَةَ الَّتِي سَبَقَتۡنَا. 

81. Muhammad bin ‘Abdullah bin Bazi’ telah menceritakan kepadaku: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami: Humaid Ath-Thawil menceritakan kepada kami: Bakr bin ‘Abdullah Al-Muzani menceritakan kepada kami dari ‘Urwah bin Al-Mughirah bin Syu’bah, dari ayahnya. Beliau berkata: 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—tertinggal rombongan dan aku juga tertinggal bersama beliau. Ketika beliau sudah buang hajat, beliau bertanya, “Apakah engkau membawa air?” 

Aku pun mendatangi beliau dengan membawa wadah air untuk bersuci. Beliau mencuci kedua tangan dan wajah. Kemudian beliau mencoba menyingkap kedua hastanya, namun lengan jubah beliau sempit. Lalu beliau mengeluarkan tangan dari bawah jubah dan menyampirkan jubah di atas kedua bahunya. Beliau mencuci kedua hasta, mengusap ubun-ubun, di atas serban, dan bagian atas kedua khuff

Kemudian beliau menaiki tunggangan. Begitu pula aku. Kami sampai ke tempat rombongan yang sedang berdiri salat. ‘Abdurrahman bin ‘Auf salat mengimami mereka dan beliau sudah salat satu rakaat. Ketika beliau menyadari kehadiran Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, beliau hendak mundur, namun Nabi memberi isyarat kepadanya sehinga ‘Abdurrahman bin ‘Auf tetap salat mengimami mereka. Ketika ‘Abdurrahman sudah salam, Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan aku berdiri. Kami salat satu rakaat yang terluput. 

٨٢ – (...) - حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بۡنُ بِسۡطَامَ وَمُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الۡأَعۡلَىٰ، قَالَا: حَدَّثَنَا الۡمُعۡتَمِرُ عَنۡ أَبِيهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي بَكۡرُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ، عَنِ ابۡنِ الۡمُغِيرَةِ، عَنۡ أَبِيهِ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ مَسَحَ عَلَى الۡخُفَّيۡنِ، وَمُقَدَّمِ رَأۡسِهِ، وَعَلَى عِمَامَتِهِ. 

82. Umayyah bin Bistham dan Muhammad bin ‘Abdul A’la telah menceritakan kepada kami. Keduanya berkata: Al-Mu’tamir menceritakan kepada kami dari ayahnya. Beliau berkata: Bakr bin ‘Abdullah menceritakan kepadaku dari Ibnu Al-Mughirah, dari ayahnya: Bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—mengusap atas kedua khuff, bagian depan kepala, dan serbannya. 

(...) - وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الۡأَعۡلَىٰ: حَدَّثَنَا الۡمُعۡتَمِرُ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ بَكۡرٍ، عَنِ الۡحَسَنِ، عَنِ ابۡنِ الۡمُغِيرَةِ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ،... بِمِثۡلِهِ. 

Muhammad bin ‘Abdul A’la telah menceritakan kepada kami: Al-Mu’tamir menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Bakr, dari Al-Hasan, dari Ibnu Al-Mughirah, dari ayahnya, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—… semisal hadis tersebut. 

٨٣ – (...) - وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ بَشَّارٍ وَمُحَمَّدُ بۡنُ حَاتِمٍ، جَمِيعًا عَنۡ يَحۡيَىٰ الۡقَطَّانِ. قَالَ ابۡنُ حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ سَعِيدٍ، عَنِ التَّيۡمِيِّ، عَنۡ بَكۡرِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ، عَنِ الۡحَسَنِ، عَنِ ابۡنِ الۡمُغِيرَةِ بۡنِ شُعۡبَةَ، عَنۡ أَبِيهِ؛ - قَالَ بَكۡرٌ: وَقَدۡ سَمِعۡتُ مِنِ ابۡنِ الۡمُغِيرَةِ -: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ تَوَضَّأَ، فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ، وَعَلَى الۡعِمَامَةِ، وَعَلَى الۡخُفَّيۡنِ. 

