Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1817 dan 1818

٩ – بَابٌ النُّسُكُ شَاةٌ
9. Bab nusuk adalah seekor kambing

١٨١٧ – حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ: حَدَّثَنَا رَوۡحٌ: حَدَّثَنَا شِبۡلٌ، عَنِ ابۡنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنۡ مُجَاهِدٍ قَالَ: حَدَّثَنِي عَبۡدُ الرَّحۡمٰنِ بۡنُ أَبِي لَيۡلَى، عَنۡ كَعۡبِ بۡنِ عُجۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ رَآهُ وَإِنَّهُ يَسۡقُطُ عَلَى وَجۡهِهِ الۡقَمۡلُ، فَقَالَ: (أَيُؤۡذِيكَ هَوَامُّكَ؟) قَالَ: نَعَمۡ، فَأَمَرَهُ أَنۡ يَحۡلِقَ وَهُوَ بِالۡحُدَيۡبِيَةِ، وَلَمۡ يَتَبَيَّنۡ لَهُمۡ أَنَّهُمۡ يَحِلُّونَ بِهَا، وَهُمۡ عَلَى طَمَعٍ أَنۡ يَدۡخُلُوا مَكَّةَ، فَأَنۡزَلَ اللهُ الۡفِدۡيَةَ، فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ أَنۡ يُطۡعِمَ فَرَقًا بَيۡنَ سِتَّةٍ، أَوۡ يُهۡدِيَ شَاةً، أَوۡ يَصُومَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ. [طرفه في: ١٨١٤].
1817. Ishaq telah menceritakan kepada kami: Rauh menceritakan kepada kami: Syibl menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, beliau berkata: ‘Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan kepadaku, dari Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ka’b dalam keadaan kutu berjatuhan ke wajahnya. Beliau bersabda, “Apakah kutu-kutumu itu mengganggumu?” Dia berkata: Ya. Lalu Nabi memerintahkan Ka’b untuk menggundul dan beliau berada di Hudaibiyah. Waktu itu mereka belum mengetahui bahwa mereka akan tahalul di situ dan mereka masih ingin dapat memasuki Makkah. Lalu, Allah menurunkan ayat fidiah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk memberi makan satu faraq (tiga sha’) untuk enam orang miskin
١٨١٨ – وَعَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ يُوسُفَ: حَدَّثَنَا وَرۡقَاءُ، عَنِ ابۡنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنۡ مُجَاهِدٍ: أَخۡبَرَنَا عَبۡدُ الرَّحۡمٰنِ بۡنُ أَبِي لَيۡلَى، عَنۡ كَعۡبِ بۡنِ عُجۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ رَآهُ وَقَمۡلُهُ يَسۡقُطُ عَلَى وَجۡهِهِ: مِثۡلَهُ. [طرفه في: ١٨١٤].
1818. Dan dari Muhammad bin Yusuf: Warqa` menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid: ‘Abdurrahman bin Abu Laila mengabarkan kepada kami, dari Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya dalam keadaan kutunya jatuh ke wajahnya: semisal hadis tersebut.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1816

٨ – بَابٌ الۡإِطۡعَامُ فِي الۡفِدۡيَةِ نِصۡفُ صَاعٍ
8. Bab memberi makan untuk fidiah sebanyak setengah sha’

١٨١٦ – حَدَّثَنَا أَبُو الۡوَلِيدِ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ بۡنِ الۡأَصۡبِهَانِيِّ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ مَعۡقِلٍ قَالَ: جَلَسۡتُ إِلَى كَعۡبِ بۡنِ عُجۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، فَسَأَلۡتُهُ عَنِ الۡفِدۡيَةِ، فَقَالَ: نَزَلَتۡ فِيَّ خَاصَّةً، وَهِيَ لَكُمۡ عَامَّةً، حُمِلۡتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ وَالۡقَمۡلُ يَتَنَاثَرُ عَلَى وَجۡهِي، فَقَالَ: (مَا كُنۡتُ أُرَى الۡوَجَعَ بَلَغَ بِكَ مَا أَرَى)، أَوۡ: (مَا كُنۡتُ أُرَى الۡجَهۡدَ بَلَغَ بِكَ مَا أَرَى! تَجِدُ شَاةً؟) فَقُلۡتُ: لَا، فَقَالَ: (فَصُمۡ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، أَوۡ أَطۡعِمۡ سِتَّةَ مَسَاكِينَ، لِكُلِّ مِسۡكِينٍ نِصۡفَ صَاعٍ). [طرفه في: ١٨١٤].
1816. Abul Walid telah menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari ‘Abdurrahman ibnul Ahsbihani, dari ‘Abdullah bin Ma’qil, beliau mengatakan: Aku duduk bertemu Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, lalu aku bertanya kepadanya tentang fidiah. Beliau mengatakan: Suatu ayat telah turun untukku secara khusus dan ayat itu berlaku bagi kalian secara umum. Aku pernah dibawa menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan kutu bertebaran di wajahku. Beliau bersabda, “Aku tadinya tidak menyangka penyakit telah menimpamu seperti yang aku lihat.” Atau, “Aku tadinya tidak menyangka kesusahan telah menimpamu seperti yang aku lihat. Apakah engkau mendapati seekor kambing?” Aku menjawab: Tidak. Lalu beliau bersabda, “Puasalah selama tiga hari atau berilah makan enam orang miskin, setiap satu orang miskin seukuran setengah sha’.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1815

٧ – بَابُ قَوۡلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿أَوۡ صَدَقَةٍ﴾ وَهِيَ إِطۡعَامُ سِتَّةِ مَسَاكِينَ
7. Bab firman Allah taala, “atau sedekah”, yaitu memberi makan enam orang miskin

١٨١٥ – حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيۡمٍ: حَدَّثَنَا سَيۡفٌ قَالَ: حَدَّثَنِي مُجَاهِدٌ قَالَ: سَمِعۡتُ عَبۡدَ الرَّحۡمٰنِ بۡنَ أَبِي لَيۡلَى: أَنَّ كَعۡبَ بۡنَ عُجۡرَةَ حَدَّثَهُ قَالَ: وَقَفَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِالۡحُدَيۡبِيَةِ وَرَأۡسِي يَتَهَافَتُ قَمۡلًا، فَقَالَ: (يُؤۡذِيكَ هَوَامُّكَ؟) قُلۡتُ: نَعَمۡ، قَالَ: (فَاحۡلِقۡ رَأۡسَكَ)، أَوۡ قَالَ: (احۡلِقۡ). قَالَ: فِيَّ نَزَلَتۡ هٰذِهِ الۡآيَةُ: ﴿فَمَنۡ كَانَ مِنۡكُمۡ مَرِيضًا أَوۡ بِهِ أَذًى مِنۡ رَأۡسِهِ﴾ [البقرة: ١٩٦] إِلَى آخِرِهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (صُمۡ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، أَوۡ تَصَدَّقۡ بِفَرَقٍ بَيۡنَ سِتَّةٍ، أَوِ انۡسُكۡ بِمَا تَيَسَّرَ). [طرفه في: ١٨١٤].
1815. Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami: Saif menceritakan kepada kami, beliau berkata: Mujahid menceritakan kepadaku, beliau berkata: Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Abu Laila: Bahwa Ka’b bin ‘Ujrah menceritakan kepadanya, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapanku di Hudaibiyah dalam keadaan kutu berjatuhan dari kepalaku. Nabi bertanya, “Apakah kutu-kutumu itu mengganggumu?” Aku menjawab: Ya. Beliau bersabda, “Gundullah kepalamu!” Atau beliau bersabda, “Gundullah!” Ka’b mengatakan: Kepadakulah ayat ini turun, “Jika ada di antara kalian yang sakit atau ada gangguan di kepalanya.” (QS. Al-Baqarah: 196) sampai akhir ayat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda, “Puasalah tiga hari, sedekahlah dengan satu faraq (suatu takaran di Madinah setara 16 rithl) untuk enam orang miskin, atau berkurbanlah dengan hewan yang mudah bagimu.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1813

٥ – بَابُ مَنۡ قَالَ: لَيۡسَ عَلَى الۡمُحۡصَرِ بَدَلٌ
5. Bab barang siapa yang berkata: Tidak disyariatkan mengganti bagi orang yang tertahan

وَقَالَ رَوۡحٌ: عَنۡ شِبۡلٍ، عَنِ ابۡنِ أَبِي نَجِيحٍ، عَنۡ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا: إِنَّمَا الۡبَدَلُ عَلَى مَنۡ نَقَضَ حَجَّهُ بِالتَّلَذُّذِ، فَأَمَّا مَنۡ حَبَسَهُ عُذۡرٌ أَوۡ غَيۡرُ ذٰلِكَ فَإِنَّهُ يَحِلُّ وَلَا يَرۡجِعُ، وَإِنۡ كَانَ مَعَهُ هَدۡيٌ وَهُوَ مُحۡصَرٌ نَحَرَهُ إِنۡ كَانَ لَا يَسۡتَطِيعُ أَنۡ يَبۡعَثَ بِهِ، وَإِنِ اسۡتَطَاعَ أَنۡ يَبۡعَثَ بِهِ لَمۡ يَحِلَّ حَتَّى يَبۡلُغَ الۡهَدۡيُ مَحِلَّهُ. وَقَالَ مَالِكٌ وَغَيۡرُهُ: يَنۡحَرُ هَدۡيَهُ وَيَحۡلِقُ فِي أَيِّ مَوۡضِعٍ كَانَ، وَلَا قَضَاءَ عَلَيۡهِ، لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ وَأَصۡحَابَهُ بِالۡحُدَيۡبِيَةِ نَحَرُوا وَحَلَقُوا وَحَلُّوا مِنۡ كُلِّ شَيۡءٍ قَبۡلَ الطَّوَافِ، وَقَبۡلَ أَنۡ يَصِلَ الۡهَدۡيُ إِلَى الۡبَيۡتِ، ثُمَّ لَمۡ يُذۡكَرۡ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَ أَحَدًا أَنۡ يَقۡضُوا شَيۡئًا، وَلَا يَعُودُوا لَهُ، وَالۡحُدَيۡبِيَةُ خَارِجٌ مِنَ الۡحَرَمِ.
Rauh mengatakan: Dari Syibl, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Penggantian haji hanya wajib bagi siapa saja yang membatalkan hajinya dengan jimak. Adapun siapa saja yang terhalang oleh suatu uzur atau selain itu, maka ia tahalul dan tidak perlu mengada. Apabila ia membawa hewan kurban haji dalam keadaan ia terhalang, maka ia menyembelihnya jika ia tidak mampu mengirim hewan tersebut sampai ke tanah haram. Apabila ia mampu mengirimnya, maka ia tidak tahalul sampai hewan kurban haji tersebut sampai tempat penyembelihannya. Malik dan selain beliau mengatakan: Dia menyembelih hewan kurban hajinya dan menggundul kepalanya di tempat mana saja ia berada, tidak ada kada atasnya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya di Hudaibiyah, mereka menyembelih, menggundul, dan tahalul dari segala sesuatu sebelum beliau dapat melakukan tawaf dan sebelum hewan kurban haji sampai ke Baitullah. Kemudian tidak disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang pun untuk mengada apapun atau mengulanginya. Dan Hudaibiyah berada di luar tanah haram.
١٨١٣ – حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنۡ نَافِعٍ: أَنَّ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ حِينَ خَرَجَ إِلَى مَكَّةَ مُعۡتَمِرًا فِي الۡفِتۡنَةِ: إِنۡ صُدِدۡتُ عَنِ الۡبَيۡتِ صَنَعۡنَا كَمَا صَنَعۡنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَأَهَلَّ بِعُمۡرَةٍ مِنۡ أَجۡلِ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ أَهَلَّ بِعُمۡرَةٍ عَامَ الۡحُدَيۡبِيَةِ، ثُمَّ إِنَّ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ نَظَرَ فِي أَمۡرِهِ فَقَالَ: مَا أَمۡرُهُمَا إِلَّا وَاحِدٌ، فَالۡتَفَتَ إِلَى أَصۡحَابِهِ فَقَالَ: مَا أَمۡرُهُمَا إِلَّا وَاحِدٌ، أُشۡهِدُكُمۡ أَنِّي قَدۡ أَوۡجَبۡتُ الۡحَجَّ مَعَ الۡعُمۡرَةِ، ثُمَّ طَافَ لَهُمَا طَوَافًا وَاحِدًا، وَرَأَى أَنَّ ذٰلِكَ مُجۡزِيًا عَنۡهُ، وَأَهۡدَى. [طرفه في: ١٦٣٩].
1813. Isma’il telah menceritakan kepada kami, beliau mengatakan: Malik menceritakan kepadaku, dari Nafi’: Bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan ketika keluar menuju Makkah dalam rangka umrah di saat ujian (Al-Hajjaj menyerang Ibnuz Zubair): Apabila aku terhalang dari Kakbah, kami akan melakukan seperti yang dahulu kami lakukan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memulai ihram untuk umrah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu memulai ihram untuk umrah pada tahun Hudaibiyah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memperhatikan perkaranya, lalu berkata: Tidaklah perkara haji dan umrah kecuali satu saja. Beliau menoleh kepada para sahabatnya dan berkata: Tidaklah perkara haji dan umrah kecuali satu saja, aku persaksikan kepada kalian bahwa aku telah mewajibkan haji bersama umrah atas diriku. Kemudian beliau melakukan tawaf untuk haji dan umrah dengan satu tawaf saja. Beliau berpendapat bahwa itu sudah mencukupi, kemudian beliau berkurban haji.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1811 dan 1812

