Cari Blog Ini

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Isim yang Di-Raf' - Fa'il

بَابُ الۡفَاعِلِ


الۡفَاعِلُ هُوَ الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ الۡمَذۡكُورُ قَبۡلَهُ فِعۡلُهُ. وَهُوَ عَلَى قِسۡمَيۡنِ ظَاهِرٍ، وَمُضۡمَرٍ.

Fa’il adalah isim yang di-raf’ yang fiilnya disebutkan sebelumnya. Fa’il ada dua jenis: zhahir (tampak) dan mudhmar (tersembunyi).

فَالظَّاهِرُ نَحۡوُ قَوۡلِكَ: (قَامَ زَيۡدٌ، وَيَقُومُ زَيۡدٌ، وَقَامَ الزَّيۡدَانِ، وَيَقُومُ الزَّيۡدَانِ، وَقَامَ الزَّيۡدُونَ، وَيَقُومُ الزَّيۡدُونَ، وَقَامَ الرِّجَالُ، وَيَقُومُ الرِّجَالُ، وَقَامَتۡ هِنۡدٌ، وَتَقُومُ هِنۡدٌ، وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَانِ، وَتَقُومُ الۡهِنۡدَانِ، وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَاتُ، وَتَقُومُ الۡهِنۡدَاتُ، وَقَامَتۡ الۡهُنُودُ، وَتَقُومُ الۡهُنُودُ، وَقَامَ أَخُوكَ، وَيَقُومُ أَخُوكَ، وَقَامَ غُلَامِي، وَيَقُومُ غُلَامِي)، وَمَا أَشۡبَهَ ذٰلِكَ.

Fa’il yang tampak seperti ucapanmu, “قَامَ زَيۡدٌ (Zaid telah berdiri), يَقُومُ زَيۡدٌ (Zaid sedang berdiri), قَامَ الزَّيۡدَانِ (Dua Zaid itu telah berdiri), يَقُومُ الزَّيۡدَانِ (Dua Zaid itu sedang berdiri), قَامَ الزَّيۡدُونَ (Zaid-Zaid itu telah berdiri), يَقُومُ الزَّيۡدُونَ (Zaid-Zaid itu sedang berdiri), قَامَ الرِّجَالُ (Para pria itu telah berdiri), يَقُومُ الرِّجَالُ (Para pria itu sedang berdiri), قَامَتۡ هِنۡدٌ (Hind telah berdiri), تَقُومُ هِنۡدٌ (Hind sedang berdiri), قَامَتۡ الۡهِنۡدَانِ (Dua Hind itu telah berdiri), تَقُومُ الۡهِنۡدَانِ (Dua Hind itu sedang berdiri), قَامَتۡ الۡهِنۡدَاتُ (Hind-Hind itu telah berdiri), تَقُومُ الۡهِنۡدَاتُ (Hind-Hind itu sedang berdiri), قَامَتۡ الۡهُنُودُ (Hind-Hind itu telah berdiri), تَقُومُ الۡهُنُودُ (Hind-Hind itu sedang berdiri), قَامَ أَخُوكَ (Saudaramu telah berdiri), يَقُومُ أَخُوكَ (Saudaramu sedang berdiri), قَامَ غُلَامِي (Budakku telah berdiri), يَقُومُ غُلَامِي (Budakku sedang berdiri), dan yang semacam itu.”

وَالۡمُضۡمَرُ اثۡنَا عَشَرَ، نَحۡوُ قَوۡلِكَ: (ضَرَبۡتُ، وَضَرَبۡنَا، وَضَرَبۡتَ، وَضَرَبۡتِ، وَضَرَبۡتُمَا، وَضَرَبۡتُمۡ، وَضَرَبۡتُنَّ، وَضَرَبَ، وَضَرَبَتۡ، وَضَرَبَا، وَضَرَبُوا، وَضَرَبۡنَ).

Fa’il yang tersembunyi ada dua belas, seperti ucapanmu, “ضَرَبۡتُ (Aku telah memukul), ضَرَبۡنَا (Kami telah memukul), ضَرَبۡتَ (Engkau (lk) telah memukul), ضَرَبۡتِ (Engkau (pr) telah memukul), ضَرَبۡتُمَا (Engkau berdua telah memukul), ضَرَبۡتُمۡ (Kalian telah memukul), ضَرَبۡتُنَّ (Kalian (pr) telah memukul), ضَرَبَ (Dia (lk) telah memukul), ضَرَبَتۡ (Dia (pr) telah memukul), ضَرَبَا (Mereka berdua telah memukul), ضَرَبُوا (Mereka (lk) telah memukul), dan ضَرَبۡنَ (Mereka (pr) telah memukul).”

الشرح

Syarah

الۡفَاعِلُ فِي اللُّغَةِ: مَنۡ قَامَ بِهِ الۡفِعۡلُ، فَإِذَا قُلۡتُ: (زَيۡدٌ قَائِمٌ) فَهُوَ فِي اللُّغَةِ فَاعِلٌ، وَإِذَا قُلۡتَ: (زَیۡدٌ مَیۡتٌ) فَـ(زَیۡدٌ) فَاعِلٌ؛ لِأَنَّ الۡفَاعِلَ فِي اللُّغَةِ أَعَمُّ مِنَ الۡفَاعِلِ فِي الۡاِصۡطِلَاحِ، فَالۡفَاعِلُ فِي اللُّغَةِ كُلُّ مَنۡ قَامَ بِهِ الۡفِعۡلُ سَوَاءٌ كَانَ مُبۡتَدَأً، أَوۡ فَاعِلًا، أَوِ اسۡمَ كَانَ، أَوِ اسۡمَ إِنَّ، أَمَّا فِي الۡاِصۡطِلَاحِ فَقَالَ: (الۡفَاعِلُ هُوَ الۡاِسۡمُ الۡمَرۡفُوعُ الۡمَذۡكُورُ قَبۡلَهُ فِعۡلُهُ).

Fa’il secara bahasa adalah siapa saja yang melakukan perbuatan. Apabila engkau katakan, “زَيۡدٌ قَائِمٌ (Zaid berdiri).” Maka secara bahasa, Zaid adalah fa’il. Apabila engkau katakan, “زَيۡدٌ مَيۡتٌ (Zaid meninggal),” maka Zaid adalah fa’il, karena fa’il secara bahasa lebih umum daripada fa’il secara istilah. Fa’il secara bahasa adalah setiap yang melakukan perbuatan, sama saja baik berupa mubtada`, atau fa’il, atau isim kana, atau isim inna. Adapun secara istilah, mualif berkata, “Fa’il adalah isim yang di-raf’ yang fiilnya disebutkan sebelumnya.”