83. Muhammad bin Basysyar dan Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami. Semuanya dari Yahya Al-Qaththan. Ibnu Hatim berkata: Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami dari At-Taimi, dari Bakr bin ‘Abdullah, dari Al-Hasan, dari putra Al-Mughirah bin Syu’bah, dari ayahnya. Bakr berkata: Aku mendengar putra Al-Mughirah. Bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—berwudu lalu mengusap ubun-ubun, serban, dan bagian atas kedua khuff.

Shahih Muslim hadits nomor 273

٧٣ – (٢٧٣) - حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ التَّمِيمِيُّ: أَخۡبَرَنَا أَبُو خَيۡثَمَةَ، عَنِ الۡأَعۡمَشِ، عَنۡ شَقِيقٍ، عَنۡ حُذَيۡفَةَ؛ قَالَ: كُنۡتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ، فَانۡتَهَىٰ إِلَى سُبَاطَةِ قَوۡمٍ، فَبَالَ قَائِمًا، فَتَنَحَّيۡتُ، فَقَالَ: (ادۡنُهۡ) فَدَنَوۡتُ حَتَّى قُمۡتُ عِنۡدَ عَقِبَيۡهِ. فَتَوَضَّأَ، فَمَسَحَ عَلَى خُفَّيۡهِ. 


73. (273). Yahya bin Yahya At-Tamimi telah menceritakan kepada kami: Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dari Hudzaifah. Beliau mengatakan: 

Aku pernah bersama Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—, lalu beliau sampai ke tempat pembuangan sampah suatu kaum. Beliau lalu kencing dengan berdiri, maka aku menyingkir. Beliau bersabda, “Mendekatlah!” 

Aku pun mendekat hingga aku berdiri di dekat dua tumit beliau. Lalu beliau berwudu dan mengusap di atas kedua khuff-nya. 

٧٤ – (...) - حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ يَحۡيَىٰ: أَخۡبَرَنَا جَرِيرٌ، عَنۡ مَنۡصُورٍ، عَنۡ أَبِي وَائِلٍ؛ قَالَ: كَانَ أَبُو مُوسَىٰ يُشَدِّدُ فِي الۡبَوۡلِ. وَيَبُولُ فِي قَارُورَةٍ وَيَقُولُ: إِنَّ بَنِي إِسۡرَائِيلَ كَانَ إِذَا أَصَابَ جِلۡدَ أَحَدِهِمۡ بَوۡلٌ قَرَضَهُ بِالۡمَقَارِيضِ. فَقَالَ حُذَيۡفَةُ: لَوَدِدۡتُ أَنَّ صَاحِبَكُمۡ لَا يُشَدِّدُ هَٰذَا التَّشۡدِيدَ، فَلَقَدۡ رَأَيۡتُنِي أَنَا وَرَسُولُ اللهِ ﷺ نَتَمَاشَىٰ، فَأَتَى سُبَاطَةً خَلۡفَ حَائِطٍ، فَقَامَ كَمَا يَقُومُ أَحَدُكُمۡ، فَبَالَ. فَانۡتَبَذۡتُ مِنۡهُ، فَأَشَارَ إِلَىَّ فَجِئۡتُ، فَقُمۡتُ عِنۡدَ عَقِبِهِ حَتَّى فَرَغَ. 

74. Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami: Jarir mengabarkan kepada kami dari Manshur, dari Abu Wa`il. Beliau berkata: 

Dahulu Abu Musa terlalu bersikap kaku dalam perkara kencing. Beliau biasa kencing di dalam bejana kaca. Beliau berkata, “Sesungguhnya bani Israil itu, apabila kencing mengenai kulit salah seorang mereka, maka dia memotongnya dengan alat pemotong.” 

Hudzaifah berkata, “Aku sangat ingin kalau teman kalian itu tidak terlalu bersikap kaku seperti ini. Sungguh aku dan Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pernah berjalan bersama. Beliau mendatangi tempat pembuangan sampah di belakang sebuah dinding. Beliau berdiri sebagaimana salah seorang kalian berdiri, lalu beliau kencing. Aku pun menyingkir dari beliau. Beliau memberi isyarat agar aku datang mendekat. Aku pun berdiri di belakang beliau hingga beliau selesai.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 293