٤ – بَابُ النَّحۡرِ قَبۡلَ الۡحَلۡقِ فِي الۡحَصۡرِ
4. Bab menyembelih sebelum menggundul ketika tertahan

١٨١١ – حَدَّثَنَا مَحۡمُودٌ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الرَّزَّاقِ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ، عَنۡ عُرۡوَةَ، عَنِ الۡمِسۡوَرِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ نَحَرَ قَبۡلَ أَنۡ يَحۡلِقَ، وَأَمَرَ أَصۡحَابَهُ بِذٰلِكَ. [طرفه في: ١٦٩٤].
1811. Mahmud telah menceritakan kepada kami: ‘Abdurrazzaq menceritakan kepada kami: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari Al-Miswar radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih sebelum menggundul dan memerintahkan hal itu kepada para sahabatnya.
١٨١٢ – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الرَّحِيمِ: أَخۡبَرَنَا أَبُو بَدۡرٍ شُجَاعُ بۡنُ الۡوَلِيدِ، عَنۡ عُمَرَ بۡنِ مُحَمَّدٍ الۡعُمَرِيِّ قَالَ: وَحَدَّثَ نَافِعٌ: أَنَّ عَبۡدَ اللهِ وَسَالِمًا كَلَّمَا عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، فَقَالَ: خَرَجۡنَا مَعَ النَّبِيِّ ﷺ مُعۡتَمِرِينَ، فَحَالَ كُفَّارُ قُرَيۡشٍ دُونَ الۡبَيۡتِ، فَنَحَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بُدۡنَهُ وَحَلَقَ رَأۡسَهُ. [طرفاه في: ١٦٣٩، ١٧٤٠].
1812. Muhammad bin ‘Abdurrahim telah menceritakan kepada kami: Abu Badr Syuja’ ibnul Walid mengabarkan kepada kami, dari ‘Umar bin Muhammad Al-‘Umari, beliau mengatakan: Nafi’ menceritakan: Bahwa ‘Abdullah dan Salim berbicara kepada ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ibnu ‘Umar berkata: Kami pernah keluar pergi bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka umrah. Lalu orang-orang kafir Quraisy menghalangi kami sebelum sampai Kakbah. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih unta-untanya dan menggundul kepalanya.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1810

٣ – بَابُ الۡإِحۡصَارِ فِي الۡحَجِّ
3. Bab tertahan ketika haji

١٨١٠ – حَدَّثَنَا أَحۡمَدُ بۡنُ مُحَمَّدٍ: أَخۡبَرَنَا عَبۡدُ اللهِ: أَخۡبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ قَالَ: أَخۡبَرَنِي سَالِمٌ قَالَ: كَانَ ابۡنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يَقُولُ: أَلَيۡسَ حَسۡبُكُمۡ سُنَّةَ رَسُولِ اللهِ ﷺ؟ إِنۡ حُبِسَ أَحَدُكُمۡ عَنِ الۡحَجِّ طَافَ بِالۡبَيۡتِ وَبِالصَّفَا وَالۡمَرۡوَةِ، ثُمَّ حَلَّ مِنۡ كُلِّ شَيۡءٍ، حَتَّى يَحُجَّ عَامًا قَابِلًا، فَيُهۡدِي أَوۡ يَصُومُ إِنۡ لَمۡ يَجِدۡ هَدۡيًا. وَعَنۡ عَبۡدِ اللهِ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ قَالَ: حَدَّثَنِي سَالِمٌ، عَنِ ابۡنِ عُمَرَ: نَحۡوَهُ. [طرفه في: ١٦٣٩].
1810. Ahmad bin Muhammad telah menceritakan kepada kami: ‘Abdullah mengabarkan kepada kami: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, beliau mengatakan: Salim mengabarkan kepadaku, beliau mengatakan: Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan: Apakah belum cukup sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kalian? Apabila salah seorang kalian terhalangi dari menunaikan haji (wukuf di Arafah), maka ia tawaf di Kakbah dan sai antara Shafa dan Marwah. Kemudian dia tahalul dari segala sesuatu, sampai ia haji di tahun berikutnya, lalu ia menyembelih hadyu atau puasa apabila ia tidak mendapat satu hadyu pun. Dan dari ‘Abdullah: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, beliau mengatakan: Salim menceritakan kepadaku, dari Ibnu ‘Umar: semisal hadis tersebut.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1808 dan 1809

١٨٠٨ – حَدَّثَنِي مُوسَى بۡنُ إِسۡمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا جُوَيۡرِيَةُ، عَنۡ نَافِعٍ: أَنَّ بَعۡضَ بَنِي عَبۡدِ اللهِ قَالَ لَهُ: لَوۡ أَقَمۡتَ، بِهٰذَا. [طرفه في: ١٦٣٩].
1808. Musa bin Isma’il telah menceritakan kepadaku: Juwairiyah menceritakan kepada kami, dari Nafi’: Bahwa sebagian putra-putri ‘Abdullah berkata kepada Ibnu ‘Umar: Seandainya engkau tetap tinggal di sini.
١٨٠٩ – حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى بۡنُ صَالِحٍ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بۡنُ سَلَّامٍ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى بۡنُ أَبِي كَثِيرٍ، عَنۡ عِكۡرِمَةَ قَالَ: قَالَ ابۡنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا: قَدۡ أُحۡصِرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ، فَحَلَقَ رَأۡسَهُ، وَجَامَعَ نِسَاءَهُ، وَنَحَرَ هَدۡيَهُ، حَتَّى اعۡتَمَرَ عَامًا قَابِلًا.
1809. Muhammad telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Yahya bin Shalih menceritakan kepada kami: Mu’awiyah bin Sallam menceritakan kepada kami: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, dari ‘Ikrimah, beliau berkata: Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu telah tertahan (dari umrah), lalu beliau menggundul kepala, menggauli para istrinya, dan menyembelih hadyunya, sampai beliau melakukan umrah pada tahun berikutnya.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1806 dan 1807

١ – بَابُ الۡمُحۡصَرِ وَجَزَاءِ الصَّيۡدِ
1. Bab orang yang terhalang haji atau umrah dan tebusan binatang buruan

وَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ﴾ [البقرة: ١٩٦]. وَقَالَ عَطَاءٌ: الۡاحۡصَارُ مِنۡ كُلِّ شَيۡءٍ يَحۡبِسُهُ. قَالَ أَبُو عَبۡدِ اللهِ: ﴿حَصُورًا﴾ [آل عمران: ٣٩] لَا يَأۡتِي النِّسَاءَ.
Dan firman Allah taala, “Jika kalian terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) hewan kurban haji yang mudah didapat, dan jangan kalian mencukur kepala kalian, sebelum hewan kurban haji sampai di tempat penyembelihannya.” (QS. Al-Baqarah: 196). ‘Atha` mengatakan: ihshar disebabkan oleh segala sesuatu yang menghalanginya. Abu ‘Abdullah berkata: Hashura (QS. Ali’ Imran: 39) (menahan diri) tidak mendatangi para wanita.

٢ – بَابٌ إِذَا أُحۡصِرَ الۡمُعۡتَمِرُ
2. Bab apabila seseorang yang berumrah terhalangi

١٨٠٦ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ نَافِعٍ: أَنَّ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، حِينَ خَرَجَ إِلَى مَكَّةَ مُعۡتَمِرًا فِي الۡفِتۡنَةِ، قَالَ: إِنۡ صُدِدۡتُ عَنِ الۡبَيۡتِ صَنَعۡتُ كَمَا صَنَعۡنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ. فَأَهَلَّ بِعُمۡرَةٍ، مِنۡ أَجۡلِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ كَانَ أَهَلَّ بِعُمۡرَةٍ عَامَ الۡحُدَيۡبِيَةِ. [طرفه في: ١٦٣٩].
1806. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami, dari Nafi’: Bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika hendak keluar menuju Makkah dalam rangka umrah pada masa ujian (Al-Hajjaj memerangi Ibnuz Zubair), beliau berkata: Apabila aku dihalangi dari Kakbah, aku akan melakukan sebagaimana yang dahulu kami lakukan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun memulai ihram untuk umrah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu memulai ihram untuk umrah pada tahun Hudaibiyah.
١٨٠٧ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُحَمَّدِ بۡنِ أَسۡمَاءَ: حَدَّثَنَا جُوَيۡرِيَةُ، عَنۡ نَافِعٍ: أَنَّ عُبَيۡدَ اللهِ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ، وَسَالِمَ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ أَخۡبَرَاهُ: أَنَّهُمَا كَلَّمَا عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، لَيَالِيَ نَزَلَ الۡجَيۡشُ بِابۡنِ الزُّبَيۡرِ، فَقَالَا: لَا يَضُرُّكَ أَنۡ لَا تَحُجَّ الۡعَامَ، وَإِنَّا نَخَافُ أَنۡ يُحَالَ بَيۡنَكَ وَبَيۡنَ الۡبَيۡتِ، فَقَالَ: خَرَجۡنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَحَالَ كُفَّارُ قُرَيۡشٍ دُونَ الۡبَيۡتِ، فَنَحَرَ النَّبِيُّ ﷺ هَدۡيَهُ وَحَلَقَ رَأۡسَهُ، وَأُشۡهِدُكُمۡ أَنِّي قَدۡ أَوۡجَبۡتُ الۡعُمۡرَةَ إِنۡ شَاءَ اللهُ، أَنۡطَلِقُ، فَإِنۡ خُلِّيَ بَيۡنِي وَبَيۡنَ الۡبَيۡتِ طُفۡتُ، وَإِنۡ حِيلَ بَيۡنِي وَبَيۡنَهُ، فَعَلۡتُ كَمَا فَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ وَأَنَا مَعَهُ. فَأَهَلَّ بِالۡعُمۡرَةِ مِنۡ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ، ثُمَّ سَارَ سَاعَةً، ثُمَّ قَالَ: إِنَّمَا شَأۡنُهُمَا وَاحِدٌ، أُشۡهِدُكُمۡ أَنِّي قَدۡ أَوۡجَبۡتُ حَجَّةً مَعَ عُمۡرَتِي، فَلَمۡ يَحِلَّ مِنۡهُمَا حَتَّى حَلَّ يَوۡمَ النَّحۡرِ وَأَهۡدَى، وَكَانَ يَقُولُ: لَا يَحِلُّ حَتَّى يَطُوفُ طَوَافًا وَاحِدًا يَوۡمَ يَدۡخُلُ مَكَّةَ. [طرفه في: ١٦٣٩].
1807. ‘Abdullah bin Muhammad bin Asma` telah menceritakan kepada kami: Juwairiyah menceritakan kepada kami, dari Nafi’: Bahwa ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah dan Salim bin ‘Abdullah mengabarkan kepadanya: Bahwa keduanya berbicara kepada ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pada malam-malam pasukan menyerbu Ibnuz Zubair. Keduanya mengatakan: Tidak masalah engkau tidak haji tahun ini, kami takut engkau akan dihalangi dari Kakbah. ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: Kami dahulu keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kaum kafir Quraisy menghalangi kami sebelum Kakbah. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih hewan kurban hajinya dan menggundul kepalanya. Aku mempersaksikan kepada kalian bahwa aku telah mewajibkan umrah. Jika Allah menghendaki, aku berangkat. Apabila aku tidak terhalangi dari Kakbah, aku akan tawaf. Dan apabila aku terhalang dari Kakbah, aku akan berbuat sebagaimana yang diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika aku bersama beliau. ‘Abdullah bin ‘Umar pun memulai ihram untuk umrah dari Dzul Hulaifah, kemudian beliau berjalan sesaat lalu mengatakan: Pelaksanaan haji dan umrah adalah sama, aku mempersaksikan kepada kalian bahwa aku telah mewajibkan haji bersama umrahku. Maka beliau tidak tahalul dari keduanya sampai tahalul pada hari nahar dan telah menyembelih kurban haji. Beliau mengatakan: Tidak tahalul sampai dia tawaf satu kali pada hari dia masuk Makkah (tawaf ifadhah).