وَقَوۡلُهُ: (الۡاِسۡمُ) خَرَجَ بِهِ الۡفِعۡلُ وَالۡحَرۡفُ.

وَقَوۡلُهُ: (الۡمرۡفُوعُ) خَرَجَ بِهِ الۡمَنۡصُوبُ وَالۡمَجۡرُورُ، فَلَا يَكُونَانِ فَاعِلًا.

وَقَوۡلُهُ: (الۡمَذۡكُورُ قَبۡلَهُ فِعۡلُهُ) خَرَجَ بِهِ مَا ذُكِرَ بَعۡدَهُ فِعۡلُهُ، فَلَا يَكُونَ فَاعِلًا، فَإِنۡ قُلۡتَ: (زَيۡدٌ قَدِمَ) لَمۡ يَكُنۡ زَیۡدٌ فَاعِلًا وَإِذَا قُلۡتَ: (قَدِمَ زَيۡدٌ) صَارَ زَیۡدٌ فَاعِلًا؛ لِأَنَّهُ فِي الۡأَوَّلِ لَمۡ يُذۡكَرۡ قَبۡلَهُ فِعۡلُهُ، وَالثَّانِي ذُكِرَ قَبۡلَهُ فِعۡلُهُ.

Ucapan mualif, “isim,” berarti fi’l dan harf tidak termasuk.

Ucapan mualif, “yang di-raf’,” berarti yang di-nashb dan yang di-jarr tidak termasuk, sehingga keduanya tidak bisa menjadi fa’il.

Ucapan mualif, “yang fiilnya disebutkan sebelumnya,” berarti apabila fiil disebutkan setelahnya, bukan merupakan fa’il. Apabila engkau katakan, “زَيۡدٌ قَدِمَ (Zaid tiba),” Zaid bukan fa’il. Apabila engkau katakan, “قَدِمَ زَيۡدٌ,” Zaid menjadi fa’il karena dalam kalimat pertama, fiilnya tidak disebutkan sebelumnya, sementara pada kalimat kedua, fiilnya disebutkan sebelumnya.

إِذَا قُلۡتَ: (يَذۡهَبُ يَقُومُ) يَقُومُ فَاعِلٌ؟ لَا. لِمَاذَا؟ لِأَنَّهَا لَيۡسَتِ اسۡمًا.

(يَذۡهَبُ إِلَى السُّوقِ) (إِلَى) فَاعِلٌ؟ لَا، لِأَنَّهَا لَيۡسَتِ اسۡمًا.

Apabila engkau katakan, “يَذۡهَبُ يَقُومُ (Dia sedang pergi berdiri),” apakah يَقُومُ fa’il? Tidak. Mengapa? Karena kata tersebut bukan isim.

“يَذۡهَبُ إِلَى السُّوقِ (Dia sedang pergi ke pasar).” Apakah إِلَى fa’il? Tidak karena dia bukan isim.

إِذَا قُلۡتَ: (أَكَلَ زَيۡدًا) لَا نَقُولُ: (زَيۡدًا) فَاعِلٌ؛ لِأَنَّهُ مَنۡصُوبٌ. (زَيۡدٌ قَدِمَ) لَيۡسَ فَاعِلًا؛ لِأَنَّ الۡفِعۡلَ مُتَقَدَّمٌ عَنۡهُ.

وَإِذَا قُلۡتَ: (الۡأَسَدُ أَكَلَ زَيۡدًا)، لَا يَكُونُ الۡأَسَدُ فَاعِلًا، لِأَنَّهُ تَقَدَّمَ عَلَى الۡفِعۡلِ.

(أَكَلَ زَيۡدٌ الطَّعَامَ)، الۡآنَ صَارَ (زَيۡدٌ) فَاعِلًا.

Apabila engkau katakan, “أَكَلَ زَيۡدًا (Dia telah memakan Zaid),” kita tidak bisa mengatakan bahwa Zaid adalah fa’il karena dia di-nashb.

“زَيۡدٌ قَدِمَ” Zaid bukan fa’il karena fiilnya didahului olehnya.

Apabila engkau katakan, “الۡأَسَدُ أَكَلَ زَيۡدًا (Singa itu telah memakan Zaid),” Singa di sini bukan fa’il karena dia mendahului fiil.

“أَكَلَ زَيۡدٌ الطَّعَامَ (Zaid telah memakan makanan itu).” Sekarang Zaid menjadi fa’il.

وَقَوۡلُهُ: (وَهُوَ عَلَى قِسۡمَيۡنِ: ظَاهِرٍ، وَمُضۡمَرٍ. فَالظَّاهِرُ نَحۡوُ قَوۡلِكَ: قَامَ زَيۡدٌ، وَيَقُومُ زَيۡدٌ، وَقَامَ الزَّيۡدَانِ، وَيَقُومُ الزَّيۡدَانِ، وَقَامَ الزَّيۡدُونَ، وَيَقُومُ الزَّيۡدُونَ، وَقَامَ الرِّجَالُ، وَيَقُومُ الرِّجَالُ، وَقَامَتۡ هِنۡدٌ، وَتَقُومُ هِنۡدٌ، وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَانِ، وَتَقُومُ الۡهِنۡدَانِ، وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَاتُ، وَتَقُومُ الۡهِنۡدَاتُ، وَقَامَتۡ الۡهُنُودُ، وَتَقُومُ الۡهُنُودُ، وَقَامَ أَخُوكَ، وَيَقُومُ أَخُوكَ، وَقَامَ غُلَامِي، وَيَقُومُ غُلَامِي، وَمَا أَشۡبَهَ ذٰلِكَ).