٢٩٣ - حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ قَالَ: أَخۡبَرَنِي أَبِي قَالَ: أَخۡبَرَنِي أَبُو أَيُّوبَ قَالَ: أَخۡبَرَنِي أُبَيُّ بۡنُ كَعۡبٍ أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِذَا جَامَعَ الرَّجُلُ الۡمَرۡأَةَ فَلَمۡ يُنۡزِلۡ؟ قَالَ: (يَغۡسِلُ مَا مَسَّ الۡمَرۡأَةَ مِنۡهُ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي). قَالَ أَبُو عَبۡدِ اللهِ: الۡغَسۡلُ أَحۡوَطُ، وَذَاكَ الۡأَخِيرُ، وَإِنَّمَا بَيَّنَّا لِاخۡتِلَافِهِمۡ.

293. Musaddad telah menceritakan kepada kami: Yahya menceritakan kepada kami dari Hisyam bin ‘Urwah. Beliau berkata: Ayahku mengabarkan kepadaku. Beliau berkata: Abu Ayyub mengabarkan kepadaku. Beliau berkata: 

Ubay bin Ka’b mengabarkan kepadaku bahwa beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, apabila seorang pria menjimak istrinya, namun tidak sampai mengeluarkan mani. Bagaimana?” 

Rasulullah menjawab, “Dia mencuci bagian tubuh yang terkena cairan dari farji istri, kemudian dia berwudu, dan dia boleh salat.”

Abu ‘Abdullah berkata: Mandi (meskipun tidak keluar mani) merupakan sikap yang lebih hati-hati dan yang terakhir disyariatkan. Kami menjelaskannya hanya karena ada perselisihan di antara sahabat dalam masalah ini.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 277

١٩ - بَابُ مَنۡ بَدَأَ بِشِقِّ رَأۡسِهِ الۡأَيۡمَنِ فِي الۡغُسۡلِ
19. Bab barang siapa memulai dengan belahan rambut yang kanan ketika mandi


٢٧٧ - حَدَّثَنَا خَلَّادُ بۡنُ يَحۡيَى قَالَ: حَدَّثَنَا إِبۡرَاهِيمُ بۡنُ نَافِعٍ، عَنِ الۡحَسَنِ بۡنِ مُسۡلِمٍ، عَنۡ صَفِيَّةَ بِنۡتِ شَيۡبَةَ، عَنۡ عَائِشَةَ قَالَتۡ: كُنَّا إِذَا أَصَابَتۡ إِحۡدَانَا جَنَابَةٌ، أَخَذَتۡ بِيَدَيۡهَا ثَلَاثًا فَوۡقَ رَأۡسِهَا، ثُمَّ تَأۡخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَا الۡأَيۡمَنِ، وَبِيَدِهَا الۡأُخۡرَى عَلَى شِقِّهَا الۡأَيۡسَرِ. 

277. Khallad bin Yahya telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Ibrahim bin Nafi’ menceritakan kepada kami dari Al-Hasan bin Muslim, dari Shafiyyah binti Syaibah, dari ‘Aisyah. Beliau mengatakan: Kami dahulu, apabila salah seorang kami dalam keadaan junub, maka dia mengambil air menggunakan kedua tangannya lalu menuangkan ke atas kepala sebanyak tiga kali. Kemudian dia mengambil air dengan tangannya (dan menuangkannya) ke bagian (kepala) sebelah kanan. Lalu dia mengambil air yang lain dengan tangannya (dan menuangkan) ke bagian (kepala) sebelah kiri.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 6158

٩٤ - بَابٌ مَا جَاءَ فِي زَعَمُوا
94. Bab riwayat tentang ucapan “za’amu (mereka mengklaim)” 