Shahih Muslim hadits nomor 1188

٦ – بَابُ الصَّلَاةِ فِي مَسۡجِدِ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ
6. Bab salat di masjid Dzul Hulaifah

٣٠ – (١١٨٨) – وَحَدَّثَنِي حَرۡمَلَةُ بۡنُ يَحۡيَىٰ وَأَحۡمَدُ بۡنُ عِيسَىٰ – قَالَ أَحۡمَدُ: حَدَّثَنَا. وَقَالَ حَرۡمَلَةُ: أَخۡبَرَنَا ابۡنُ وَهۡبٍ -: أَخۡبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ، أَنَّ عُبَيۡدَ اللهِ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ أَخۡبَرَهُ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، أَنَّهُ قَالَ: بَاتَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِذِي الۡحُلَيۡفَةِ مُبۡدَأَهُ، وَصَلَّىٰ فِي مَسۡجِدِهَا.
30. (1188). Harmalah bin Yahya dan Ahmad bin ‘Isa telah menceritakan kepadaku –Ahmad mengatakan: Telah menceritakan kepada kami. Harmalah mengatakan: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami-: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, bahwa ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Umar mengabarkan kepadanya, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam di Dzul Hulaifah saat beliau memulai haji dan beliau salat di masjidnya.

Shahih Muslim hadits nomor 1185

٢٢ – (١١٨٥) – وَحَدَّثَنِي عَبَّاسُ بۡنُ عَبۡدِ الۡعَظِيمِ الۡعَنۡبَرِيُّ: حَدَّثَنَا النَّضۡرُ بۡنُ مُحَمَّدٍ الۡيَمَامِيُّ: حَدَّثَنَا عِكۡرِمَةُ – يَعۡنِي ابۡنَ عَمَّارٍ -: حَدَّثَنَا أَبُو زُمَيۡلٍ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: كَانَ الۡمُشۡرِكُونَ يَقُولُونَ: لَبَّيۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ. قَالَ: فَيَقُولُ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (وَيۡلَكُمۡ، قَدۡ، قَدۡ) فَيَقُولُونَ: إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ، تَمۡلِكُهُ وَمَا مَلَكَ. يَقُولُونَ هٰذَا وَهُمۡ يَطُوفُونَ بِالۡبَيۡتِ.
22. (1185). ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Azhim Al-‘Anbari telah menceritakan kepadaku: An-Nadhr bin Muhammad Al-Yamami menceritakan kepada kami: ‘Ikrimah bin ‘Ammar menceritakan kepada kami: Abu Zumail menceritakan kepada kami, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Orang-orang musyrik dahulu biasa mengatakan: Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu. Ibnu ‘Abbas berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka kalian, cukup, cukup sampai itu saja.” Lantas mereka melanjutkan: Kecuali sekutu bagiMu yang Engkau kuasai dan dia tidak menguasai. Mereka mengatakan ini ketika mereka tawaf di Kakbah.

Shahih Muslim hadits nomor 1184

٣ – بَابُ التَّلۡبِيَةِ وَصِفَتِهَا وَوَقۡتِهَا
3. Bab talbiah, sifatnya, dan waktunya

١٩ – (١١٨٤) – حَدَّثَنَا يَحۡيَى بۡنُ يَحۡيَىٰ التَّمِيمِيُّ قَالَ: قَرَأۡتُ عَلَىٰ مَالِكٍ، عَنۡ نَافِعٍ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا؛ أَنَّ تَلۡبِيَةَ رَسُولِ اللهِ ﷺ: (لَبَّيۡكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيۡكَ، لَبَّيۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيۡكَ، إِنَّ الۡحَمۡدَ وَالنِّعۡمَةَ لَكَ وَالۡمُلۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ).
قَالَ: وَكَانَ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يَزِيدُ فِيهَا: لَبَّيۡكَ، لَبَّيۡكَ وَسَعۡدَيۡكَ، وَالۡخَيۡرُ بِيَدَيۡكَ، لَبَّيۡكَ وَالرَّغۡبَاءُ إِلَيۡكَ وَالۡعَمَلُ.
19. (1184). Yahya bin Yahya At-Tamimi telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku membaca di hadapan Malik, dari Nafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma; Bahwa talbiah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.”
Dia berkata: ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menambahkan di dalam kalimat talbiah itu: Aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu dengan senang hati dan seluruh kebaikan di kedua tanganMu. Aku penuhi panggilanMu, segala harapan dan amalan adalah untukMu.
٢٠ – (...) – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ عَبَّادٍ: حَدَّثَنَا حَاتِمٌ – يَعۡنِي ابۡنَ إِسۡمَاعِيلَ – عَنۡ مُوسَى بۡنِ عُقۡبَةَ، عَنۡ سَالِمِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ، وَنَافِعٍ مَوۡلَىٰ عَبۡدِ اللهِ. وَحَمۡزَةَ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ، عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ كَانَ إِذَا اسۡتَوَتۡ بِهِ رَاحِلَتُهُ قَائِمَةً عِنۡدَ مَسۡجِدِ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ، أَهَلَّ فَقَالَ: (لَبَّيۡكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيۡكَ، لَبَّيۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيۡكَ، إِنَّ الۡحَمۡدَ وَالنِّعۡمَةَ لَكَ وَالۡمُلۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ).
قَالُوا: وَكَانَ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يَقُولُ: هٰذِهِ تَلۡبِيَةُ رَسُولِ اللهِ ﷺ.
قَالَ نَافِعٌ: كَانَ عَبۡدُ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ يَزِيدُ مَعَ هٰذَا: لَبَّيۡكَ لَبَّيۡكَ وَسَعۡدَيۡكَ، وَالۡخَيۡرُ بِيَدَيۡكَ لَبَّيۡكَ، وَالرَّغۡبَاءُ إِلَيۡكَ وَالۡعَمَلُ.
20. Muhammad bin ‘Abbad telah menceritakan kepada kami: Hatim bin Isma’il menceritakan kepada kami, dari Musa bin ‘Uqbah, dari Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar, Nafi’ maula ‘Abdullah, dan Hamzah bin ‘Abdullah, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila tunggangan beliau telah berdiri sempurna di dekat masjid Dzul Hulaifah, beliau memulai ihram. Lalu beliau bersabda, “Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.”
Mereka mengatakan: ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata: Ini adalah talbiah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nafi’ mengatakan: ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu menambahkan ini setelahnya: Aku penuhi panggilanMu, aku penuhi panggilanMu dengan senang hati. Seluruh kebaikan berada di kedua tanganMu, aku penuhi panggilanMu. Seluruh harapan dan amalan adalah untukMu.
(...) – وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى: حَدَّثَنَا يَحۡيَى – يَعۡنِي ابۡنَ سَعِيدٍ – عَنۡ عُبَيۡدِ اللهِ: أَخۡبَرَنِي نَافِعٌ، عَنِ ابۡنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: تَلَقَّفۡتُ التَّلۡبِيَةَ مِنۡ فِي رَسُولِ اللهِ ﷺ: فَذَكَرَ بِمِثۡلِ حَدِيثِهِمۡ.
Muhammad ibnul Mutsanna telah menceritakan kepada kami: Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami dari ‘Ubaidullah: Nafi’ mengabarkan kepadaku, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan: Aku menghafal kalimat talbiah dari mulut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau menyebutkan semisal hadis mereka.
٢١ – (...) – وَحَدَّثَنِي حَرۡمَلَةُ بۡنُ يَحۡيَىٰ: أَخۡبَرَنَا ابۡنُ وَهۡبٍ: أَخۡبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابۡنِ شِهَابٍ. قَالَ: فَإِنَّ سَالِمَ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عُمَرَ أَخۡبَرَنِي عَنۡ أَبِيهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: سَمِعۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يُهِلُّ مُلَبِّدًا يَقُولُ: (لَبَّيۡكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيۡكَ، لَبَّيۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيۡكَ، إِنَّ الۡحَمۡدَ وَالنِّعۡمَةَ لَكَ وَالۡمُلۡكَ لَا شَرِيكَ لَكَ) لَا يَزِيدُ عَلَىٰ هٰؤُلَاءِ الۡكَلِمَاتِ.
وَإِنَّ عَبۡدَ اللهِ بۡنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا كَانَ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَرۡكَعُ بِذِي الۡحُلَيۡفَةِ رَكۡعَتَيۡنِ، ثُمَّ إِذَا اسۡتَوَتۡ بِهِ النَّاقَةُ قَائِمَةً عِنۡدَ مَسۡجِدِ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ، أَهَلَّ بِهٰؤُلَاءِ الۡكَلِمَاتِ.
وَكَانَ عَبۡدُ اللهِ بۡنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يَقُولُ: كَانَ عُمَرُ بۡنُ الۡخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ يُهِلُّ بِإِهۡلَالِ رَسُولِ اللهِ ﷺ مِنۡ هٰؤُلَاءِ الۡكَلِمَاتِ وَيَقُولُ: لَبَّيۡكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيۡكَ، لَبَّيۡكَ وَسَعۡدَيۡكَ، وَالۡخَيۡرُ فِي يَدَيۡكَ لَبَّيۡكَ، وَالرَّغۡبَاءُ إِلَيۡكَ وَالۡعَمَلُ.
21. Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepadaku: Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami: Yunus mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab. Beliau mengatakan: Sesungguhnya Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar mengabarkan kepadaku, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memulai ihram dalam keadaan beliau merekatkan rambut, beliau bersabda, “Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu.” Beliau tidak menambahi kalimat-kalimat ini.
Sesungguhnya ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat dua rakaat di Dzul Hulaifah. Kemudian ketika unta beliau sudah berdiri tegak di dekat masjid Dzul Hulaifah, beliau memulai ihram dengan kalimat-kalimat ini.
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu dahulu memulai ihram dengan ihlalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalimat-kalimat ini dan beliau juga berkata: Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu dengan senang hati. Seluruh kebaikan di kedua tanganMu, aku penuhi panggilanMu. Seluruh harapan dan amalan adalah untukMu.

Shahih Muslim hadits nomor 1183

١٦ – (١١٨٣) – حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ: أَخۡبَرَنَا رَوۡحُ بۡنُ عُبَادَةَ: حَدَّثَنَا ابۡنُ جُرَيۡجٍ: أَخۡبَرَنِي أَبُو الزُّبَيۡرِ، أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يُسۡأَلُ عَنِ الۡمُهَلِّ؟ فَقَالَ: سَمِعۡتُ – ثُمَّ انۡتَهَىٰ فَقَالَ: أُرَاهُ يَعۡنِي – النَّبِيَّ ﷺ.
16. (1183). Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami: Rauh bin ‘Ubadah mengabarkan kepada kami: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami: Abuz Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa beliau mendengar Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang tempat memulai ihram. Beliau mengatakan: Aku mendengar –kemudian beliau berhenti, lalu berkata: Aku mengira beliau memaksudkan- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
١٨ – (...) – وَحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بۡنُ حَاتِمٍ وَعَبۡدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ. كِلَاهُمَا عَنۡ مُحَمَّدِ بۡنِ بَكۡرٍ. قَالَ عَبۡدٌ: أَخۡبَرَنَا مُحَمَّدٌ: أَخۡبَرَنَا ابۡنُ جُرَيۡجٍ: أَخۡبَرَنِي أَبُو الزُّبَيۡرِ؛ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بۡنَ عَبۡدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا يُسۡأَلُ عَنِ الۡمُهَلِّ؟ فَقَالَ: سَمِعۡتُ – أَحۡسَبُهُ رَفَعَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ - فَقَالَ: (مُهَلُّ أَهۡلِ الۡمَدِينَةِ مِنۡ ذِي الۡحُلَيۡفَةِ، وَالطَّرِيقُ الۡآخَرُ الۡجُحۡفَةُ، وَمُهَلُّ أَهۡلِ الۡعِرَاقِ مِنۡ ذَاتِ عِرۡقٍ، وَمُهَلُّ أَهۡلِ نَجۡدٍ مِنۡ قَرۡنٍ، وَمُهَلُّ أَهۡلِ الۡيَمَنِ مِنۡ يَلَمۡلَمَ).
18. Muhammad bin Hatim dan ‘Abd bin Humaid telah menceritakan kepadaku. Masing-masing keduanya dari Muhammad bin Bakr. ‘Abd berkata: Muhammad mengabarkan kepada kami: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami: Abuz Zubair mengabarkan kepadaku; Bahwa beliau mendengar Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang tempat memulai ihram. Beliau mengatakan: Aku mendengar –aku mengira beliau menyambungkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- beliau bersabda, “Tempat memulai ihram bagi penduduk Madinah dari Dzul Hulaifah dan bagi yang melalui jalan lain adalah dari Juhfah. Tempat memulai ihram bagi penduduk ‘Iraq dari Dzatu ‘Irq. Tempat memulai ihram penduduk Najd adalah dari Qarnul Manazil. Dan tempat memulai ihram bagi penduduk Yaman adalah dari Yalamlam.”