Ucapan mualif, “Fa’il ada dua jenis: zhahir (tampak) dan mudhmar (tersembunyi). Fa’il yang zhahir seperti ucapanmu: قَامَ زَيۡدٌ (Zaid telah berdiri), يَقُومُ زَيۡدٌ (Zaid sedang berdiri), قَامَ الزَّيۡدَانِ (Dua Zaid itu telah berdiri), يَقُومُ الزَّيۡدَانِ (Dua Zaid itu sedang berdiri), قَامَ الزَّيۡدُونَ (Zaid-Zaid itu telah berdiri), يَقُومُ الزَّيۡدُونَ (Zaid-Zaid itu sedang berdiri), قَامَ الرِّجَالُ (Para pria itu telah berdiri), يَقُومُ الرِّجَالُ (Para pria itu sedang berdiri), قَامَتۡ هِنۡدٌ (Hind telah berdiri), تَقُومُ هِنۡدٌ (Hind sedang berdiri), قَامَتۡ الۡهِنۡدَانِ (Dua Hind itu telah berdiri), تَقُومُ الۡهِنۡدَانِ (Dua Hind itu sedang berdiri), قَامَتۡ الۡهِنۡدَاتُ (Hind-Hind itu telah berdiri), تَقُومُ الۡهِنۡدَاتُ (Hind-Hind itu sedang berdiri), قَامَتۡ الۡهُنُودُ (Hind-Hind itu telah berdiri), تَقُومُ الۡهُنُودُ (Hind-Hind itu sedang berdiri), قَامَ أَخُوكَ (Saudaramu telah berdiri), يَقُومُ أَخُوكَ (Saudaramu sedang berdiri), قَامَ غُلَامِي (Budakku telah berdiri), يَقُومُ غُلَامِي (Budakku sedang berdiri), dan yang semacam itu.”

جَزَاهُ اللهُ خَيۡرًا، فَقَدۡ أَكۡثَرَ مِنَ الۡأَمۡثِلَةِ؛ لِأَنَّ الۡكِتَابَ لِلۡمُبۡتَدِئِ، وَالۡمُبۡتَدِئُ کُلَّمَا أَكۡثَرۡتَ عَلَيۡهِ مِنَ الۡأَمۡثِلَةِ رَسَّخۡتَ الۡعِلۡمَ فِي قَلۡبِهِ.

Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Beliau telah menyebutkan banyak contoh karena kitab ini untuk pemula. Bagi pemula, setiap kali engkau memperbanyak contoh untuknya, niscaya ilmu akan lebih menancap di dalam kalbunya.

وَقَوۡلُهُ: (قَامَ زَيۡدٌ، وَيَقُومُ زَيۡدٌ) الۡفَاعِلُ: مُذَكَّرٌ مُفۡرَدٌ، وَالۡفِعۡلُ مَاضٍ وَمُضَارِعٌ، إِذَنۡ أَتَى الۡمُؤَلِّفُ لَنَا بِنَوۡعَيۡنِ مِنَ الۡفِعۡلِ، وَنَوۡعٍ وَاحِدٍ مِنَ الۡفَاعِلِ.

وَقَوۡلُهُ: (قَامَ الزَّيۡدَانِ وَيَقُومُ الزَّيۡدَانِ) هَٰذَا مُثَّنًّی مُذَكَّرٌ، وَأَتَى بِنَوۡعَيۡنِ مِنَ الۡفِعۡلِ: الۡمَاضِي، وَالۡمُضَارِعُ.

كَيۡفَ نُعۡرِبُ (زَيۡدٌ)؟

الۡجَوَابُ: فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ الظَّاهِرَةُ فِي آخِرِهِ.

وَقَوۡلُهُ: (الزَّيۡدَانِ) فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡأَلِفُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُثَنًّى، وَالنُّونُ عِوَضٌ عَنِ التَّنۡوِينِ فِي الۡاِسۡمِ الۡمُفۡرَدِ.

Ucapan mualif, “قَامَ زَيۡدٌ وَيَقُومُ زَيۡدٌ.” Fa’il di kalimat tersebut muzakar mufrad, sedangkan fiilnya madhi (lampau) dan mudhari’ (sekarang/akan datang). Jadi dalam kalimat tersebut, mualif memberi contoh kepada kita dengan dua jenis fiil dan satu jenis fa’il.

Ucapan mualif, “قَامَ الزَّيۡدَانِ وَيَقُومُ الزَّيۡدَانِ.” Fa’il di kalimat tersebut mutsanna (bermakna berjumlah dua) muzakar. Beliau juga membawa contoh dengan dua jenis fiil, yaitu madhi dan mudhari’.

Bagaimana kita mengikrab زَيۡدٌ?

Jawab: Fa’il yang di-raf’ dan tanda raf’-nya adalah damah yang tampak di akhir kata.

Ucapan mualif, “الزَّيۡدَانِ” fa’il yang di-raf’. Tanda raf’-nya adalah huruf alif sebagai ganti dari damah karena dia mutsanna. Huruf nun adalah pengganti tanwin dalam isim mufrad.

وَقَوۡلُهُ: (قَامَ الزَّيۡدُونَ وَيَقُومُ الزَّيۡدُونَ) هَٰذَا جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ، وَالۡفِعۡلُ: مَاضٍ وَمُضَارِعٌ. (الزَّيۡدُونَ): فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الۡوَاوُ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ جَمۡعُ مُذَكَّرٍ سَالِمٌ.

وَقَوۡلُهُ: (وَقَامَ الرِّجَالُ، وَيَقُومُ الرِّجَالُ) هَٰذَا جَمۡعُ تَكۡسِيرٍ، وَهُوَ يُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ.

فَأَتَى بِالۡمُفۡرَدِ، وَالۡمُثَنَّی، وَجَمۡعِ التَّكۡسِيرِ، وَالۡجَمۡعِ السَّالِمِ، أَتَى بِهَا كُلِّهَا، جَزَاهُ اللهُ خَيۡرًا، وَغَفَرَ لَهُ.

Ucapan mualif, “قَامَ الزَّيۡدُونَ وَيَقُومُ الزَّيۡدُونَ.” Ini adalah jamak muzakar salim. Adapun fiilnya, madhi dan mudhari’. الزَّيۡدُونَ adalah fa’il yang di-raf’. Tanda raf’-nya adalah huruf wawu sebagai pengganti dari damah karena dia jamak muzakar salim.

Ucapan mualif, “وَقَامَ الرِّجَالُ وَيَقُومُ الرِّجَالُ.” Ini adalah jamak taksir dan dia di-raf’ menggunakan harakat damah.

Mualif membawakan contoh fa’il dalam bentuk mufrad, mutsanna, jamak taksir, dan jamak salim. Beliau membawakan contoh itu semua. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan mengampuninya.

