٣٧ – بَابُ قَوۡلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿ذٰلِكَ لِمَنۡ لَمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُ حَاضِرِي الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ﴾ [البقرة: ١٩٦]
37. Bab firman Allah taala, “Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah)” (QS. Al-Baqarah: 196)
١٥٧٢ – وَقَالَ أَبُو كَامِلٍ فُضَيۡلُ بۡنُ حُسَيۡنٍ الۡبَصۡرِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعۡشَرٍ: حَدَّثَنَا عُثۡمَانُ بۡنُ غِيَاثٍ، عَنۡ عِكۡرِمَةَ، عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا: أَنَّهُ سُئِلَ عَنۡ مُتۡعَةِ الۡحَجِّ؟ فَقَالَ: أَهَلَّ الۡمُهَاجِرُونَ وَالۡأَنۡصَارُ وَأَزۡوَاجُ النَّبِيِّ ﷺ فِي حَجَّةِ الۡوَدَاعِ وأَهۡلَلۡنَا، فَلَمَّا قَدِمۡنَا مَكَّةَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (اجۡعَلُوا إِهۡلَالَكُمۡ بِالۡحَجِّ عُمۡرَةً، إِلَّا مَنۡ قَلَّدَ الۡهَدۡيَ). طُفۡنَا بِالۡبَيۡتِ وَبِالصَّفَا وَالۡمَرۡوَةِ، وَأَتَيۡنَا النِّسَاءَ، وَلَبِسۡنَا الثِّيَابَ، وَقَالَ: (مَنۡ قَلَّدَ الۡهَدۡيَ فَإِنَّهُ لَا يَحِلُّ لَهُ حَتَّى يَبۡلُغَ الۡهَدۡيُ مَحِلَّهُ). ثُمَّ أَمَرَنَا عَشِيَّةَ التَّرۡوِيَةِ أَنۡ نُهِلَّ بِالۡحَجِّ، فَإِذَا فَرَغۡنَا مِنَ الۡمَنَاسِكِ، جِئۡنَا فَطُفۡنَا بِالۡبَيۡتِ وَبِالصَّفَا وَالۡمَرۡوَةِ، فَقَدۡ تَمَّ حَجُّنَا وَعَلَيۡنَا الۡهَدۡيُ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿فَمَا اسۡتَيۡسَرَ مِنَ الۡهَدۡيِ فَمَنۡ لَمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡ﴾ [البقرة: ١٩٦] إِلَى أَمۡصَارِكُمۡ، الشَّاةُ تَجۡزِي، فَجَمَعُوا نُسُكَيۡنِ فِي عَامٍ، بَيۡنَ الۡحَجِّ وَالۡعُمۡرَةِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى أَنۡزَلَهُ فِي كِتَابِهِ، وَسَنَّهُ نَبِيُّهُ ﷺ، وَأَبَاحَهُ لِلنَّاسِ غَيۡرَ أَهۡلِ مَكَّةَ، قَالَ اللهُ: ﴿ذٰلِكَ لِمَنۡ لَمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُ حَاضِرِي الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ﴾. وَأَشۡهُرُ الۡحَجِّ الَّتِي ذَكَرَ اللهُ تَعَالَى: شَوَّالٌ، وَذُو الۡقَعۡدَةِ، وَذُو الۡحَجَّةِ، فَمَنۡ تَمَتَّعَ فِي هَٰذِهِ الۡأَشۡهُرِ، فَعَلَيۡهِ دَمٌ أَوۡ صَوۡمٌ. وَالرَّفَثُ: الۡجِمَاعُ، وَالۡفُسُوقُ: الۡمَعَاصِي، وَالۡجِدَالُ: الۡمِرَاءُ.
1572. Abu Kamil Fudhail bin Husain Al-Bashri mengatakan: Abu Ma’syar menceritakan kepada kami: ‘Utsman bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: Bahwa beliau ditanya tentang haji tamatuk. Beliau mengatakan: Orang-orang Muhajirin dan Ansar dan para istri Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam telah memulai ihram pada haji wadak. Begitu pula kami. Ketika kami tiba di Makkah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadikanlah ihram kalian untuk haji menjadi umrah kecuali bagi siapa saja yang telah mengalungi hewan hadyu.” Kami lalu tawaf di Ka’bah dan sai di Shafa dan Marwah. Kemudian kami menggauli istri-istri kami dan memakai pakaian biasa. Beliau bersabda, “Siapa saja yang telah mengalungi hewan hadyu, maka ia tidak tahalul sampai hewan hadyu sudah sampai tempat penyembelihan.” Kemudian beliau memerintahkan kami pada sore hari tarwiah agar memulai ihram untuk haji. Selesainya kami dari manasik, kami datang tawaf di Ka’bah dan sai di Shafa dan Marwah. Maka, haji kami telah sempurna dan wajib hadyu atas kami, sebagaimana firman Allah taala yang artinya, “(wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kalian telah pulang kembali.” (QS. Al-Baqarah: 196). Yakni kembali ke kampung halaman kalian. Kurban satu ekor kambing sudah cukup. Sehingga mereka telah mengumpulkan dua ibadah dalam satu tahun, yaitu antara haji dengan umrah. Sungguh, Allah taala telah menurunkan ayat tentangnya di dalam KitabNya. Dan telah disunahkan oleh NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membolehkannya untuk orang-orang selain penduduk Makkah. Allah berfirman yang artinya, “Demikian itu (kewajiban membayar fidiah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).” Bulan-bulan haji yang telah Allah taala sebutkan adalah Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Jadi, siapa saja yang melakukan haji tamatuk pada bulan-bulan ini, wajib menyembelih hewan kurban atau puasa. Rafats artinya jimak. Fusuq (kefasikan) artinya maksiat-maksiat. Jidal artinya perdebatan.