Shahih Al-Bukhari - 16. Kitab Gerhana

  1. Bab salat ketika gerhana matahari
    1. Hadis nomor 1040 dan 1041
    2. Hadis nomor 1042 dan 1043
  2. Bab sedekah ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1044
  3. Bab seruan dengan kalimat “mari salat secara berjemaah” ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1045
  4. Bab khotbahnya imam ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1046
  5. Bab apakah boleh mengatakan kasafat asy-syamsu ataukah khasafat
    1. Hadis nomor 1047
  6. Bab sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah menakuti para hambaNya dengan gerhana.”
    1. Hadis nomor 1048
  7. Bab meminta perlindungan dari azab kubur ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1049
    2. Hadis nomor 1050
  8. Bab lamanya sujud ketika salat gerhana
    1. Hadis nomor 1051
  9. Bab salat gerhana secara berjemaah
    1. Hadis nomor 1052
  10. Bab salatnya para wanita bersama para lelaki ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1053
  11. Bab barang siapa yang senang untuk membebaskan budak ketika gerhana matahari
    1. Hadis nomor 1054
  12. Bab salat gerhana di dalam masjid
    1. Hadis nomor 1055 dan 1056
  13. Bab gerhana matahari tidak terjadi karena mati atau lahirnya seseorang
    1. Hadis nomor 1057 dan 1058
  14. Bab berzikir ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1059
  15. Bab berdoa ketika gerhana
    1. Hadis nomor 1060
  16. Bab ucapan imam dalam khotbah gerhana: Amma ba’du
    1. Hadis nomor 1061
  17. Bab salat ketika gerhana bulan
    1. Hadis nomor 1062 dan 1063
  18. Bab rakaat pertama dalam salat gerhana lebih lama
    1. Hadis nomor 1064
  19. Bab mengeraskan bacaan di dalam shalat gerhana
    1. Hadis nomor 1065
    2. Hadis nomor 1066

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1066

١٠٦٦ – وَقَالَ الۡأَوۡزَاعِيُّ وَغَيۡرُهُ: سَمِعۡتُ الزُّهۡرِيَّ، عَنۡ عُرۡوَةَ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا: أَنَّ الشَّمۡسَ خَسَفَتۡ عَلَى عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَبَعَثَ مُنَادِيًا: بِـ: (الصَّلَاةَ جَامِعَةً)، فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرۡبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكۡعَتَيۡنِ وَأَرۡبَعَ سَجَدَاتٍ. وَأَخۡبَرَنِي عَبۡدُ الرَّحۡمٰنِ بۡنُ نَمِرٍ: سَمِعَ ابۡنَ شِهَابٍ: مِثۡلَهُ. قَالَ الزُّهۡرِيُّ: فَقُلۡتُ: مَا صَنَعَ أَخُوكَ ذٰلِكَ، عَبۡدُ اللهِ بۡنُ الزُّبَيۡرِ، مَا صَلَّى إِلَّا رَكۡعَتَيۡنِ مِثۡلَ الصُّبۡحِ، إِذۡ صَلَّى بِالۡمَدِينَةِ؟ قَالَ: أَجَلۡ، إِنَّهُ أَخۡطَأَ السُّنَّةَ. تَابَعَهُ سُفۡيَانُ بۡنُ حُسَيۡنٍ وَسُلَيۡمَانُ بۡنُ كَثِيرٍ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ فِي الۡجَهۡرِ. [طرفه في: ١٠٤٤].
1066. Al-Auza’i dan selain beliau mengatakan: Aku mendengar Az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Bahwa pernah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengutus seorang penyeru mengumumkan “ash-shalata jami’ah”. Beliau pun maju dan salat dengan empat rukuk dan empat sujud dalam dua rakaat. ‘Abdurrahman bin Namir mengabarkan kepadaku: Beliau mendengar Ibnu Syihab: semisal hadis tersebut. Az-Zuhri mengatakan: Aku berkata: Saudaramu, yaitu ‘Abdullah ibnuz Zubair, tidak melakukan itu. Dia hanya salat dua rakaat seperti salat Subuh ketika dia salat di Madinah. ‘Urwah berkata: Benar, dia telah menyalahi sunah. Sufyan bin Husain dan Sulaiman bin Katsir mengiringi Ibnu Namir, dari Az-Zuhri tentang menjahar.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1064

١٨ – بَابٌ الرَّكۡعَةُ الۡأُولَى فِي الۡكُسُوفِ أَطۡوَلُ
18. Bab rakaat pertama dalam salat gerhana lebih lama

١٠٦٤ – حَدَّثَنَا مَحۡمُودٌ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو أَحۡمَدَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ يَحۡيَى، عَنۡ عَمۡرَةَ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ صَلَّى بِهِمۡ فِي كُسُوفِ الشَّمۡسِ أَرۡبَعَ رَكَعَاتٍ فِي سَجۡدَتَيۡنِ، الۡأَوَّلُ وَالۡأَوَّلُ أَطۡوَلُ. [طرفه في: ١٠٤٤].
1064. Mahmud telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Abu Ahmad menceritakan kepada kami, beliau berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Yahya, dari ‘Amrah, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam salat mengimami mereka ketika gerhana matahari sebanyak empat rukuk dalam dua rakaat. Yang awal lebih panjang.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1062 dan 1063

١٧ – بَابُ الصَّلَاةِ فِي كُسُوفِ الۡقَمَرِ
17. Bab salat ketika gerhana bulan

١٠٦٢ – حَدَّثَنَا مَحۡمُودٌ قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بۡنُ عَامِرٍ، عَنۡ شُعۡبَةَ، عَنۡ يُونُسَ، عَنِ الۡحَسَنِ، عَنۡ أَبِي بَكۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: انۡكَسَفَتِ الشَّمۡسُ عَلَى عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَصَلَّى رَكۡعَتَيۡنِ. [طرفه في: ١٠٤٠].
1062. Mahmud telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Sa’id bin ‘Amir menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Yunus, dari Al-Hasan, dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Pernah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau salat dua rakaat.
١٠٦٣ – حَدَّثَنَا أَبُو مَعۡمَرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبۡدُ الۡوَارِثِ قَالَ: حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنِ الۡحَسَنِ، عَنۡ أَبِي بَكۡرَةَ قَالَ: خَسَفَتِ الشَّمۡسُ عَلَى عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى انۡتَهَى إِلَى الۡمَسۡجِدِ، وَثَابَ النَّاسُ إِلَيۡهِ، فَصَلَّى بِهِمۡ رَكۡعَتَيۡنِ، فَانۡجَلَتِ الشَّمسُ، فَقَالَ: (إِنَّ الشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ آيَتَانِ مِنۡ آيَاتِ اللهِ، وَإِنَّهُمَا لَا يَخۡسِفَانِ لِمَوۡتِ أَحَدٍ، وَإِذَا كَانَ ذَاكَ فَصَلُّوا وَادۡعُوا حَتَّى يُكۡشَفُ مَا بِكُمۡ). وَذَاكَ أَنَّ ابۡنًا لِلنَّبِيِّ ﷺ مَاتَ يُقَالُ لَهُ إِبۡرَاهِيمُ، فَقَالَ النَّاسُ فِي ذَاكَ. [طرفه في: ١٠٤٠].
1063. Abu Ma’mar telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: ‘Abdul Warits menceritakan kepada kami, beliau berkata: Yunus menceritakan kepada kami, dari Al-Hasan, dari Abu Bakrah, beliau mengatakan: Pernah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau keluar menyeret pakaian atasnya sampai berhenti di masjid dan orang-orang ikut berkumpul di masjid. Beliau salat mengimami mereka sebanyak dua rakaat. Lalu matahari kembali bersinar. Beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya keduanya tidak gerhana disebabkan matinya seseorang. Apabila terjadi hal itu, salat dan berdoalah sampai gerhana yang terjadi pada kalian selesai.” Saat itu, putra Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Ibrahim meninggal, lalu orang-orang berkata tentang hal itu.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1061

١٦ – بَابُ قَوۡلِ الۡإِمَامِ فِي خُطۡبَةِ الۡكُسُوفِ: أَمَّا بَعۡدُ
16. Bab ucapan imam dalam khotbah gerhana: Amma ba’du

١٠٦١ – وَقَالَ أَبُو أُسَامَةَ: حَدَّثَنَا هِشَامٌ قَالَ: أَخۡبَرَتۡنِي فَاطِمَةُ بِنۡتُ الۡمُنۡذِرِ، عَنۡ أَسۡمَاءَ قَالَتۡ: فَانۡصَرَفَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَقَدۡ تَجَلَّتِ الشَّمۡسُ، فَخَطَبَ فَحَمِدَ اللهَ بِمَا هُوَ أَهۡلُهُ، ثُمَّ قَالَ: (أَمَّا بَعۡدُ). [طرفه في: ٨٦].
1061. Abu Usamah mengatakan: Hisyam menceritakan kepada kami, beliau berkata: Fathimah bintul Mundzir mengabarkan kepadaku, dari Asma`, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai salat ketika matahari telah kembali bersinar. Lalu beliau berkhotbah dan memuji Allah dengan pujian yang layak untukNya. Kemudian beliau mengatakan, “Amma ba’du.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1060

١٥ – بَابُ الدُّعَاءِ فِي الۡخُسُوفِ
15. Bab berdoa ketika gerhana

قَالَهُ أَبُو مُوسَى وَعَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.
Ini dikatakan oleh Abu Musa dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
١٠٦٠ – حَدَّثَنَا أَبُو الۡوَلِيدِ قَالَ: حَدَّثَنَا زَائِدَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا زِيَادُ بۡنُ عِلَاقَةَ قَالَ: سَمِعۡتُ الۡمُغِيرَةَ بۡنَ شُعۡبَةَ يَقُولُ: انۡكَسَفَتِ الشَّمۡسُ يَوۡمَ مَاتَ إِبۡرَاهِيمُ، فَقَالَ النَّاسُ: انۡكَسَفَتۡ لِمَوۡتِ إِبۡرَاهِيمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (إِنَّ الشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ آيَتَانِ مِنۡ آيَاتِ اللهِ، لَا يَنۡكَسِفَانِ لِمَوۡتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيۡتُمُوهُمَا فَادۡعُوا اللهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنۡجَلِيَ). [طرفه في: ١٠٤٣].
1060. Abul Walid telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Zaidah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Ziyad bin ‘Ilaqah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku mendengar Al-Mughirah bin Syu’bah berkata: Pernah terjadi gerhana matahari pada hari Ibrahim meninggal. Orang-orang mengatakan: Gerhana matahari ini karena meninggalnya Ibrahim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Apabila kalian melihat dua gerhana itu, berdoalah kepada Allah dan salatlah sampai kembali terang.”