وَقَوۡلُهُ: (وَقَامَتۡ هِنۡدٌ، وَتَقُومُ هِنۡدٌ) بَدَأۡنَا الۡآنَ فِي الۡمُؤَنَّثِ، هِنۡدٌ مُفۡرَدٌ مُؤَنَّثٌ. وَالۡفِعۡلُ: مَاضٍ وَمُضَارِعٌ.

وَاسۡتَفَدۡنَا مِنۡ قَوۡلِ الۡمُؤَلِّفِ: (قَامَتۡ هِنۡدٌ) وَ(قَامَ زَيۡدٌ) أَنَّ الۡفِعۡلَ يُؤَنَّثُ مَعَ الۡمُؤَنَّثِ، وَيُذۡكَّرُ مَعَ الۡمُذَكَّرِ.

فَلَوۡ قُلۡتَ: (قَامَ هِنۡدٌ) لَمۡ يَصِحَّ؛ لِأَنَّ الۡفِعۡلَ لَا بُدَّ أَنۡ يُؤَنَّثَ مَعَ الۡمُؤَنَّثِ.

Ucapan mualif, “وَقَامَتۡ هِنۡدٌ وَتَقُومُ هِنۡدٌ.” Sekarang kita mulai tentang muanas. Hind adalah kata mufrad muanas, adapun fiilnya: madhi dan mudhari’.

Kita mengambil faedah dari ucapan mualif, “قَامَتۡ هِنۡدٌ” dan “قَامَ زَيۡدٌ”; bahwa fiil dibuat muanas bersama dengan fa’il yang muanas dan dibuat muzakar bersama dengan fa’il yang muzakar.

Kalau engkau katakan, “قَامَ هِنۡدٌ,” ini tidak benar karena fiil harus dibuat muanas bila bersama dengan fa’il yang muanas.

وَقَوۡلُهُ: (وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَانِ، وَتَقُومُ الۡهِنۡدَانِ) هَٰذَا مُثَنَّی مُؤَنَّثٌ، وَالۡفِعۡلُ: مَاضٍ وَمُضَارِعٌ.

وَقَوۡلُهُ: (وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَاتُ، وَتَقُومُ الۡهِنۡدَاتُ) هَٰذَا جَمۡعُ مُؤَنَّثٍ سَالِمٌ، يُرۡفَعُ بِالضَّمَّةِ.

وَقَوۡلُهُ: (وَقَامَتۡ الۡهُنُودُ، وَتَقُومُ الۡهُنُودُ) هَٰذَا جَمۡعُ تَكۡسِيرٍ لِهِنۡدٍ.

هَلۡ كُلُّ هَٰذِهِ الۡأَمۡثِلَةِ تُعۡرَبُ بِالۡحَرَكَاتِ؟ لَا؛ فَبَعۡضُهَا بِالۡحَرَكَاتِ وَبَعۡضُهَا بِالۡحُرُوفِ: جَمۡعُ الۡمُذَكَّرِ السَّالِمُ، وَالۡمُثَنَّي بِالۡحُرُوفِ.

Ucapan mualif, “وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَانِ وَتَقُومُ الۡهِنۡدَانِ.” Ini adalah mutsanna muanas. Adapun fiilnya: madhi dan mudhari’.

Ucapan mualif, “وَقَامَتۡ الۡهِنۡدَاتُ وَتَقُومُ الۡهِنۡدَاتُ.” Ini jamak muanas salim di-raf’ dengan harakat damah.

Ucapan mualif, “وَقَامَتۡ الۡهُنُودُ وَتَقُومُ الۡهُنُودُ.” Ini adalah jamak taksir untuk kata Hind.

Apakah seluruh contoh ini diikrab menggunakan harakat? Tidak. Sebagiannya menggunakan harakat dan sebagian lain menggunakan huruf. Jamak muzakar salim dan mutsanna dengan huruf.

قَالَ الۡمُؤَلِّفُ: (وَقَامَ أَخُوكَ، وَيَقُومُ أَخُوكَ) هَٰذَا مُفۡرَدٌ مُذَكَّرٌ؛ لَكِنَّهُ مِنَ الۡأَسۡمَاءِ الۡخَمۡسَةِ يُرۡفَعُ بِالۡوَاوِ نِيَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ.

Mualif berkata, “وَقَامَ أَخُوكَ وَيَقُومُ أَخُوكَ.” Ini mufrad muzakar akan tetapi dia termasuk isim yang lima di-raf’ dengan huruf wawu sebagai ganti dari damah.

وَقَوۡلُهُ: (وَقَامَ غُلَامِي، وَيَقُومُ غُلَامِي) هَٰذَا لَمۡ يَمُرَّ عَلَيۡنَا مِنۡ قَبۡلُ، وَيَعۡنِي بِهِ: الۡمُضَافَ إِلَى يَاءِ الۡمُتَكَلِّمِ، لَا بُدَّ أَنۡ يَكُونَ مَا قَبۡلَ يَاءِ الۡمُتَكَلِّمِ مَکۡسُورًا؛ لِأَنَّ يَاءَ الۡمُتَكَلِّمِ لَا يُنَاسِبُهَا إِلَّا الۡكَسۡرَةُ.

كَيۡفَ نُعۡرِبُهُ؟

نَقُولُ: (غُلَام): فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ بِالضَّمَّةِ الۡمُقَدَّرَةِ عَلَى مَا قَبۡلَ يَاءِ الۡمُتَكَلِّمِ، مَنَعَ مِنۡ ظُهُورِهَا اشۡتِغَالُ الۡمَحَلِّ بِحَرَكَةِ الۡمُنَاسَبَةِ، وَالۡيَاءُ مُضَافٌ إِلَيۡهِ.

Ucapan mualif, “وَقَامَ غُلَامِي وَيَقُومُ غُلَامِي.” Ini belum kita lewati sebelumnya. Yang kita maksud adalah isim yang di-idhafah-kan kepada huruf ya mutakalim. Harakat pada huruf sebelum huruf ya mutakalim harus kasrah karena ya mutakalim hanya cocok dengan harakat kasrah.

Bagaimana kita mengikrabnya?

Kita katakan, “غُلَام”: fa’il yang di-raf’ menggunakan damah yang tersembunyi pada huruf sebelum ya mutakalim. Yang menghalangi dari kemunculannya adalah tempatnya dipakai oleh harakat yang sesuai. Huruf ya adalah mudhaf ilaih.