٦١٥٨ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مَسۡلَمَةَ، عَنۡ مَالِكٍ، عَنۡ أَبِي النَّضۡرِ مَوۡلَى عُمَرَ بۡنِ عُبَيۡدِ اللهِ: أَنَّ أَبَا مُرَّةَ مَوۡلَى أُمِّ هَانِىءٍ بِنۡتِ أَبِي طَالِبٍ أَخۡبَرَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ أَمَّ هَانِىءٍ بِنۡتَ أَبِي طَالِبٍ تَقُولُ: ذَهَبۡتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ عَامَ الۡفَتۡحِ، فَوَجَدۡتُهُ يَغۡتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابۡنَتُهُ تَسۡتُرُهُ، فَسَلَّمۡتُ عَلَيۡهِ، فَقَالَ: (مَنۡ هَٰذِهِ؟). فَقُلۡتُ أَنَا أُمُّ هَانِىءٍ بِنۡتُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: (مَرۡحَبًا بِأُمِّ هَانِىءٍ). فَلَمَّا فَرَغَ مِنۡ غُسۡلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، مُلۡتَحِفًا فِي ثَوۡبٍ وَاحِدٍ، فَلَمَّا انۡصَرَفَ قُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، زَعَمَ ابۡنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدۡ أَجَرۡتُهُ، فُلَانُ ابۡنُ هُبَيۡرَةَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (قَدۡ أَجَرۡنَا مَنۡ أَجَرۡتِ يَا أُمَّ هَانِىءٍ). قَالَتۡ أُمُّ هَانِىءٍ: وَذَاكَ ضُحًى. [طرفه في: ٢٨٠]. 

6158. ‘Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abu An-Nadhr maula ‘Umar bin ‘Ubaidullah: Bahwa Abu Murrah maula Umu Hani` binti Abu Thalib mengabarkan kepadanya: Bahwa beliau mendengar Umu Hani` binti Abu Thalib mengatakan: 

Aku pergi ke tempat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pada tahun Fathu Makkah. Aku mendapati beliau sedang mandi dan Fathimah, putrinya, sedang menabiri beliau. Aku mengucapkan salam kepada beliau. 

Rasulullah bertanya, “Siapa ini?” 

Aku menjawab, “Saya Umu Hani` binti Abu Thalib.” 

Rasulullah berkata, “Marhaban Umu Hani`.” 

Ketika beliau selesai mandi, beliau berdiri salat delapan rakaat dengan menyelimutkan selembar pakaian ke tubuhnya. 

Ketika beliau selesai salat, aku berkata, “Wahai Rasulullah, putra ibuku mengatakan bahwa dia bertekad membunuh seorang pria yang telah aku beri jaminan keamanan, yaitu Fulan putra Hubairah.” 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sungguh kami memberi jaminan keamanan kepada orang yang engkau beri jaminan keamanan, wahai Umu Hani`.” 

Umu Hani` berkata: Salat yang beliau kerjakan adalah salat Duha.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3171

٩ - بَابُ أَمَانِ النِّسَاءِ وَجِوَارِهِنَّ
9. Bab pemberian jaminan keamanan oleh para wanita


٣١٧١ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ أَبِي النَّضۡرِ مَوۡلَى عُمَرَ بۡنِ عُبَيۡدِ اللهِ: أَنَّ أَبَا مُرَّةَ مَوۡلَى أُمِّ هَانِىءٍ ابۡنَةِ أَبِي طَالِبٍ أَخۡبَرَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ أُمَّ هَانِىءٍ ابۡنَةَ أَبِي طَالِبٍ تَقُولُ: ذَهَبۡتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ عَامَ الۡفَتۡحِ، فَوَجَدۡتُهُ يَغۡتَسِلُ، وَفَاطِمَةُ ابۡنَتُهُ تَسۡتُرُهُ، فَسَلَّمۡتُ عَلَيۡهِ، فَقَالَ: (مَنۡ هَٰذِهِ؟) فَقُلۡتُ: أَنَا أُمُّ هَانِىءٍ بِنۡتُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: (مَرۡحَبًا بِأُمِّ هَانِىءٍ)، فَلَمَّا فَرَغَ مِنۡ غُسۡلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، مُلۡتَحِفًا فِي ثَوۡبٍ وَاحِدٍ، فَقُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، زَعَمَ ابۡنُ أُمِّي، عَلِيٌّ، أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدۡ أَجَرۡتُهُ، فُلَانُ بۡنُ هُبَيۡرَةَ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (قَدۡ أَجَرۡنَا مَنۡ أَجَرۡتِ يَا أُمَّ هَانِىءٍ). قَالَتۡ أُمُّ هَانِىءٍ: وَذٰلِكَ ضُحًى. [الحديث ٣١٧١ – طرفاه في: ٣٥٧، ٦١٥٨]. 