Shahih Muslim hadits nomor 1180

٦ – (١١٨٠) – حَدَّثَنَا شَيۡبَانُ بۡنُ فَرُّوخَ: حَدَّثَنَا هَمَّامٌ: حَدَّثَنَا عَطَاءُ بۡنُ أَبِي رَبَاحٍ، عَنۡ صَفۡوَانَ بۡنِ يَعۡلَى بۡنِ أُمَيَّةَ، عَنۡ أَبِيهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَهُوَ بِالۡجِعۡرَانَةِ، عَلَيۡهِ جُبَّةٌ وَعَلَيۡهَا خَلُوقٌ – أَوۡ قَالَ: أَثَرُ صُفۡرَةٍ -، فَقَالَ: كَيۡفَ تَأۡمُرُنِي أَنۡ أَصۡنَعَ فِي عُمۡرَتِي؟ قَالَ: وَأُنۡزِلَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ الۡوَحۡيُ، فَسُتِرَ بِثَوۡبٍ. وَكَانَ يَعۡلَىٰ يَقُولُ: وَدِدۡتُ أَنِّي أَرَى النَّبِيَّ ﷺ وَقَدۡ نَزَلَ عَلَيۡهِ الۡوَحۡيُ. قَالَ: فَقَالَ: أَيَسُرُّكَ أَنۡ تَنۡظُرَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَقَدۡ أُنۡزِلَ عَلَيۡهِ الۡوَحۡيُ؟ قَالَ: فَرَفَعَ عُمَرُ طَرَفَ الثَّوۡبِ. فَنَظَرۡتُ إِلَيۡهِ لَهُ غَطِيطٌ.- قَالَ: وَأَحۡسِبُهُ قَالَ – كَغَطِيطِ الۡبَكۡرِ. قَالَ: فَلَمَّا سُرِّيَ عَنۡهُ قَالَ: (أَيۡنَ السَّائِلُ عَنِ الۡعُمۡرَةِ؟ اغۡسِلۡ عَنۡكَ أَثَرَ الصُّفۡرَةَ – أَوۡ قَالَ: أَثَرَ الۡخَلُوقِ – وَاخۡلَعۡ عَنۡكَ جُبَّتَكَ، وَاصۡنَعۡ فِي عُمۡرَتِكَ مَا أَنۡتَ صَانِعٌ فِي حَجِّكَ).
6. (1180). Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami: Hammam menceritakan kepada kami: ‘Atha` bin Abu Rabah menceritakan kepada kami, dari Shafwan bin Ya’la bin Umayyah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang berada di Ji’ranah. Orang itu memakai sebuah jubah dan pada jubah itu ada wewangian khaluq -atau dia berkata: ada bekas warna kuning-. Orang itu berkata: Bagaimana engkau perintahkan aku untuk aku perbuat di dalam umrahku? Ya’la berkata: Wahyu turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau ditutupi dengan sebuah kain. Ya’la dahulu pernah mengatakan: Aku sangat ingin agar aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan wahyu turun kepada beliau. Ya’la berkata: ‘Umar berkata: Apakah akan membuatmu senang apabila engkau melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan wahyu turun kepada beliau? Ya’la berkata: ‘Umar mengangkat ujung kain itu. Aku pun memandang kepada beliau ada suara dengkuran - Dia berkata: Aku mengira dia mengatakan – seperti dengkuran anak unta. Dia berkata: Ketika telah pulih, beliau bersabda, “Di mana orang yang bertanya tentang umrah? Cucilah bekas warna kuning itu darimu – atau dia mengatakan: bekas wewangian khaluq -, lepaskanlah jubahmu, dan berbuatlah di umrahmu apa saja yang engkau lakukan dalam hajimu.”
٧ – (...) – وَحَدَّثَنَا ابۡنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفۡيَانُ، عَنۡ عَمۡرٍو، عَنۡ عَطَاءٍ، عَنۡ صَفۡوَانَ بۡنِ يَعۡلَىٰ، عَنۡ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ ﷺ رَجُلٌ وَهُوَ بِالۡجِعۡرَانَةِ، وَأَنَا عِنۡدَ النَّبِيِّ ﷺ، وَعَلَيۡهِ مُقَطَّعَاتٌ – يَعۡنِي جُبَّةً -، وَهُوَ مُتَضَمِّخٌ بِالۡخَلُوقِ. فَقَالَ: إِنِّي أَحۡرَمۡتُ بِالۡعُمۡرَةِ وَعَلَيَّ هٰذَا، وَأَنَا مُتَضَمِّخٌ بِالۡخَلُوقِ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: (مَا كُنۡتَ صَانِعًا فِي حَجِّكَ؟) قَالَ: أَنۡزِعُ عَنِّي هٰذِهِ الثِّيَابَ، وَأَغۡسِلُ عَنِّي هٰذَا الۡخَلُوقَ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: (مَا كُنۡتَ صَانِعًا فِي حَجِّكَ، فَاصۡنَعۡهُ فِي عُمۡرَتِكَ).
7. Ibnu Abu ‘Umar telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari ‘Amr, dari ‘Atha`, dari Shafwan bin Ya’la, dari ayahnya, beliau berkata: Seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau di Ji’ranah dan aku di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang itu memakai kain yang dipotong, dibentuk, dan dijahit -yakni sebuah jubah- dan kain itu diolesi dengan wewangian khaluq. Orang itu berkata: Sesungguhnya aku telah berihram untuk umrah dalam keadaan aku memakai ini dan aku pun terkena wewangian khaluq. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Apa yang engkau lakukan ketika hajimu?” Orang itu menjawab: Aku melepaskan pakaian ini dan aku cuci wewangian khaluq dariku. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Apa saja yang engkau lakukan ketika hajimu, lakukan pula dalam umrahmu.”
٨ – (...) – حَدَّثَنِي زُهَيۡرُ بۡنُ حَرۡبٍ: حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ. (ح) وَحَدَّثَنَا عَبۡدُ بۡنُ حُمَيۡدٍ: أَخۡبَرَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ بَكۡرٍ. قَالَا: أَخۡبَرَنَا ابۡنُ جُرَيۡجٍ. (ح) وَحَدَّثَنَا عَلِيُّ بۡنُ خَشۡرَمٍ – وَاللَّفۡظُ لَهُ -: أَخۡبَرَنَا عِيسَىٰ، عَنِ ابۡنِ جُرَيۡجٍ. قَالَ: أَخۡبَرَنِي عَطَاءٌ، أَنَّ صَفۡوَانَ بۡنَ يَعۡلَى بۡنِ أُمَيَّةَ أَخۡبَرَهُ: أَنَّ يَعۡلَىٰ كَانَ يَقُولُ لِعُمَرَ بۡنِ الۡخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: لَيۡتَنِي أَرَىٰ نَبِيَّ اللهِ ﷺ حِينَ يُنۡزَلُ عَلَيۡهِ، فَلَمَّا كَانَ النَّبِيُّ ﷺ بِالۡجِعۡرَانَةِ وَعَلَى النَّبِيِّ ﷺ ثَوۡبٌ قَدۡ أُظِلَّ بِهِ عَلَيۡهِ مَعَهُ نَاسٌ مِنۡ أَصۡحَابِهِ فِيهِمۡ عُمَرُ، إِذۡ جَاءَهُ رَجُلٌ عَلَيۡهِ جُبَّةٌ صُوفٍ، مُتَضَمِّخٌ بِطِيبٍ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَيۡفَ تَرَىٰ فِي رَجُلٍ أَحۡرَمَ بِعُمۡرَةٍ فِي جُبَّةٍ بَعۡدَمَا تَضَمَّخَ بِطِيبٍ؟ فَنَظَرَ إِلَيۡهِ النَّبِيُّ ﷺ سَاعَةً ثُمَّ سَكَتَ، فَجَاءَهُ الۡوَحۡيُ، فَأَشَارَ عُمَرُ بِيَدِهِ إِلَىٰ يَعۡلَى بۡنِ أُمَيَّةَ: تَعَالَ، فَجَاءَ يَعۡلَىٰ فَأَدۡخَلَ رَأۡسَهُ، فَإِذَا النَّبِيُّ ﷺ مُحۡمَرُّ الۡوَجۡهِ يَغِطُّ سَاعَةً، ثُمَّ سُرِّيَ عَنۡهُ. فَقَالَ: (أَيۡنَ الَّذِي سَأَلَنِي عَنِ الۡعُمۡرَةِ آنِفًا؟) فَالۡتُمِسَ الرَّجُلُ، فَجِيءَ بِهِ. فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (أَمَّا الطِّيبُ الَّذِي بِكَ، فَاغۡسِلۡهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَأَمَّا الۡجُبَّةُ فَانۡزِعۡهَا، ثُمَّ اصۡنَعۡ فِي عُمۡرَتِكَ مَا تَصۡنَعُ فِي حَجِّكَ).
8. Zuhair bin Harb telah menceritakan kepadaku: Isma’il bin Ibrahim menceritakan kepada kami. (Dalam riwayat lain) ‘Abd bin Humaid telah menceritakan kepada kami: Muhammad bin Bakr mengabarkan kepada kami. Keduanya mengatakan: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami. (Dalam riwayat lain) ‘Ali bin Khasyram telah menceritakan kepada kami –dan lafal ini milik beliau-: ‘Isa mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij. Beliau berkata: ‘Atha` mengabarkan kepadaku, bahwa Shafwan bin Ya’la bin Umayyah mengabarkan kepadanya: Bahwa Ya’la pernah berkata kepada ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu: Seandainya aku melihat Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika wahyu turun kepada beliau. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Ji’ranah dan Nabi memakai suatu pakaian untuk menaungi beliau, bersama beliau ada orang-orang dari kalangan sahabat beliau. Di antara mereka ada ‘Umar. Tiba-tiba seseorang datang memakai sebuah jubah dari bulu domba. Orang itu mengatakan: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berihram untuk umrah mengenakan sebuah jubah setelah dia olesi dengan wewangian? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memandangnya sebentar lalu beliau diam. Wahyu pun turun kepada beliau. ‘Umar memberi isyarat dengan tangannya kepada Ya’la bin Umayyah: Kemari. Ya’la pun datang lalu memasukkan kepalanya. Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wajahnya sedang memerah dan mendengkur sesaat. Kemudian beliau pulih. Beliau bersabda, “Di mana orang yang bertanya tentang umrah tadi?” Orang itu dicari lalu didatangkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun wewangian yang engkau pakai, cucilah sebanyak tiga kali. Adapun jubah itu, lepaskanlah. Kemudian berbuatlah dalam umrahmu apa saja yang engkau lakukan dalam hajimu.”
٩ – (...) – وَحَدَّثَنَا عُقۡبَةُ بۡنُ مُكۡرَمٍ الۡعَمِّيُّ وَمُحَمَّدُ بۡنُ رَافِعٍ – وَاللَّفۡظُ لِابۡنِ رَافِعٍ – قَالَا: حَدَّثَنَا وَهۡبُ بۡنُ جَرِيرِ بۡنِ حَازِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ: سَمِعۡتُ قَيۡسًا يُحَدِّثُ، عَنۡ عَطَاءٍ، عَنۡ صَفۡوَانَ بۡنِ يَعۡلَى بۡنِ أُمَيَّةَ، عَنۡ أَبِيهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ، أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ ﷺ وَهُوَ بِالۡجِعۡرَانَةِ قَدۡ أَهَلَّ بِالۡعُمۡرَةِ، وَهُوَ مُصَفِّرٌ لِحۡيَتَهُ وَرَأۡسَهُ وَعَلَيۡهِ جُبَّةٌ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي أَحۡرَمۡتُ بِعُمۡرَةٍ. وَأَنَا كَمَا تَرَىٰ. فَقَالَ: (انۡزِعۡ عَنۡكَ الۡجُبَّةَ، وَاغۡسِلۡ عَنۡكَ الصُّفۡرَةَ، وَمَا كُنۡتَ صَانِعًا فِي حَجِّكَ فَاصۡنَعۡهُ فِي عُمۡرَتِكَ).
9. ‘Uqbah bin Mukram Al-‘Ammi dan Muhammad bin Rafi’ –dan redaksi ini milik Ibnu Rafi’- telah menceritakan kepada kami. Keduanya berkata: Wahb bin Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami: Ayahku menceritakan kepada kami, beliau berkata: Aku mendengar Qais menceritakan, dari ‘Atha`, dari Shafwan bin Ya’la bin Umayyah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, bahwa seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di Ji’ranah. Orang itu telah memulai ihram untuk umrah. Orang itu mewarnai jenggot dan rambutnya dengan warna kuning dan dia memakai sebuah jubah. Orang itu berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berihram untuk umrah dalam keadaan aku sebagaimana yang engkau lihat. Beliau bersabda, “Lepaskan jubah itu, cucilah warna kuning itu darimu, dan apa yang dahulu engkau lakukan ketika hajimu, lakukanlah dalam umrahmu.”
١٠ – (...) – وَحَدَّثَنِي إِسۡحَاقُ بۡنُ مَنۡصُورٍ: أَخۡبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ عُبَيۡدُ اللهِ بۡنُ عَبۡدِ الۡمَجِيدِ: حَدَّثَنَا رَبَاحُ بۡنُ أَبِي مَعۡرُوفٍ قَالَ: سَمِعۡتُ عَطَاءً قَالَ: أَخۡبَرَنِي صَفۡوَانُ بۡنُ يَعۡلَىٰ، عَنۡ أَبِيهِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَأَتَاهُ رَجُلٌ عَلَيۡهِ جُبَّةٌ بِهَا أَثَرٌ مِنۡ خَلُوقٍ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي أَحۡرَمۡتُ بِعُمۡرَةٍ فَكَيۡفَ أَفۡعَلُ؟ فَسَكَتَ عَنۡهُ فَلَمۡ يَرۡجِعۡ إِلَيۡهِ، وَكَانَ عُمَرُ يَسۡتُرُهُ إِذَا أُنۡزِلَ عَلَيۡهِ الۡوَحۡيُ، يُظِلُّهُ. فَقُلۡتُ لِعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ: إِنِّي أُحِبُّ، إِذَا أُنۡزِلَ عَلَيۡهِ الۡوَحۡيُ، أَنۡ أُدۡخِلَ رَأۡسِي مَعَهُ فِي الثَّوۡبِ. فَلَمَّا أُنۡزِلَ عَلَيۡهِ، خَمَّرَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ بِالثَّوۡبِ، فَجِئۡتُهُ فَأَدۡخَلۡتُ رَأۡسِي مَعَهُ فِي الثَّوۡبِ، فَنَظَرۡتُ إِلَيۡهِ، فَلَمَّا سُرِّيَ عَنۡهُ قَالَ: (أَيۡنَ السَّائِلُ آنِفًا عَنِ الۡعُمۡرَةِ؟) فَقَامَ إِلَيۡهِ الرَّجُلُ. فَقَالَ: (انۡزِعۡ عَنۡكَ جُبَّتَكَ، وَاغۡسِلۡ أَثَرَ الۡخَلُوقِ الَّذِي بِكَ، وَافۡعَلۡ فِي عُمۡرَتِكَ مَا كُنۡتَ فَاعِلًا فِي حَجِّكَ).
10. Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepadaku: Abu ‘Ali ‘Ubaidullah bin ‘Abdul Majid mengabarkan kepada kami: Rabah bin Abu Ma’ruf menceritakan kepada kami, beliau mengatakan: Aku mendengar ‘Atha, beliau berkata: Shafwan bin Ya’la mengabarkan kepadaku, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Datanglah seorang lelaki memakai jubah yang ada bekas wewangian khaluq. Orang itu berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sudah berihram untuk umrah, lalu apa yang harus aku lakukan? Nabi diam dan tidak menjawabnya. ‘Umar biasa menutupi beliau ketika wahyu turun kepada Nabi. ‘Umar menaunginya. Aku berkata kepada ‘Umar radhiyallahu ‘anhu: Sesungguhnya aku ingin, ketika wahyu turun kepada Nabi, untuk memasukkan kepalaku bersama beliau di kain itu. Ketika wahyu turun kepada Nabi, ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyelubungi beliau dengan kain. Aku pun datang dan memasukkan kepalaku bersama beliau di dalam kain itu. Aku memandang beliau. Ketika pulih, beliau bersabda, “Di mana orang yang bertanya tadi tentang umrah?” Orang tadi pun berdiri menghadap beliau. Beliau bersabda, “Lepaskan jubahmu, cucilah bekas wewangian khaluq yang ada padamu, dan lakukan dalam umrahmu apa saja yang engkau dahulu kerjakan dalam hajimu.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1059