نَقُولُ: (قَالَ اللهُ تَعَالَى).

(قَالَ) : فِعۡلٌ مَاضٍ.

(اللهُ): لَفۡظُ الۡجَلَالَةِ فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ.

Kita katakan, “قَالَ اللهُ تَعَالَى (Allah taala berfirman).”

قَالَ adalah fiil madhi.

اللهُ lafaz jalalah adalah fa’il yang di-raf’ dan tanda raf’-nya adalah damah.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّا﴾ [الحجرات: ١٤].

(قَالَ): فِعۡلٌ مَاضٍ.

(الۡأَعۡرَابُ) : فَاعِلٌ.

Allah taala berfirman, “قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّا (Orang-orang arab badui itu berkata).” (QS. Al-Hujurat: 14).

قَالَ adalah fiil madhi.

الۡأَعۡرَابُ adalah fa’il.

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿كَذَٰلِكُمۡ قَالَ ٱللَّهُ مِن قَبۡلُ﴾ [الفتح : ١٥].

(قَالَ) : فِعۡلٌ مَاضٍ.

(اللهُ): لَفۡظُ الۡجَلَالَةِ فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ، وَعَلَامَةُ رَفۡعِهِ الضَّمَّةُ.

Allah taala berfirman, “كَذَٰلِكُمۡ قَالَ ٱللَّهُ مِن قَبۡلُ (Demikian Allah telah mengatakan sebelumnya).” (QS. Al-Fath: 15).

قَالَ: fiil madhi.

اللهُ lafaz jalalah adalah fa’il yang di-raf’. Tanda raf’-nya adalah damah.

أَنۡوَاعُ الۡفَاعِلِ الۡمُضۡمَرِ:

Macam-macam fa’il mudhmar (tersembunyi):

وَقَوۡلُهُ: (وَالۡمُضۡمَرُ اثۡنَا عَشَرَ، نَحۡوُ قَوۡلِكَ: ضَرَبۡتُ، وَضَرَبۡنَا، وَضَرَبۡتَ، وَضَرَبۡتِ، وَضَرَبۡتُمَا، وَضَرَبۡتُمۡ، وَضَرَبۡتُنَّ، وَضَرَبَ، وَضَرَبَتۡ، وَضَرَبَا، وَضَرَبُوا، وَضَرَبۡنَ).

Ucapan mualif, “Fa’il yang tersembunyi ada dua belas, seperti ucapanmu: ضَرَبۡتُ (Aku telah memukul), ضَرَبۡنَا (Kami telah memukul), ضَرَبۡتَ (Engkau (lk) telah memukul), ضَرَبۡتِ (Engkau (pr) telah memukul), ضَرَبۡتُمَا (Engkau berdua telah memukul), ضَرَبۡتُمۡ (Kalian telah memukul), ضَرَبۡتُنَّ (Kalian (pr) telah memukul), ضَرَبَ (Dia (lk) telah memukul), ضَرَبَتۡ (Dia (pr) telah memukul), ضَرَبَا (Mereka berdua telah memukul), ضَرَبُوا (Mereka (lk) telah memukul), dan ضَرَبۡنَ (Mereka (pr) telah memukul).”

يَقُولُ الۡمُؤَلِّفُ -رَحِمَهُ اللهُ-: (اثۡنَا عَشَرَ) وَالدَّلِيلُ التَّتَبُّعُ وَالۡاِسۡتِقۡرَاءُ، تَتَبُّعَ عُلَمَاءُ النَّحۡوِ الضَّمَائِرَ، فَوَجَدُوهَا لَا تَخۡرُجُ عَنِ اثۡنَيۡ عَشَرَ ضَمِيرًا.

Mualif—rahimahullah—berkata, “Dua belas.” Dalilnya adalah pengamatan dan penelitian. Para ulama nahwu mengamati dhamir-dhamir (kata ganti), lalu mereka dapati bahwa dia tidak keluar dari dua belas dhamir.

نَحۡوُ قَوۡلِكَ: (ضَرَبۡتُ) التَّاءُ فَاعِلٌ، لَكِنۡ هَلۡ هُوَ اسۡمٌ ظَاهِرٌ أَوۡ ضَمِيرٌ؟ ضَمِيرٌ. فَكَيۡفَ نُعۡرِبُهَا؟

نَقُولُ: (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ لِاتِّصَالِهِ بِضَمِيرِ رَفۡعٍ.

وَعَلَى كَلَامِ الۡمُؤَلِّفِ:

(ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى فَتۡحٍ مُقَدَّرٍ عَلَى آخِرِهِ.

(التَّاءُ): فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ. لَا يُمۡكِنُ أَنۡ نَقُولَ إِنَّهُ مَرۡفُوعٌ؛ لِأَنَّ هَٰذِهِ الضَّمَّةَ لَيۡسَتۡ ضَمَّةَ إِعۡرَابٍ بَلۡ هِيَ ضَمَّةُ بِنَاءٍ، وَلِهَٰذَا نَقُولُ: مَبۡنِيٌّ عَلَی الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

Seperti ucapanmu, “ضَرَبۡتُ.” Huruf ta adalah fa’il. Akan tetapi apakah dia isim zhahir atau isim dhamir? Dhamir. Bagaimana mengikrabnya?

Kita katakan, “ضَرَبَ” adalah fiil madhi yang mabni pada sukun karena bersambung dengan dhamir raf’.

Adapun menurut pendapat mualif, “ضَرَبَ” adalah fiil madhi yang mabni pada fatah yang tersembunyi di akhir kata.

Huruf ta adalah fa’il yang mabni pada damah dalam kedudukan raf’. Tidak mungkin untuk kita katakan bahwa dia di-raf’ karena damah ini bukan damah ikrab, akan tetapi dia adalah damah yang tetap. Oleh karena ini, kita katakan: mabni pada harakat damah dalam kedudukan raf’.

(وَضَرَبۡنَا) نَقُولُ:

(ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ، أَوۡ مَبۡنِيٌّ عَلَى فَتۡحٍ مُقَدَّرٍ عَلَى آخِرِهِ مَنَعَ مِنۡ ظُهُورِهِ الۡمُنَاسَبَةُ.

(نَا): فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

“وَضَرَبۡنَا” kita katakan:

ضَرَبَ adalah fiil madhi yang mabni pada sukun atau mabni pada harakat fatah yang tersembunyi di akhir kata. Yang menghalangi kemunculannya adalah kecocokan.

