Cari Blog Ini

Arti Ibadah

﷽ 

الۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحۡبِهِ أَجۡمَعِينَ: 

Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta. Semoga Allah mencurahkan selawat, salam, dan berkah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabat beliau semuanya. 

قَالَ الشَّيۡخُ الۡإِمَامُ مُحَمَّدُ بۡنُ عَبۡدِ الۡوَهَّابِ –رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى-: 

Syekh Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab—semoga Allah taala merahmatinya—berkata: 

فَإِنۡ قِيلَ: فَمَا الۡجَامِعُ لِعِبَادَةِ اللهِ وَحۡدَهُ؟
قُلۡتَ: طَاعَتُهُ بِامۡتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجۡتِنَابِ نَوَاهِيهِ. 

Jika ada yang bertanya, “Apa cakupan ibadah kepada Allah semata?”
Maka, engkau jawab, “Menaati-Nya dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.”[1]


Syekh Doktor Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan di dalam syarah Al-Jami' li 'Ibadatillah berkata,
[1]

الۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصۡحَابِهِ أَجۡمَعِينَ، وَبَعۡدُ: 

Segala puji untuk Allah Rabb semesta alam. Semoga Allah mencurahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabat beliau seluruhnya. Amabakdu, 

فَإِنَّ اللهَ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى خَلَقَ الۡجِنَّ وَالۡإِنۡسَ لِعِبَادَتِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ﴾ [الذاريات: ٥٦]. بَلۡ إِنَّهُ سُبۡحَانَهُ خَلَقَ الۡمَلَائِكَةَ أَيۡضًا لِعِبَادَتِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَنۡ عِندَهُۥ لَا يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِهِۦ وَلَا يَسۡتَحۡسِرُونَ ۝١٩ يُسَبِّحُونَ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ لَا يَفۡتُرُونَ﴾ [الأنبياء: ١٩-٢٠]، وَالۡعِبَادَةُ مَأۡخُوذَةٌ مِنَ التَّعَبُّدِ وَهُوَ التَّذَلُّلُ. 
يُقَالُ: طَرِيقٌ مُعَبَّدٌ، إِذَا ذَلَّلَتۡهُ الۡأَقۡدَامُ، هَٰذَا مِنۡ نَاحِيَةِ اللُّغَةِ. 

Sesungguhnya Allah subhanahu wa taala telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah taala berfirman (yang artinya), “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56). Bahkan Allah subhanahu wa taala telah menciptakan malaikat juga untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah taala berfirman (yang artinya), “Dan malaikat-malaikat yang ada di dekat-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa letih. Mereka bertasbih malam dan siang, tidak henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya`: 19-20). Ibadah diambil dari kata ta’abbud (penyembahan), yaitu perendahan diri. 

Ada yang berkata: thariq mu’abbad (jalan yang mudah), yaitu apabila banyak telapak kaki telah menginjakinya. Ini dari sisi bahasa. 

وَأَمَّا فِي الشَّرۡعِ: فَعَرَّفَهَا الۡعُلَمَاءُ تَعَارِيفَ كَثِيرَةً. 
التَّعۡرِيفُ الۡأَوَّلُ: أَنَّهَا غَايَةُ الۡحُبِّ مَعَ غَايَةِ الذُّلِّ. 

Adapun dalam istilah syariat, para ulama memberikan arti dengan banyak pengertian. Pengertian pertama: Bahwa ibadah adalah puncak kecintaan disertai puncak ketundukan/perendahan diri. 

كَمَا قَالَ الۡإِمَامُ ابۡنُ الۡقَيِّمِ –رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى- فِي النُّونِيَّةِ: 
وَعِبَادَةُ الرَّحۡمَٰنِ غَايَةُ حُبِّهِ مَعَ ذُلِّ عَابِدِهِ هُمَا قُطۡبَانِ 
وَعَلَيۡهِمَا فَلَكُ الۡعِبَادَةِ دَائِرٌ مَا دَارَ حَتَّى قَامَتِ الۡقُطۡبَانِ 
وَمَدَارُهُ بِالۡأَمۡرِ أَمۡرِ رَسُولِهِ لَا بِالۡهَوَى وَالنَّفۡسِ وَالشَّيۡطَانِ 

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullah dalam Nuniyyah, “Ibadah kepada Allah adalah puncak cinta kepadanya disertai puncak ketundukan hamba-Nya. Itulah dua poros. Di atas dua poros inilah ibadah terus beredar hingga kedua poros ini tegak. Dan sumbunya adalah agama, yaitu agama yang dibawa Rasul-Nya, bukan dengan hawa nafsu dan setan.” 