3171. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik menceritakan kepada kami dari Abu An-Nadhr maula ‘Umar bin ‘Ubaidullah: Bahwa Abu Murrah maula Umu Hani` binti Abu Thalib mengabarkan kepadanya: Bahwa beliau mendengar Umu Hani` binti Abu Thalib mengatakan: 

Aku pergi ke tempat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pada tahun Fathu Makkah. Aku mendapati beliau sedang mandi dan Fathimah, putrinya, sedang menabiri beliau. Aku mengucapkan salam kepada beliau. 

Rasulullah bertanya, “Siapa ini?” 

Aku menjawab, “Saya Umu Hani` binti Abu Thalib.” 

Rasulullah berkata, “Marhaban Umu Hani`.” 

Ketika beliau selesai mandi, beliau berdiri salat delapan rakaat dengan menyelimutkan selembar pakaian ke tubuhnya. 

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, putra ibuku, yaitu ‘Ali, mengatakan bahwa dia bertekad membunuh seorang pria yang telah aku beri jaminan keamanan, yaitu Fulan putra Hubairah.” 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sungguh kami memberi jaminan keamanan kepada orang yang engkau beri jaminan keamanan, wahai Umu Hani`.” 

Umu Hani` berkata: Salat yang beliau kerjakan adalah salat Duha.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 357

٣٥٧ - حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ بۡنُ أَبِي أُوَيۡسٍ قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكُ بۡنُ أَنَسٍ، عَنۡ أَبِي النَّضۡرِ مَوۡلَى عُمَرَ بۡنِ عُبَيۡدِ اللهِ: أَنَّ أَبَا مُرَّةَ مَوۡلَى أُمِّ هَانِىءٍ بِنۡتِ أَبِي طَالِبٍ أَخۡبَرَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ أُمَّ هَانِىءٍ بِنۡتَ أَبِي طَالِبٍ تَقُولُ: ذَهَبۡتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ عَامَ الۡفَتۡحِ، فَوَجَدۡتُهُ يَغۡتَسِلُ، وَفَاطِمَةُ ابۡنَتُهُ تَسۡتُرُهُ، قَالَتۡ: فَسَلَّمۡتُ عَلَيۡهِ، فَقَالَ: (مَنۡ هَٰذِهِ؟) فَقُلۡتُ: أَنَا أُمُّ هَانِىءٍ بِنۡتُ أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ: (مَرۡحَبًا بِأُمِّ هَانِىءٍ). فَلَمَّا فَرَغَ مِنۡ غُسۡلِهِ، قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، مُلۡتَحِفًا فِي ثَوۡبٍ وَاحِدٍ، فَلَمَّا انۡصَرَفَ، قُلۡتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، زَعَمَ ابۡنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلًا قَدۡ أَجَرۡتُهُ، فُلَانَ ابۡنَ هُبَيۡرَةَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (قَدۡ أَجَرۡنَا مَنۡ أَجَرۡتِ يَا أُمَّ هَانِىءٍ). قَالَتۡ أُمُّ هَانِىءٍ: وَذَاكَ ضُحًى. [طرفه في: ٢٨٠]. 

357. Isma’il bin Abu Uwais telah menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Malik bin Anas menceritakan kepadaku dari Abu An-Nadhr maula ‘Umar bin ‘Ubaidullah: Bahwa Abu Murrah maula Umu Hani` binti Abu Thalib mengabarkan kepadanya: Bahwa beliau mendengar Umu Hani` binti Abu Thalib mengatakan: 

Aku pergi ke tempat Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—pada tahun Fathu Makkah. Aku mendapati beliau sedang mandi dan Fathimah, putrinya, sedang menabiri beliau. 

Umu Hani` berkata: Aku mengucapkan salam kepada beliau. 

Rasulullah bertanya, “Siapa ini?” 

Aku menjawab, “Saya Umu Hani` binti Abu Thalib.” 

Rasulullah berkata, “Marhaban Umu Hani`.” 

Ketika beliau selesai mandi, beliau berdiri salat delapan rakaat dengan menyelimutkan selembar pakaian ke tubuhnya. 