نَا adalah fa’il yang mabni pada sukun dalam kedudukan raf’.

الۡفَرۡقُ بَيۡنَ (ضَرَبۡتُ) وَ(ضَرَبۡنَا) أَنَّ (ضَرَبۡتُ) لِلۡمُتَكَلِّمِ وَحۡدَهُ، وَ(ضَرَبۡنَا) لِلۡمُتَكَلِّمِ وَمَعَهُ غَيۡرُهُ، أَوۡ لِلۡمُعَظِّمِ نَفۡسَهُ، قَدۡ يَقُولُ قَائِلٌ: (ضَرَبۡنَا) وَهُوَ الضَّارِبُ وَحۡدَهُ، لَكِنۡ يُرِيدُ بِهَٰذَا التَّعۡظِيمَ، وَكُلُّ مَا أَضَافَ اللهُ لِنَفۡسِهِ الضَّمِيرَ فِي هَٰذِهِ الصِّيغَةِ، فَالۡمُرَادُ بِهِ التَّعۡظِيمُ ﴿وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ﴾ [ق: ۳۸]، نَقُولُ: (نَا) فِي الۡمَوۡضِعَيۡنِ الۡمُرَادُ بِهَا التَّعۡظِيمُ.

Perbedaan antara ضَرَبۡتُ dengan ضَرَبۡنَا adalah bahwa ضَرَبۡتُ untuk mutakalim satu-satunya, sedangkan ضَرَبۡنَا untuk mutakalim dan yang bersamanya atau untuk yang mengagungkan dirinya. Terkadang ada yang berkata, “ضَرَبۡنَا” padahal yang memukul hanya dia seorang. Tetapi yang dia inginkan adalah pengagungan. Seluruh yang Allah sandarkan dhamir dalam bentuk ini pada Diri-Nya, yang dimaukan dengannya adalah pengagungan.

“وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ (Kami sungguh telah menciptakan langit, bumi, dan apa saja yang di antara keduanya dalam enam hari dan sama sekali tidak ada keletihan menimpa Kami).” (QS. Qaf: 38). Kita katakan: Yang dimaukan dengan نَا di dua tempat tersebut adalah pengagungan.

وَقَوۡلُهُ: (وَضَرَبۡتَ) لِلۡمُفۡرَدِ الۡمُذَكَّرِ الۡمُخَاطَبِ.

وَقَوۡلُهُ: (وَضَرَبۡتِ) لِلۡمُفۡرَدَةِ الۡمُؤَنَّثَةِ الۡمُخَاطَبَةِ.

الۡعَرَبُ لَمَّا كَانَ الرَّجُلُ أَعۡلَى مِنَ الۡمَرۡأَةِ جَعَلُوا لَهُ الۡحَرَكَةَ الۡعُلۡيَا. وَلَمَّا كَانَتِ الۡمَرۡأَةُ أَسۡفَلَ جَعَلُوا لَهَا الۡحَرَكَةَ السُّفۡلَى؛ وَهَٰذَا مِنَ الۡمُنَاسَبَةِ الۡغَرِيبَةِ؛ لِأَنَّ الرِّجَالَ أَقۡوَى مِنَ النِّسَاءِ.

يَقُولُ بَعۡضُ الۡعُلَمَاءِ: إِنَّ جَمِيعَ الۡأَلۡفَاظِ مُنَاسِبَةٌ لِمَعۡنَاهَا. فَتَجِدُ مَثَلًا الۡحِجۡرَ، فَبِمُجَرَّدِ أَنۡ تَقُولَ: (حَجَرٌ) تَشۡعُرُ بِيُبُوسَةٍ وَصَلَابَةٍ، لَكِنۡ مَا نَدۡرِي لِمَاذَا؛ هَلۡ لِأَنَّنَا نَعۡرِفُ أَنَّ الۡحَجَرَ هَٰذَا الۡحَجَرُ، أَوۡ أَنَّهُ أَمۡرٌ يَدُلُّ عَلَيۡهَا وَلَكِنَّهُ غَيۡرُ مُطَرَّدٍ؟

وَلَقَدۡ رَأَيۡنَا فِي حَاشِيَةٍ عَلَى شَرۡحِ التَّحۡرِيرِ -مُخۡتَصَرِ الۡأُصُولِ- أَنَّهُ قَالَ: مَا مِنۡ كَلِمَةٍ فِي اللُّغَةِ الۡعَرَبِيَّةِ إِلَّا وَبَيۡنَهَا وَبَيۡنَ مَعۡنَاهَا مُنَاسَبَةٌ.

Ucapan mualif, “وَضَرَبۡتَ.” Untuk yang diajak bicara mufrad muzakar.

Ucapan mualif, “وَضَرَبۡتِ.” Untuk yang diajak bicara mufrad muanas.

Orang-orang Arab menjadikan harakat di atas untuk laki-laki karena laki-laki kedudukannya lebih tinggi daripada wanita. Dan karena kedudukan wanita lebih rendah, mereka menjadikan harakat di bawah untuk mereka. Ini termasuk kecocokan yang mengherankan karena memang pria lebih kuat daripada wanita.

Sebagian ulama berkata: Sesungguhnya semua lafaz itu cocok dengan maknanya. Engkau dapati misalnya kata الۡحِجۡر. Semata-mata engkau mengatakan, “حَجَرٌ” akan terpikirkan olehmu tentang sifat kering dan kaku. Akan tetapi kita tidak tahu mengapa bisa begitu. Apakah karena kita sudah mengetahui bahwa الۡحَجَرُ itu adalah batu atau bahwa itu adalah suatu perkara yang menunjukkan kepada sifat-sifat tersebut. Akan tetapi itu tidak bisa dimungkiri.

Kami telah melihat di dalam kitab Hasyiyah ‘ala Syarh At-Tahrir—ringkasan ushul fiqh—bahwa penulisnya berkata, “Tidak ada satu katapun dalam bahasa arab kecuali antara dia dengan maknanya ada kecocokan.”