١٤ – بَابُ الذِّكۡرِ فِي الۡكُسُوفِ
14. Bab berzikir ketika gerhana

رَوَاهُ ابۡنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا.
Ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
١٠٥٩ – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ الۡعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنۡ بُرَيۡدِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ، عَنۡ أَبِي بُرۡدَةَ، عَنۡ أَبِي مُوسَى قَالَ: خَسَفَتِ الشَّمۡسُ، فَقَامَ النَّبِيُّ ﷺ فَزِعًا، يَخۡشَى أَنۡ تَكُونَ السَّاعَةُ، فَأَتَى الۡمَسۡجِدَ، فَصَلَّى بِأَطۡوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ رَأَيۡتُهُ قَطُّ يَفۡعَلُهُ، وَقَالَ: (هٰذِهِ الۡآيَاتُ الَّتِي يُرۡسِلُ اللهُ، لَا تَكُونُ لِمَوۡتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلٰكِنۡ يُخَوِّفُ اللهُ بِهِ عِبَادَهُ، فَإِذَا رَأَيۡتُمۡ شَيۡئًا مِنۡ ذٰلِكَ، فَافۡزَعُوا إِلَى ذِكۡرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسۡتِغۡفَارِهِ).
1059. Muhammad ibnul ‘Ala` telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Buraid bin ‘Abdullah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, beliau berkata: Terjadi gerhana matahari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bergegas berdiri, khawatir akan terjadi hari kiamat. Beliau mendatangi masjid dan salat dengan berdiri, rukuk, dan sujud paling lama yang pernah aku lihat beliau lakukan. Beliau bersabda, “Ini adalah ayat-ayat yang Allah kirimkan. Hal ini tidak terjadi karena mati atau lahirnya seseorang, akan tetapi Allah menakuti para hambaNya dengan kejadian ini. Apabila kalian melihat kejadian itu, maka bergegaslah untuk berzikir, berdoa, dan memohon ampun kepada Allah.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1057 dan 1058

١٣ – بَابٌ لَا تَنۡكَسِفُ الشَّمۡسُ لِمَوۡتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ
13. Bab gerhana matahari tidak terjadi karena mati atau lahirnya seseorang

رَوَاهُ أَبُو بَكۡرَةَ، وَالۡمُغِيرَةُ، وَأَبُو مُوسَى، وَابۡنُ عَبَّاسٍ، وَابۡنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ.
Ini diriwayatkan oleh Abu Bakrah, Al-Mughirah, Abu Musa, Ibnu ‘Abbas, dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum.
١٠٥٧ – حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحۡيَى، عَنۡ إِسۡمَاعِيلَ قَالَ: حَدَّثَنِي قَيۡسٌ، عَنۡ أَبِي مَسۡعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (الشَّمۡسُ وَالۡقَمَرُ لَا يَنۡكَسِفَانِ لِمَوۡتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّهُمَا آَيَتَانِ مِنۡ آيَاتِ اللهِ، فَإِذَا رَأَيۡتُمُوهُمَا فَصَلُّوا). [طرفه في: ١٠٤١].
1057. Musaddad telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Yahya menceritakan kepada kami, dari Isma’il, beliau mengatakan: Qais menceritakan kepadaku, dari Abu Mas’ud, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Matahari dan bulan, keduanya tidak terjadi gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Akan tetapi keduanya adalah dua tanda di antara ayat-ayat Allah. Apabila kalian melihat dua gerhana tersebut, salatlah.”
١٠٥٨ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ مُحَمَّدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا هِشَامٌ: أَخۡبَرَنَا مَعۡمَرٌ، عَنِ الزُّهۡرِيِّ وَهِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنۡ عُرۡوَةَ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا قَالَتۡ: كَسَفَتِ الشَّمۡسُ عَلَى عَهۡدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَقَامَ النَّبِيُّ ﷺ فَصَلَّى بِالنَّاسِ، فَأَطَالَ الۡقِرَاءَةَ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ رَفَعَ رَأۡسَهُ فَأَطَالَ الۡقِرَاءَةَ، وَهِيَ دُونَ قِرَاءَتِهِ الۡأُولَى، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ دُونَ رُكُوعِهِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ رَفَعَ رَأۡسَهُ فَسَجَدَ سَجۡدَتَيۡنِ، ثُمَّ قَامَ، فَصَنَعَ فِي الرَّكۡعَةِ الثَّانِيَةِ مِثۡلَ ذٰلِكَ، ثُمَّ قَامَ فَقَالَ: (إِنَّ الشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ لَا يَخۡسِفَانِ لِمَوۡتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنۡ آيَاتِ اللهِ يُرِيهِمَا عِبَادَهُ، فَإِذَا رَأَيۡتُمۡ ذٰلِكَ فَافۡزَعُوا إِلَى الصَّلَاةِ). [طرفه في: ١٠٤٤].
1058. ‘Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, beliau mengatakan: Hisyam menceritakan kepada kami: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri dan Hisyam bin ‘Urwah, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: Pernah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit salat mengimami manusia. Beliau memanjangkan bacaan, lalu rukuk dan memperlama rukuknya. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan memanjangkan bacaan namun lebih singkat daripada bacaan yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan memperlama rukuknya lebih singkat daripada rukuknya yang pertama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan sujud dua kali. Kemudian beliau berdiri dan melakukan semisal itu pada rakaat kedua. Setelah selesai beliau berdiri dan bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan, tidaklah terjadi gerhana keduanya karena mati atau lahirnya seseorang. Akan tetapi keduanya adalah dua tanda di antara ayat-ayat Allah, yang Allah memperlihatkannya kepada para hambaNya. Apabila kalian melihat itu, maka cepat-cepatlah salat.”

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1055 dan 1056

١٢ – بَابُ صَلَاةِ الۡكُسُوفِ فِي الۡمَسۡجِدِ
12. Bab salat gerhana di dalam masjid

١٠٥٥ – حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنۡ يَحۡيَى بۡنِ سَعِيدٍ، عَنۡ عَمۡرَةَ بِنۡتِ عَبۡدِ الرَّحۡمٰنِ، عَنۡ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا: أَنَّ يَهُودِيَّةً جَاءَتۡ تَسۡأَلُهَا، فَقَالَتۡ: أَعَاذَكِ اللهُ مِنۡ عَذَابِ الۡقَبۡرِ. فَسَأَلَتۡ عَائِشَةُ رَسُولَ اللهِ ﷺ: أَيُعَذَّبُ النَّاسُ فِي قُبُورِهِمۡ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَائِذًا بِاللهِ مِنۡ ذٰلِكَ. [طرفه في: ١٠٤٩].
1055. Isma’il telah menceritakan kepada kami, beliau berkata: Malik menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Sa’id, dari ‘Amrah bintu ‘Abdurrahman, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Bahwa seorang wanita Yahudi datang meminta kepadanya. Lalu ia berkata: Semoga Allah melindungimu dari azab kubur. ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah orang-orang disiksa di kubur-kubur mereka? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa beliau berlindung kepada Allah dari hal itu.
١٠٥٦ – ثُمَّ رَكِبَ رَسُولُ اللهِ ﷺ ذَاتَ غَدَاةٍ مَرۡكَبًا، فَكَسَفَتِ الشَّمۡسُ، فَرَجَعَ ضُحًى، فَمَرَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ بَيۡنَ ظَهۡرَانَيِ الۡحُجَرِ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى وَقَامَ النَّاسُ وَرَاءَهُ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا، ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا، وَهُوَ دُونَ الۡقِيَامِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا، وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ رَفَعَ فَسَجَدَ سُجُودًا طَوِيلًا، ثُمَّ قَامَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا، وَهُوَ دُونَ الۡقِيَامِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا، وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا، وَهُوَ دُونَ الۡقِيَامِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا، وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ سَجَدَ، وَهُوَ دُونَ السُّجُودِ الۡأَوَّلِ، ثُمَّ انۡصَرَفَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ مَا شَاءَ اللهُ أَنۡ يَقُولَ، ثُمَّ أَمَرَهُمۡ أَنۡ يَتَعَوَّذُوا مِنۡ عَذَابِ الۡقَبۡرِ.
1056. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu pagi menaiki suatu tunggangan. Terjadilah gerhana matahari. Beliau pun kembali di waktu duha. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati di antara dua bagian belakang kamar-kamar. Kemudian beliau berdiri salat dan orang-orang berdiri di belakang beliau. Beliau berdiri lama kemudian rukuk lama. Kemudian beliau bangkit dan berdiri lama namun lebih singkat daripada berdiri yang pertama. Kemudian beliau rukuk lama namun lebih singkat daripada rukuk yang pertama. Kemudian beliau bangkit, lalu sujud lama. Kemudian beliau bangkit dan berdiri lama namun lebih singkat daripada berdiri sebelumnya. Kemudian beliau rukuk lama namun lebih singkat daripada rukuk sebelumnya. Kemudian beliau berdiri lama namun lebih singkat daripada berdiri sebelumnya. Kemudian beliau rukuk lama namun lebih singkat daripada rukuk sebelumnya. Kemudian beliau sujud namun lebih singkat daripada sujud yang pertama. Kemudian beliau selesai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan apa yang Allah kehendaki untuk beliau katakan. Kemudian beliau memerintahkan mereka untuk berlindung dari siksa kubur.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1054

١١ – بَابُ مَنۡ أَحَبَّ الۡعَتَاقَةَ فِي كُسُوفِ الشَّمۡسِ
11. Bab barang siapa yang senang untuk membebaskan budak ketika gerhana matahari

١٠٥٤ – حَدَّثَنَا رَبِيعُ بۡنُ يَحۡيَى قَالَ: حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنۡ هِشَامٍ، عَنۡ فَاطِمَةَ، عَنۡ أَسۡمَاءَ قَالَتۡ: لَقَدۡ أَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِالۡعَتَاقَةِ فِي كُسُوفِ الشَّمۡسِ. [طرفه في: ٨٦].
1054. Rabi’ bin Yahya telah menceritakan kepada kami, beliau mengatakan: Zaidah menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Fathimah, dari Asma`, beliau mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar telah memerintahkan untuk membebaskan budak pada waktu gerhana matahari.

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 1053

١٠ – بَابُ صَلَاةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِي الۡكُسُوفِ
10. Bab salatnya para wanita bersama para lelaki ketika gerhana