Ketika beliau selesai salat, aku berkata, “Wahai Rasulullah, putra ibuku mengatakan bahwa dia bertekad membunuh seorang pria yang telah aku beri jaminan keamanan, yaitu Fulan putra Hubairah.” 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sungguh kami memberi jaminan keamanan kepada orang yang engkau beri jaminan keamanan, wahai Umu Hani`.” 

Umu Hani` berkata: Salat yang beliau kerjakan adalah salat Duha.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 7493

٧٤٩٣ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُحَمَّدٍ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنۡ هَمَّامٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (بَيۡنَمَا أَيُّوبُ يَغۡتَسِلُ عُرۡيَانًا، خَرَّ عَلَيۡهِ رِجۡلُ جَرَادٍ مِنۡ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ يَحۡثِي فِي ثَوۡبِهِ، فَنَادَى رَبُّهُ: يَا أَيُّوبُ، أَلَمۡ أَكُنۡ أَغۡنَيۡتُكَ عَمَّا تَرَى؟ قَالَ: بَلَى يَا رَبِّ، وَلَكِنۡ لَا غِنَى بِي عَنۡ بَرَكَتِكَ). [طرفه في: ٢٨٩]. 

7493. ‘Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami: ‘Abdurrazzaq menceritakan kepada kami: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Hammam, dari Abu Hurairah, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda: 

Ketika Nabi Ayyub sedang mandi dalam keadaan tanpa busana, sekumpulan belalang emas yang jatuh kepada beliau. Beliau memungut dan melemparkannya ke dalam pakaiannya. Tuhannya memanggil, “Wahai Ayyub, bukankah Aku telah mencukupimu dari apa yang sedang engkau lihat?” 

Nabi Ayyub menjawab, “Tentu, wahai Tuhanku. Akan tetapi aku tidak merasa cukup dari keberkahan-Mu.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 3391

٢١ - بَابُ قَوۡلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿وَأَيُّوبَ إِذۡ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنۡتَ أَرۡحَمُ الرَّاحِمِينَ﴾ [الأنبياء: ٨٣]
21. Bab firman Allah taala, “Dan Nabi Ayyub, ketika beliau berdoa kepada Tuhannya: Sesungguhnya aku ditimpa kemudaratan dan Engkau ada Yang Maha Penyayang.” (QS. Al-Anbiya`: 83)


﴿ارۡكُضۡ﴾ [ص: ٤٢]: اضۡرِبۡ، ﴿يَرۡكُضُونَ﴾ [الأنبياء: ١٢] يَعۡدُونَ. 

ارۡكُضۡ (QS. Shad: 42) artinya: Pukullah! يَرۡكُضُونَ (QS. Al-Anbiya`: 12) artinya kabur. 

٣٣٩١ - حَدَّثَنِي عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُحَمَّدٍ الۡجُعۡفِيُّ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنۡ هَمَّامٍ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: (بَيۡنَمَا أَيُّوبُ يَغۡتَسِلُ عُرۡيَانًا، خَرَّ عَلَيۡهِ رِجۡلُ جَرَادٍ مِنۡ ذَهَبٍ، فَجَعَلَ يَحۡثِي فِي ثَوۡبِهِ، فَنَادَى رَبُّهُ: يَا أَيُّوبُ، أَلَمۡ أَكُنۡ أَغۡنَيۡتُكَ عَمَّا تَرَى؟ قَالَ: بَلَى يَا رَبِّ، وَلَكِنۡ لَا غِنَى لِي عَنۡ بَرَكَتِكَ). [طرفه في: ٢٧٩]. 

3391. ‘Abdullah bin Muhammad Al-Ju’fi telah menceritakan kepadaku: ‘Abdurrazzaq menceritakan kepada kami: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Hammam, dari Abu Hurairah—radhiyallahu ‘anhu—, dari Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda: 

Ketika Nabi Ayyub sedang mandi dengan telanjang, sekelompok belalang emas jatuh kepadanya. Beliau pun memunguti dan melemparkannya ke dalam pakaiannya. 

Tuhannya memanggil, “Wahai Ayyub, bukankah Aku telah mencukupimu dari apa yang sedang engkau lihat?” 

Nabi Ayyub menjawab, “Tentu, wahai Tuhanku. Akan tetapi aku tidak merasa cukup dari keberkahan-Mu.”