وَقَوۡلُهُ: (وَضَرَبۡتُمَا) لِلۡمُثَنَّى مِنۡ مُذَكَّرٍ وَمُؤَنَّثٍ. تَقُولُ لِلرَّجُلَيۡنِ: ضَرَبۡتُمَا، وَتَقُولُ لِلۡمَرۡأَتَيۡنِ: ضَرَبۡتُمَا؛ وَلَكِنۡ مَا هُوَ الضَّمِيرُ فِي ضَرَبۡتُمَا؟ هَلۡ هُوَ التَّاءُ وَحۡدَهَا، وَمَا بَعۡدَهَا عَلَامَةُ تَثۡنِيَةٍ؟ أَوۡ أَنَّ الضَّمِيرَ جَمِيعًا؟

فِيهِ خِلَافٌ، بَعۡضُ النَّحۡوِيِّينَ يَقُولُ: الضَّمِيرُ الۡجَمِيعُ. تَقُولُ فِي (ضَرَبۡتُمَا): (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ. وَ(تُمَا): فَاعِلٌ.

وَبَعۡضُهُمۡ يَقُولُ: الۡفَاعِلُ هُوَ (التَّاءُ) وَمَا بَعۡدَهُ عَلَامَةٌ فَارِقَةٌ؛ لِأَنَّكَ لَا تُفَرِّقُ بَیۡنَ (ضَرَبۡتُ) لِنَفۡسِكَ وَ(وَضَرَبۡتُمَا) لِلۡمُثَنَّى إِلَّا بِالۡمِيمِ وَالۡأَلِفِ.

إِذَا قُلۡنَا: إِنَّ الۡمِيمَ وَالۡأَلِفَ عَلَامَةٌ. فَنَقُولُ: (التَّاءُ) فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ. وَ(الۡمِيمُ وَالۡأَلِفُ): عَلَامَةُ التَّثۡنِيَةِ.

Ucapan mualif, “وَضَرَبۡتُمَا.” Untuk mutsanna baik muzakar maupun muanas. Engkau katakan kepada dua orang pria, “ضَرَبۡتُمَا.” Engkau juga katakan kepada dua orang wanita, “ضَرَبۡتُمَا.” Akan tetapi apa dhamir dalam kata ضَرَبۡتُمَا? Apakah huruf ta saja dan huruf setelahnya tanda tatsniyah (bermakna jumlah dua)? Atau dhamir-nya semuanya?

Ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebagian ahli nahwu berkata bahwa dhamir-nya semuanya. Engkau katakan dalam ikrab ضَرَبۡتُمَا: ضَرَبَ adalah fiil madhi yang mabni pada sukun. تُمَا adalah fa’il.

Sebagian mereka berkata: Fa’il-nya adalah huruf ta dan huruf setelahnya adalah tanda pembeda karena engkau tidak bisa membedakan antara ضَرَبۡتُ untuk dirimu dan ضَرَبۡتُمَا untuk mutsanna kecuali dengan huruf mim dan alif.

Jika kita katakan bahwa huruf mim dan alif merupakan tanda, berarti kita katakan bahwa huruf ta adalah fa’il yang mabni pada damah dalam kedudukan raf’, sedangkan huruf mim dan alif adalah tanda tatsniyah.

وَقَوۡلُهُ: (ضَرَبۡتُمۡ): لِجَمَاعَةِ الذُّكُورِ. وَإِعۡرَابُهَا: (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى فَتۡحٍ مُقَدَّرٍ عَلَى آخِرِهِ، وَ(التَّاءُ) ضَمِيرٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ فَاعِلٌ، وَ(الۡمِيمُ) عَلَامَةُ جَمۡعِ الذُّكُورِ.

وَقَوۡلُهُ: (وَضَرَبۡتُنَّ): لِجَمَاعَةِ الۡإِنَاثِ. وَإِعۡرَابُهَا: (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى فَتۡحٍ مُقَدَّرٍ عَلَى آخِرِهِ، وَ(التَّاءُ) ضَمِيرٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ فَاعِلٌ، وَ(النُّونُ) عَلَامَهُ جَمۡعِ النِّسۡوَةِ.

Ucapan mualif, “ضَرَبۡتُمۡ”: untuk jamak muzakar. Ikrabnya: ضَرَبَ adalah fiil madhi yang mabni pada harakat fatah yang tersembunyi di akhir kata. Huruf ta adalah dhamir yang mabni pada damah dalam kedudukan raf’ sebagai fa’il. Huruf mim adalah tanda jamak muzakar.

Ucapan mualif, “وَضَرَبۡتُنَّ”: untuk jamak muanas. Ikrabnya: ضَرَبَ adalah fiil madhi yang mabni pada harakat fatah yang tersembunyi di akhir kata. Huruf ta adalah dhamir yang mabni pada damah dalam kedudukan raf’ sebagai fa’il. Huruf nun adalah tanda jamak muanas.

(قَامَ الرَّجُلَانِ) (قام): فِعۡلٌ مَاضٍ، (الرَّجُلَانِ) فَاعِلٌ مَرۡفُوعٌ بِالۡأَلِفِ نِیَابَةً عَنِ الضَّمَّةِ؛ لِأَنَّهُ مُثَنًّی.

أَمَّا (ضَرَبۡتُ) فَنَقُولُ: التَّاءُ فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

(ضَرَبۡنَا) نَقُولُ: (نَا) فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

(ضَرَبۡتَ) التَّاءُ فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

(ضَرَبۡتِ) التَّاءُ فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡكَسۡرِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

“قَامَ الرَّجُلَانِ (Dua orang pria itu telah berdiri).” قَامَ adalah fiil madhi. الرَّجُلَانِ adalah fa’il yang di-raf’ dengan huruf alif sebagai ganti dari damah karena dia mutsanna.

Adapun ضَرَبۡتُ, kita katakan: huruf ta adalah fa’il yang mabni pada damah dalam kedudukan raf’.

ضَرَبۡنَا kita katakan: نَا adalah fa’il yang mabni pada sukun dalam kedudukan raf’.

ضَرَبۡتَ: huruf ta adalah fa’il yang mabni pada fatah dalam kedudukan raf’.

ضَرَبۡتِ: huruf ta adalah fa’il yang mabni pada kasrah dalam kedudukan raf’.

(ضَرَبۡتُمَا) فِيهَا وَجۡهَانِ، فَمِنَ الۡمُعۡرِبِينَ مَنۡ يُعۡرِبُ التَّاءَ وَالۡمِيمَ وَالۡأَلِفَ جَمِيعًا، فَيَقُولُ: (تُمَا) ضَمِيرٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ. وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَجۡعَلُ الۡإِعۡرَابَ عَلَى التَّاءِ فَقَطۡ، وَيَجۡعَلُ الۡبَاقِيَ عَلَامَةً، فَيَقُولُ: (تُمَا) التَّاءُ فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ وَالۡمِيمُ وَالۡأَلِفُ عَلَامَةُ التَّثۡنِيَةِ.