١٠٥٣ – حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ قَالَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنِ امۡرَأَتِهِ فَاطِمَةَ بِنۡتِ الۡمُنۡذِرِ، عَنۡ أَسۡمَاءَ بِنۡتِ أَبِي بَكۡرٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا أَنَّهَا قَالَتۡ: أَتَيۡتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا، زَوۡجَ النَّبِيِّ ﷺ، حِينَ خَسَفَتِ الشَّمۡسُ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ، وَإِذَا هِيَ قَائِمَةٌ تُصَلِّي، فَقُلۡتُ: مَا لِلنَّاسِ؟ فَأَشَارَتۡ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ، وَقَالَتۡ: سُبۡحَانَ اللهِ. فَقُلۡتُ: آيَةٌ؟ فَأَشَارَتۡ: أَيۡ نَعَمۡ، قَالَتۡ: فَقُمۡتُ حَتَّى تَجَلَّانِي الۡغَشۡيُ، فَجَعَلۡتُ أَصُبُّ فَوۡقَ رَأۡسِي الۡمَاءَ، فَلَمَّا انۡصَرَفَ رَسُولُ اللهِ ﷺ حَمِدَ اللهَ وَأَثۡنَى عَلَيۡهِ، ثُمَّ قَالَ: (مَا مِنۡ شَيۡءٍ كُنۡتُ لَمۡ أَرَهُ إِلَّا قَدۡ رَأَيۡتُهُ فِي مَقَامِي هَذَا، حَتَّى الۡجَنَّةَ وَالنَّارَ، وَلَقَدۡ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّكُمۡ تُفۡتَنُونَ فِي الۡقُبُورِ مِثۡلَ أَوۡ قَرِيبًا مِنۡ فِتۡنَةِ الدَّجَّالِ – لَا أَدۡرِي أَيَّتَهُمَا قَالَتۡ أَسۡمَاءُ – يُؤۡتَى أَحَدُكُمۡ فَيُقَالُ لَهُ: مَا عِلۡمُكَ بِهٰذَا الرَّجُلِ؟ فَأَمَّا الۡمُؤۡمِنُ – أَوِ الۡمُوقِنُ لَا أَدۡرِي أَيَّ ذٰلِكَ قَالَتۡ أَسۡمَاءُ. فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ ﷺ، جَاءَنَا بِالۡبَيِّنَاتِ وَالۡهُدَى، فَأَجَبۡنَا وَآمَنَّا وَاتَّبَعۡنَا، فَيُقَالُ لَهُ: نَمۡ صَالِحًا، فَقَدۡ عَلِمۡنَا إِنۡ كُنۡتَ لَمُوقِنًا، وَأَمَّا الۡمُنَافِقُ – أَوِ الۡمُرۡتَابُ – لَا أَدۡرِي أَيَّتَهُمَا قَالَتۡ أَسۡمَاءُ – فَيَقُولُ: لَا أَدۡرِي، سَمِعۡتُ النَّاسَ يَقُولُونَ شَيۡئًا فَقُلۡتُهُ). [طرفه في: ٨٦].
1053. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, beliau mengatakan: Malik mengabarkan kepada kami, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari istrinya, yaitu Fathimah bintul Mundzir, dari Asma` bintu Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia berkata: Aku mendatangi ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika terjadi gerhana matahari, ternyata orang-orang sedang berdiri salat dan ‘Aisyah pun juga berdiri sedang salat. Aku bertanya: Kenapa orang-orang ini? ‘Aisyah memberi isyarat dengan tangannya ke langit dan mengatakan: Subhanallah. Aku bertanya: Apakah ini sebuah tanda? ‘Aisyah memberi isyarat membenarkan. Asma` berkata: Aku pun ikut berdiri salat sampai merasa sesaat kehilangan kesadaran, lalu aku pun menuangkan air ke atas kepalaku. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai salat, beliau memuji Allah dan menyanjungNya. Kemudian beliau bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang belum aku lihat sebelumnya kecuali aku telah melihatnya di tempat berdiriku ini, sampai pun surga dan neraka. Dan sungguh telah diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan diuji di kubur semisal atau mirip dengan ujian Dajjal – Aku tidak tahu mana di antara keduanya yang dikatakan oleh Asma` - salah seorang kalian akan didatangkan (di kuburnya) lalu ditanya: Apa pengetahuanmu terhadap orang ini? Adapun seorang mukmin atau orang yang yakin - Aku tidak tahu yang mana yang diucapkan oleh Asma` - akan mengatakan: Muhammad adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau datang kepada kami membawa bukti dan petunjuk, lalu kami pun memenuhi panggilan beliau, beriman, dan mengikutinya. Lalu dikatakan kepadanya: Tidurlah dengan tenang, sungguh kami telah mengetahui bahwa engkau orang yang yakin. Adapun seorang munafik atau orang yang ragu – aku tidak tahu mana di antara keduanya yang dikatakan oleh Asma` -, ia akan mengatakan: Aku tidak tahu, aku mendengar manusia mengatakan sesuatu, lalu aku pun ikut mengatakannya.”

Shahih Muslim hadits nomor 37

٦٠ – (٣٧) – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى، وَمُحَمَّدُ بۡنُ بَشَّارٍ، وَاللَّفۡظُ لِابۡنِ الۡمُثَنَّى، قَالَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ جَعۡفَرٍ: حَدَّثَنَا شُعۡبَةُ، عَنۡ قَتَادَةَ؛ قَالَ: سَمِعۡتُ أَبَا السَّوَّارِ يُحَدِّثُ: أَنَّهُ سَمِعَ عِمۡرَانَ بۡنَ حُصَيۡنٍ يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ: (الۡحَيَاءُ لَا يَأۡتِي إِلَّا بِخَيۡرٍ).
فَقَالَ بُشَيۡرُ بۡنُ كَعۡبٍ: إِنَّهُ مَكۡتُوبٌ فِي الۡحِكۡمَةِ: أَنَّ مِنۡهُ وَقَارًا وَمِنۡهُ سَكِينَةً. فَقَالَ عِمۡرَانُ: أُحَدِّثُكَ عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَتُحَدِّثُنِي عَنۡ صُحُفِكَ.
[البخاري: كتاب الأدب، باب الحياء، رقم: ٥٧٦٦].
60. (37). Muhammad ibnul Mutsanna dan Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami, dan redaksi ini milik Ibnul Mutsanna, keduanya mengatakan: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Qatadah; Beliau mengatakan: Aku mendengar Abus Sawwar menceritakan: Bahwa beliau mendengar ‘Imran bin Hushain menceritakan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Rasa malu itu tidak datang kecuali bersama kebaikan.”
Busyair bin Ka’b mengatakan: Sesungguhnya tertulis di dalam lembaran hikmah bahwa di antara rasa malu itu ada kewibawaan dan sebagiannya adalah ketenangan. ‘Imran berkata: Aku menceritakan kepadamu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun engkau malah menceritakan kepadaku dari lembaran-lembaranmu.
٦١ – (...) – حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ حَبِيبٍ الۡحَارِثِيُّ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بۡنُ زَيۡدٍ، عَنۡ إِسۡحَاقَ؛ (وَهُوَ ابۡنُ سُوَيۡدٍ) أَنَّ أَبَا قَتَادَةَ حَدَّثَ، قَالَ: كُنَّا عِنۡدَ عِمۡرَانَ بۡنِ حُصَيۡنٍ فِي رَهۡطٍ مِنَّا. وَفِينَا بُشَيۡرُ بۡنُ كَعۡبٍ، فَحَدَّثَنَا عِمۡرَانُ يَوۡمَئِذٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (الۡحَيَاءُ خَيۡرٌ كُلُّهُ). قَالَ: أَوۡ قَالَ: (الۡحَيَاءُ كُلُّهُ خَيۡرٌ).
فَقَالَ بُشَيۡرُ بۡنُ كَعۡبٍ: إِنَّا لَنَجِدُ فِي بَعۡضِ الۡكُتُبِ أَوِ الۡحِكۡمَةِ أَنَّ مِنۡهُ سَكِينَةً وَوَقَارًا لِلهِ. وَمِنۡهُ ضَعۡفٌ. قَالَ: فَغَضِبَ عِمۡرَانُ حَتَّى احۡمَرَّتَا عَيۡنَاهُ، وَقَالَ: أَلَا أُرَانِي أُحَدِّثُكَ عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَتُعَارِضُ فِيهِ؟ قَالَ: فَأَعَادَ عِمۡرَانُ الۡحَدِيثَ. قَالَ: فَأَعَادَ بُشَيۡرٌ، فَغَضِبَ عِمۡرَانُ، قَالَ: فَمَا زِلۡنَا نَقُولُ فِيهِ: إِنَّهُ مِنَّا يَا أَبَا نُجَيۡدٍ، إِنَّهُ لَا بَأۡسَ بِهِ.
حَدَّثَنَا إِسۡحَاقُ بۡنُ إِبۡرَاهِيمَ: أَخۡبَرَنَا النَّضۡرُ: حَدَّثَنَا أَبُو نَعَامَةَ الۡعَدَوِيُّ. قَالَ: سَمِعۡتُ حُجَيۡرَ بۡنَ الرَّبِيعِ الۡعَدَوِيَّ يَقُولُ: عَنۡ عِمۡرَانَ بۡنِ حُصَيۡنٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ... نَحۡوَ حَدِيثِ حَمَّادِ بۡنِ زَيۡدٍ.
61. Yahya bin Habib Al-Haritsi telah menceritakan kepada kami: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ishaq (bin Suwaid), bahwa Abu Qatadah menceritakan, beliau mengatakan: Kami pernah berada di dekat ‘Imran bin Husain dalam sebuah rombongan. Di antara kami ada Busyair bin Ka’b. ‘Imran pada saat itu menceritakan kepada kami, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rasa malu merupakan kebaikan, seluruhnya.” Beliau mengatakan: Atau beliau bersabda, “Rasa malu seluruhnya merupakan kebaikan.”
Busyair bin Ka’b berkata: Sungguh kami mendapati di sebagian kitab-kitab atau lembaran hikmah bahwa dari rasa malu itu muncul ketenangan dan kewibawaan karena Allah. Dan darinya ada kelemahan. Dia berkata: ‘Imran pun marah sampai kedua matanya memerah dan berkata: Bukankah engkau tahu aku menceritakan kepadamu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun engkau malah menentangnya. Dia berkata: ‘Imran mengulang hadis tersebut. Dia berkata: Busyair juga mengulangi perkataannya. ‘Imran pun marah. Dia berkata: Kami pun terus menerus berkata dalam kejadian itu: Sesungguhnya dia termasuk golongan kita wahai Abu Nujaid, sesungguhnya dia tidak bermasalah.
Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami: An-Nadhr mengabarkan kepada kami: Abu Na’amah Al-‘Adawi menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Aku mendengar Hujair ibnur Rabi’ Al-‘Adawi berkata: Dari ‘Imran bin Hushain, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam… semisal hadis Hammad bin Zaid.

Abdurrahman bin Abi Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma

Panas dan ganas, sebuah gambaran yang pas untuk mendeskripsikan tanah Arab yang beriklim padang pasir. Alam yang sama sekali tidak bersahabat, dengan keadaan yang minim air, makanan, tempat bernaung serta panas matahari yang membakar. Oleh karenanya, medan padang pasir berperan besar dalam membentuk karakter manusia yang hidup di sekitarnya. Fisik yang kuat, tekad yang berpadu dengan kesabaran, pantang menyerah dengan keadaan, berani sekaligus kelihaian untuk mempertahankan diri adalah sebagian hasil tempaan alam ini. Sejarah adalah saksi bisu lahirnya banyak kader pilih tanding yang berasal darinya.

Di tempat seperti inilah Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu lahir dan dibesarkan. Sebagaimana watak kaum Arab yang ditempa secara alamiah dengan iklim gurun ini, Abdurrahman pun tumbuh dengan membawa karakter yang kuat pada dirinya. Ia adalah seorang yang dikaruniai kepandaian dalam memanah dan menunggang kuda, tak mengherankan bila Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu menjadi salah seorang pemimpin pasukan pemanah yang disegani di garda depan pertempuran.

Dari sisi nasab, Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu adalah putra sulung Abu Bakar Ash Shiddiq, manusia terbaik dalam umat ini setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga merupakan saudara kandung Ummul Mukminin Aisyah. Ibunya adalah Ummu Rumman bintu ‘Amir bin Uwaimir bin Abdisyams bin ‘Atab. Di masa jahiliyyah ia bernama Abdul Ka’bah bin Abdillah bin Abi Quhafah Utsman Bin ‘Amir Bin Amr Bin Kaab Bin Saad Bin Taim Bin Murrah Al Qurasy, namanya kemudian diganti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah masuk Islam dengan nama Abdurrahman.

AKHLAK DAN KEPRIBADIAN


Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang tidak pernah berbohong dalam kesehariannya walaupun ia masih hidup dalam kejahiliahan. Sifat jujur yang kian langka di masa ini menjadi kepribadiannya yang menonjol pada dirinya terlebih setelah memeluk Islam. Ia juga seorang yang cerdik lagi pemberani. Terkenal sebagai seorang yang pandai dan cakap dalam bidang syair Arab. Sebagai contoh keberaniannya adalah saat terjadi peperangan Yamamah, perang menghadapi pasukan Musailamah si nabi palsu. Ia termasuk seorang pemberani yang mampu membunuh tujuh orang pembesar musuh, di antara mereka adalah Mahkam bin Thufail yang menjadi otak dan dedengkot musuh. Dengan terbunuhnya Mahkam di tangan Abdurrahman, goyahlah semangat dari pasukan Musailamah Al Kadzdzab.

MASA SEBELUM ISLAM


Bila ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang pertama kali beriman, membenarkan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lain halnya dengan Abdurrahman. Ia masih tetap tenggelam dalam kesyirikan dan jahiliyyah kaumnya. Ia menjadi sosok yang keras kepala dan kokoh dalam membela berhala-berhala Jahiliyyah.

Tidak sebagaimana putra-putri Abu Bakar Ash Shiddiq yang membela mati-matian ayahnya, ia justru menjadi layaknya duri yang menghambat ayahnya. Saat peristiwa hijrahnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta Abu Bakar, ia justru berperan aktif membantu kafir Quraisy untuk menemukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bahkan pembelaannya terhadap agama paganisme ini ia realisasikan dengan mengangkat senjata melawan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayahnya sendiri. Dalam peristiwa perang Badar ia masuk dalam barisan penyerang kaum musyrikin Quraisy dan menantang adu tanding kepada kaum Muslimin. Dan dalam perang Uhud, ia mengepalai pasukan panah yang dipersiapkan Quraisy untuk menghadapi kaum Muslimin.

Kita tentu bertanya seberapa besarkah kebencian yang ada dalam diri Abdurrahman bin Abi Bakar terhadap Islam dan pemeluknya, hingga begitu keras menentang dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayahnya. Mungkinkah jiwa yang membatu seperti ini bisa melembut dan menerima Islam.