فَلَا بُدَّ مِنَ الۡجَمۡعِ بَيۡنَ الۡأَمۡرَيۡنِ: غَايَةُ الۡحُبِّ مَعَ غَايَةِ الذُّلِّ، فَمَنۡ أَحَبَّ شَيۡئًا وَلَمۡ يَذِلَّ لَهُ، لَمۡ يَكُنۡ ذٰلِكَ عِبَادَةً لَهُ. 

Jadi harus mengumpulkan dua perkara ini, yaitu: puncak kecintaan serta puncak ketundukan. Sehingga, siapa saja yang mencintai sesuatu namun tidak merendahkan diri kepadanya, maka hal itu bukan merupakan ibadah kepadanya. 

كَمَا يُحِبُّ الۡإِنۡسَانُ زَوۡجَتَهُ، وَيُحِبُّ أَوۡلَادَهُ، لَكِنَّهُ لَا يَذِلُّ لَهُمۡ، فَحُبُّ الزَّوۡجِ لِزَوۡجَتِهِ وَحُبُّهُ لِأَوۡلَادِهِ، وَحُبُّ الۡوَلَدِ لِأَبَوَيۡهِ وَأَقَارِبِهِ، لَا يُسَمَّى عِبَادَةً، لِأَنَّهُ لَيۡسَ مَعَهُ ذُلٌّ. 

Seperti seseorang yang mencintai istrinya dan mencintai anaknya, akan tetapi dia tidak merendahkan diri kepada mereka, maka cinta suami kepada istri dan kepada anak-anaknya, juga cinta seorang anak kepada kedua orang tua dan kerabatnya, tidak dinamakan ibadah karena tidak disertai sikap perendahan diri. 

وَكَذٰلِكَ مَنۡ ذَلَّ لِشَيۡءٍ وَلَمۡ يُحِبُّهُ فَلَيۡسَ ذٰلِكَ عِبَادَةً لَهُ، كَمَنۡ ذَلَّ لِجَبَّارٍ مِنَ الۡجَبَابِرَةِ، أَوۡ لِظَالِمٍ مِنَ الۡظَّلَمَةِ، لَكِنَّهُ لَا يُحِبُّهُ، فَهَٰذَا لَيۡسَ بِعِبَادَةٍ، إِنَّمَا الۡعِبَادَةُ مَا جَمَعَتۡ بَيۡنَ الۡأَمۡرَيۡنِ: غَايَةِ الۡحُبِّ مَعَ غَايَةِ الذُّلِّ، وَهَٰذَا لَا يَكُونُ إِلَّا لِلهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، وَلَا بُدَّ أَنۡ تَدُورَ عَلَيۡهِمَا أَفۡلَاكُ الۡعِبَادَةِ بِجَمِيعِ أَنۡوَاعِهَا، وَلِهَٰذَا قَالَ: 
وَعَلَيۡهِمَا فَلَكُ الۡعِبَادَةِ دَائِرٌ مَا دَارَ حَتَّى قَامَتِ الۡقُطۡبَانِ 
يَعۡنِي: عَلَى الۡأَصۡلَيۡنِ: الۡحُبِّ وَالذُّلِّ. 

Demikian pula, barang siapa yang merendahkan diri kepada sesuatu namun dia tidak mencintainya, maka bukan merupakan penyembahan kepadanya. Seperti orang yang tunduk kepada seorang penguasa yang sewenang-wenang atau kepada seorang yang zalim, namun dia tidak mencintainya, maka ini bukanlah ibadah. Ibadah itu hanya apabila terkumpul dua perkara, yaitu: puncak kecintaan disertai puncak ketundukan. Dan ini tidak boleh kecuali untuk Allah subhanahu wa taala. Ibadah dengan segala macamnya harus beredar di atas dua poros ini. Karena itulah Ibnu Al-Qayyim mengatakan, “Di atas kedua poros ini, ibadah terus beredar hingga kedua poros ini tegak.” Yakni di atas dua pokok: cinta dan ketundukan. 