(ضَرَبۡتُمۡ) نَقُولُ فِيهَا كَمَا قُلۡنَا فِي (ضَرَبۡتُمَا) إِمَّا أَنۡ تَكُونَ التَّاءُ فَاعِلًا، وَالۡمِيمُ عَلَامَةُ جَمۡعِ الذُّكُورِ، أَوۡ نَقُولُ: (تُمۡ) ضَمِيرٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

(ضَرَبۡتُنَّ) لَنَا أَنۡ نَقُولَ: التَّاءُ فَاعِلٌ وَالنُّونُ الۡمُشَدَّدَهُ عَلَامَةُ جَمۡعِ النِّسۡوَةِ، أَوۡ (تُنَّ) جَمِيعًا فَاعِلٌ.

ضَرَبۡتُمَا padanya ada dua sisi. Di antara pengikrab ada yang mengikrab huruf ta, mim, dan alif sekaligus. Dia katakan, “تُمَا adalah dhamir yang mabni pada sukun dalam keadaan raf’.” Di antara mereka ada yang menjadikan ikrab pada huruf ta saja dan menjadikan huruf yang tersisa sebagai tanda. Dia katakan, “تُمَا, huruf ta adalah fa’il yang mabni pada damah dalam keadaan raf’. Huruf mim dan alif adalah tanda tatsniyah.”

ضَرَبۡتُمۡ kita katakan seperti yang kita katakan dalam ضَرَبۡتُمَا. Bisa bahwa huruf ta sebagai fa’il, sedangkan mim adalah tanda jamak muzakar. Atau kita katakan, “تُمۡ adalah dhamir yang mabni pada sukun dalam kedudukan raf’.”

ضَرَبۡتُنَّ. Kita boleh mengatakan: huruf ta adalah fa’il dan huruf nun ditasydid adalah tanda jamak muanas. Atau تُنَّ semuanya adalah fa’il.

يَقُولُ: (وَضَرَبَ) لَيۡسَ فِيهَا ضَمِيرٌ، لَكِنۡ نَقُولُ: إِنَّ الضَّمِيرَ مُسۡتَتِرٌ جَوَازًا تَقۡدِيرُهُ هُوَ.

وَقَوۡلُهُ: (وَضَرَبَتۡ) (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ، وَ(التَّاءُ) عَلَامَةُ التَّأۡنِيثِ. أَیۡنَ الۡفَاعِلُ؟ ضَمِيرٌ مُسۡتَتِرٌ جَوَازًا تَقۡدِيرُهُ (هِيَ).

وَقَوۡلُهُ: (ضَرَبَا) (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ، وَ(الۡأَلِفُ) فَاعِلٌ ضَمِيرٌ مُثَنًّى مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

Dia berkata, “ضَرَبَ tidak ada dhamir padanya.” Tetapi kita katakan bahwa dhamir-nya mustatir jawazan (boleh disembunyikan). Asumsinya adalah huwa (dia (laki-laki)).

Ucapan mualif, “وَضَرَبَتۡ.” ضَرَبَ adalah fiil madhi. Huruf ta adalah tanda yang membuat kata itu jadi muanas. Di mana fa’il-nya? Dhamir mustatir jawazan (kata ganti yang boleh disembunyikan). Asumsinya adalah hiya (dia (perempuan)).

Ucapan mualif, “ضَرَبَا.” ضَرَبَ adalah fiil madhi. Huruf alif adalah fa’il berupa dhamir mutsanna yang mabni pada sukun dalam kedudukan raf’.

أَسۡقَطَ الۡمُؤَلِّفُ: (ضَرَبَتَا): وَكَانَ عَلَيۡهِ أَنۡ يَذۡکُرَهَا؛ لِأَنَّهُ -رَحِمَهُ اللهُ- يُفَضِّلُ أَنۡ يَجۡعَلَ الۡمُذَكَّرَ وَحۡدَهُ وَالۡمُؤَنَّثَ وَحۡدَهُ.

نَقُولُ فِي إِعۡرَابِ (ضَرَبَتَا): (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ. وَ(التَّاءُ) لِلتَّأۡنِيثِ وَ(الۡأَلِفُ) فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

Mualif tidak menyebutkan, “ضَرَبَتَا”: Seharusnya beliau menyebutkannya karena beliau—rahimahullah—merinci dengan menjadikan muzakar sendiri dan muanas sendiri.

Kita katakan dalam ikrab ضَرَبَتَا: ضَرَبَ adalah fiil madhi. Huruf ta adalah untuk menjadikannya muanas. Huruf alif adalah fa’il yang mabni pada sukun dalam kedudukan raf’.

وَقَوۡلُهُ: (وَضَرَبُوا) (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى الضَّمِّ لِاتِّصَالِهِ بِـ(وَاوِ الۡجَمَاعَةِ). وَ(الۡوَاوُ): فَاعِلٌ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

وَقَوۡلُهُ: (ضَرَبۡنَ) لِجَمَاعَةِ النِّسۡوَةِ. فَتَقُولُ: (ضَرَبَ): فِعۡلٌ مَاضٍ مَبۡنِيٌّ عَلَى السُّكُونِ لِاتِّصَالِهِ بِضَمِيرِ الرَّفۡعِ الۡمُتَحَرِّكِ. وَ(النُّونُ): فَاعِلٌ لِجَمَاعَةِ النِّسۡوَةِ. مَبۡنِيٌّ عَلَى الۡفَتۡحِ فِي مَحَلِّ رَفۡعٍ.

Ucapan mualif, “وَضَرَبُوا”: ضَرَبَ adalah fiil madhi yang mabni pada damah karena bersambung dengan huruf wawu jamak. Huruf wawu adalah fa’il yang mabni pada sukun dalam kedudukan raf’.

Ucapan mualif, “ضَرَبۡنَ” untuk jamak muanas. Engkau katakan: ضَرَبَ adalah fiil madhi yang mabni pada sukun karena bersambung dengan dhamir raf’ yang berharakat. Huruf nun adalah fa’il untuk jamak muanas. Dia mabni pada fatah dalam kedudukan raf’.