Akan tetapi, akal manusia tidak selalu bisa menjangkau hikmah Allah subhanahu wa ta’ala di balik semua peristiwa. Di tangan Allahlah hikmah dalam seluruh kejadian dan di Tangan-Nyalah hidayah itu diperoleh. Allahlah yang membolak-balikkan hati. Sekeras apa pun permusuhan manusia, bila Allah subhanahu wa ta’ala kehendaki tentu bisa mengubahnya menjadi rasa cinta. Oleh karenanya seorang manusia tiada boleh untuk berputus asa untuk mengharap hidayah Allah subhanahu wa ta’ala untuk seseorang dan tiada boleh pula tergesa memvonis kecelakaan atas manusia tertentu.

KEHIDUPAN SETELAH ISLAM


Penyesalan memang datang belakangan. Bila hati telah mengenal Allah dan agama-Nya, tak mungkin jiwa seorang akan membencinya. Beberapa saat sebelum peristiwa fathu Makkah, Allah berkenan untuk menganugerahi Abdurrahman dengan hidayah Islam. Tepatnya di sebuah tempat bernama Al Hadanah, Abdurrahman menyatakan keislamannya. Bergegas Abdurrahman pun berhijrah ke Madinah dan berbaiat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bersama Muawiyyah dan serombongan kecil pemuda Makkah beliau menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatakan Islam. Dengan Islamnya Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu, sang ayah pun begitu bahagia. Apalagi Abu Quhafah-Utsman bin ‘Amir- ayah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga masuk Islam dalam waktu yang berdekatan. Alhamdulillah keutamaan hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala semata.

Setelah keislaman ini, Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu bersegera melakukan berbagai ketaatan yang telah sekian waktu ia tentang. Sikap ksatria yang ia miliki di saat jahiliyyah, terus ia kembangkan dalam membela Islam. Medan pertempuran Yamamah, Yarmuk, dan berbagai tempat dalam peperangan untuk membuka kota Syam adalah saksi akan kegigihan beliau dalam meninggikan kalimatullah. Ia pun menjadi salah satu pembesar kaum muslimin.

Beliau meriwayatkan beberapa peristiwa yang beliau alami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah kisah kematian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meminta siwak yang beliau bawa sebelum meninggal. Ia juga meriwayatkan hadis dari Aisyah yang maknanya, ‘Celakalah orang-orang yang tidak menyempurnakan wudhunya, ia akan disiksa di neraka’. Beliau juga seorang yang diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menemani Aisyah dalam pelaksanaan umrah saat haji Wada’. Demikian sedikit gambaran tentang dekatnya hubungan Abdurrahman dengan keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

WAFATNYA


Beliau wafat di tahun 53/54 hijriyyah di masa peralihan kepemimpinan Muawiyyah. Beliau meninggal saat tidurnya di tempat yang bernama Al Habasyi, yang berjarak 6-12 mil dari Makkah. Maka beliau pun dimakamkan di dataran tinggi sekitar Makkah. Radhiyallahu ‘anhu. [Ustadz Hammam]


Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 56 vol.05 1437H-2016M rubrik Figur.

Mujahid rahimahullah

Syaikhnya Para Qari’


NAMA DAN KELAHIRAN BELIAU


Beliau adalah Imam, Syaikhnya para Qari’ (pembaca dan penghafal Al Quran) dan ahli tafsir. Abul Hajjaj Al Makki Al Aswad Maula As Saib bin Abi Saib Al Makhzumi. Beliau dinisbatkan kepada Al Makhzumi karena beliau adalah seorang maula (bekas budak) dari kalangan Bani Makhzum. Mujahid rahimahullah dilahirkan pada tahun 21 H bertepatan dengan 642 M di masa pemerintahan khalifah Umar bin Khaththab. Sebagaimana disebutkan oleh Adz Dzahabi rahimahullah, beliau adalah seorang ulama besar tabi’in dalam bidang ilmu qira’ah (bacaan) dan tafsir. Salah satu murid Ibnu Abbas yang sangat terkenal sehingga menjadi rujukan ilmu tafsir di zamannya. Termasuk salah satu murid senior Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang banyak mengambil ilmu darinya.

Ibnu Ishaq rahimahullah meriwayatkan bahwa Mujahid mengatakan, “Aku telah menyodorkan mushaf kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali dari awal hingga akhirnya. Aku meminta supaya beliau berhenti pada setiap ayat dan menanyakan ayat tersebut kepadanya.” Beliau memang banyak menimba ilmu dan meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehingga sangat mumpuni dalam ilmu tafsir. Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Apabila datang kepadamu tafsir dari Mujahid, maka itu sudah cukup bagimu.”

GURU-GURU BELIAU


Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau lah sang guru besar Mujahid rahimahullah dalam ilmu tafsir dan Al Quran. Selain itu masih banyak deretan nama para sahabat yang pernah beliau ambil ilmunya. Sebut saja para tokoh sahabat semisal Abu Hurairah, Aisyah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Amr, Abdullah bin Umar, Rafi’ bin Khadij, Jabir bin Abdillah, Abu Said Al-Khudry, Ummu Hani’, Usaid bin Hudhair, dan sahabat yang lainnya radhiyallahu ‘anhum. Subhanallah, tentu sebuah keutamaan yang sangat mulia dan agung karena beliau berjumpa dengan para sahabat.

MURID-MURID BELIAU


Imam Mujahid juga mempunyai sekian banyak murid yang sangat ternama. Di antaranya adalah Ikrimah, Thawus, Atha’ (mereka ini juga termasuk teman sejawat beliau), Amr bin Dinar, Abu Zubair, Al-Hakam bin Utaibah, Ibnu Abi Najih, Manshur bin Al-Mu’tamir, Sulaiman bin Mihran Al A’masy, Ayyub As-Sikhtiyani, Qatadah bin Di’amah, Al Fadhl bin Maimun, Bukair bin Al Ahnas, dan masih banyak lainnya.

SANJUNGAN PARA ULAMA TERHADAP BELIAU


Sungguh akan terlihat tingginya kedudukan Mujahid di kalangan para ulama dengan melihat pujian mereka terhadap beliau. Apalagi jika yang memberikan persaksian dan rekomendasi tersebut adalah para ulama jarh dan ta’dil (ulama yang ahli dalam menilai kadar seseorang). Ibnu Sa’ad rahimahullah berkata, “Mujahid adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), faqih, berilmu dan banyak meriwayatkan hadis.”

Yahya bin Ma’in dan Ibnu Hibban mengatakan, “Mujahid adalah seorang yang faqih, wara’, ahli ibadah, dan kuat hafalannya.” Al Hafiz Ibnu Hajar berkata, “Dia seorang yang tsiqah, imam dalam tafsir dan ilmu agama.” Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Ambillah tafsir dari empat orang: Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, dan Adh Dhahak.” Khusaif mengatakan, “Mujahid adalah yang paling berilmu tentang tafsir di antara mereka.”

Qatadah berkata, “Orang yang paling berilmu tentang tafsir saat ini adalah Mujahid.” Ibnu Juraij mengatakan, “Aku bertemu Mujahid lantas aku mengatakan ‘Aku mendengar dari Mujahid’ lebih aku sukai daripada keluargaku dan hartaku.” Yahya bin Main dan ulama yang lain menyatakan, “Mujahid adalah seorang yang tsiqah terpercaya.” Bahkan begitu tingginya kedudukan di mata para ulama, sampai-sampai sahabat pun sangat menghormatinya. Mujahid menuturkan, “Aku pernah menemani Ibnu Umar karena aku ingin memberikan khidmah (pelayanan) kepada beliau. Namun justru beliau memberikan khidmah kepadaku.”

MUTIARA-MUTIARA NASIHATNYA


Mujahid rahimahullah berkata, “Dahulu kami menuntut ilmu agama ini tanpa adanya niat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Allah pun menganugerahkan niat kepada kami.” Dalam kesempatan lain beliau mengatakan, “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah meskipun ilmunya sedikit. Adapun orang yang jahil adalah orang yang bermaksiat kepada Allah meskipun ilmunya banyak.” Beliau mengatakan, “Aku tidak tahu mana di antara kedua nikmat ini yang lebih agung, hidayah yang Allah berikan kepadaku untuk memeluk Islam atau keselamatan yang Allah anugerahkan kepadaku dari berbagai hawa (yang menyimpang)?” Terkait dengan ucapan beliau ini Adz Dzahabi mengomentari, “Seperti penyimpangan Rafidhah, Qadariyah, atau Jahmiyah.” Mujahid berkata, “Barangsiapa yang memuliakan dirinya maka rendahlah agamanya. Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya, maka ia akan memuliakan agama-Nya.”

Putranya yang bernama Abdul Wahhab berkisah, “Suatu ketika aku pernah di sisi ayahku, tiba-tiba datanglah putranya yang bernama Ya’qub seraya mengatakan, “Wahai ayahku, sesungguhnya kami mempunyai teman-teman yang mengklaim bahwa iman penduduk langit (malaikat) dan iman penduduk bumi (manusia) itu sama.” Mujahid pun berkata, “Wahai anakku, mereka itu bukan teman-temanku. Allah tidak akan menjadikan makhluk yang bergelimang dengan kesalahan itu seperti makhluk yang tidak punya dosa sama sekali.”

Imam Al Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Mujahid bahwa beliau berkata, “Tidak akan bisa meraih ilmu orang yang pemalu dan sombong.” Abdullah bin Mubarak rahimahullah meriwayatkan dari Laits, dari Mujahid, ia berkata, “Orang yang mati pasti akan dikumpulkan dengan teman-temannya ketika di dunia. Jika ia dari golongan orang yang ahli dzikir, maka ia akan dikumpulkan pula dengan golongan ahli dzikir. Jika ia dari golongan orang yang lalai, maka ia akan dikumpulkan dengan golongan orang yang lalai pula.

RIHLAH BELIAU DALAM MENUNTUT ILMU


Imam Mujahid mempunyai semangat yang tinggi dalam melakukan safari ilmiah untuk menuntut ilmu. Tidaklah beliau mendengar sesuatu yang dikagumi melainkan beliau pasti akan mendatangi dan melihatnya. Tercatat beliau pernah rihlah ke Hadramaut di negeri Yaman untuk mengunjungi sumur Barhut dan Babil. Sebagaimana halnya beliau pernah berkunjung ke Mesir lalu meriwayatkan dari Maslamah bin Makhlad. Demikian halnya ulama yang meriwayatkan dari beliau di negeri tersebut cukup banyak. Pernah pula beliau menetap di Kufah dalam jangka waktu yang cukup lama. Sampai-sampai beliau terhitung sebagai ulama besar di Irak saat itu.

Beliau juga pernah berziarah ke Kota Tuj di wilayah yang terletak antara negeri dua sungai. Negeri ini terkenal dengan nama Mesopotamia yang secara geografis terletak di Barat Daya Asia. Tempat ini dikenal sebagai salah satu pusat perkotaan tertua di dunia yang terletak di Irak antara sungai Tigris dan Efrat. Bahkan beliau pernah rihlah ke pulau Rhodes yang secara geografis masuk wilayah Yunani. Wilayah ini pernah ditaklukkan oleh pasukan Islam sehingga Mujahid tinggal di sana selama tujuh tahun untuk mengajarkan Al Quran kepada penduduknya. Tidak ketinggalan Konstantinopel pernah beliau kunjungi dan bahkan bergabung bersama pasukan kaum muslimin yang berusaha untuk menaklukkannya.

KARYA ILMIAH BELIAU


Tafsir Mujahid sangat populer di kalangan para ulama dan pakar ilmu tafsir sejak zamannya Al Bukhari sampai zamannya Ath Thabari. Bahkan tafsir beliau masih terus eksis dari zaman ke zaman hingga saat ini. Imam Ath Thabari termasuk ulama yang memberikan perhatian lebih terhadap tafsir Mujahid. Metode penafsiran ayat yang ditempuh oleh Mujahid dalam kitabnya ini adalah perpaduan antara tafsir bil ma’tsur dan tafsir bir ra’yi. Metode tafsir bi al ma’tsur yaitu tafsir ayat yang bersumber dari Al Quran itu sendiri dan dari berbagai riwayat, baik dari nabi, sahabat maupun tabi’in. Adapun metode tafsir bi al ra’yi yaitu tafsir yang bersumber kepada ijtihad seorang mufasir. Sehingga metodologi tafsir Imam Mujahid ini termasuk inspirator pertama bagi ulama ahli tafsir untuk menempuh metode yang sama.

AKHIR HAYATNYA


Menurut pendapat sebagian ahli sejarah, Imam Mujahid meninggal di Kota Mekkah pada tahun 104 H dalam usia 83 tahun. Bahkan disebutkan dalam satu riwayat bahwa beliau meninggal dalam keadaan sujud. Sungguh akhir kehidupan yang demikian ini merupakan keutamaan yang besar bagi beliau. Betapa tidak, meninggal di kota suci dalam kondisi sedang beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau. Allahu A’lam.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 35 vol.03 1437 H/ 2016 M rubrik Biografi. Pemateri: Ustadz Abu Hafy Abdullah.