فَإِنۡسَانٌ يَقۡتَصِرُ عَلَى الۡحُبِّ وَالذُّلِّ مِنۡ غَيۡرِ أَنۡ يَفۡعَلَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ، وَأَنۡ يَتۡرُكَ مَا نَهَى اللهُ عَنۡهُ، لَا يُعۡتَبَرُ عَابِدًا لِلهِ، فَغَايَةُ الۡحُبِّ مَعَ غَايَةِ الذُّلِّ يَقۡتَضِيَانِ امۡتِثَالَ أَوَامِرِ اللهِ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى وَاجۡتِنَابَ نَوَاهِيهِ، وَبِهَٰذَا تَتَحَقَّقَ الۡعِبَادَةُ. 

Seseorang yang hanya mencukupkan diri dengan rasa cinta dan ketundukan, tanpa melakukan apa saja yang Allah perintahkan dan tidak meninggalkan apa saja yang Allah larang, tidaklah dianggap orang yang beribadah kepada Allah. Karena puncak kecintaan dibarengi puncak ketundukan akan berkonsekuensi mengerjakan perintah-perintah Allah subhanahu wa taala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan dengan inilah peribadahan akan terwujud. 

وَعَرَّفَهَا شَيۡخُ الۡإِسۡلَامِ ابۡنُ تَيۡمِيَّةَ بِتَعۡرِيفٍ شَامِلٍ دَقِيقٍ، فَقَالَ: الۡعِبَادَةُ: اسۡمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرۡضَاهُ مِنَ الۡأَعۡمَالِ وَالۡأَقۡوَالِ الظَّاهِرَةِ وَالۡبَاطِنَةِ، كُلُّ ذٰلِكَ عِبَادَةٌ، وَلَهُ رِسَالَةٌ فِي هَٰذَا جَيِّدَةٌ، اسۡمُهَا (الۡعُبُودِيَّةُ)، ذَكَرَ فِيهَا هَٰذَا التَّعۡرِيفَ، وَذَكَرَ أَنۡوَاعَ الۡعِبَادَةِ الَّتِي أَمَرَ اللهُ تَعَالَى بِهَا فِي كِتَابِهِ، أَوۡ أَمَرَ بِهَا رَسُولُهُ ﷺ فِي سُنَّتِهِ. 

Syekh Islam Ibnu Taimiyyah memberi pengertian ibadah dengan pengertian yang lengkap dan rinci. Beliau mengatakan, “Ibadah adalah suatu nama yang mencakup setiap apa yang Allah cintai dan ridai berupa amalan dan ucapan baik lahir maupun batin.” Semua itu adalah ibadah. Beliau memiliki sebuah risalah yang bagus tentang ibadah. Judulnya adalah Al-‘Ubudiyyah. Beliau menyebutkan pengertian ibadah ini di dalamnya. Beliau juga menyebutkan macam-macam ibadah yang Allah taala perintahkan di dalam Alquran dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan di dalam sunahnya. 

وَالشَّيۡخُ هُنَا يَقُولُ: (فَإِنۡ قِيلَ) يَعۡنِي: لَوۡ سُئِلۡتَ (مَا الۡجَامِعُ لِعِبَادَةِ اللهِ؟) أَيۡ: مَا هُوَ التَّعۡرِيفُ الۡجَامِعُ لِعِبَادَةِ اللهِ بِاخۡتِصَارٍ، فَإِنَّكَ تَقُولُ: (طَاعَتُهُ بِامۡتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجۡتِنَابِ نَوَاهِيهِ). 

Syekh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab di sini berkata, “Jika ada yang berkata,” yakni andai engkau ditanya. “Apa cakupan ibadah kepada Allah?” Yakni, apakah pengertian secara ringkas yang mencakup ibadah kepada Allah. Maka engkau bisa katakan, “Taat kepada Allah dengan melakukan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.”