الۡقَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ: أَنَّ مُشۡرِكِي زَمَانِنَا أَغۡلَظُ شِرۡكًا مِنَ الۡأَوَّلِينَ لِأَنَّ الۡأَوَّلِينَ يُشۡرِكُونَ فِي الرَّخَاءِ وَيُخۡلِصُونَ فِي الشَّدَّةِ، وَمُشۡرِكُو زَمَانِنَا شِرۡكُهُمۡ دَائِمٌ فِي الرَّخَاءِ وَالشِّدَّةِ، وَالدَّلِيلُ قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الۡفُلۡكِ دَعَوُا اللهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمۡ إِلَى الۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ﴾ [العنكبوت: ٦٥].
Kaidah keempat: Bahwa orang-orang musyrik pada zaman kita ini kesyirikannya lebih parah daripada orang-orang musyrik zaman dahulu. Karena orang-orang musyrik pada zaman dahulu mereka melakukan perbuatan kesyirikan hanya pada saat lapang. Adapun ketika saat kesulitan mereka mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah. Sedangkan orang-orang musyrik di zaman kita ini, mereka kesyirikannya senantiasa dilakukan baik di saat lapang maupun susah. Dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “Ketika mereka menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya untukNya. Namun apabila Allah telah menyelamatkan mereka ke daratan, setelah itu mereka kembali melakukan kesyirikan.” (QS. Al-‘Ankabut: 65).
الۡقَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ -وَهِيَ الۡأَخِيرَةِ-: أَنَّ مُشۡرِكِي زَمَانِنَا أَعۡظَمُ شِرۡكًا مِنَ الۡأَوَّلِينَ الَّذِينَ بُعِثَ إِلَيۡهِمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ.
Kaidah keempat yang terakhir: Bahwa orang-orang musyrik pada zaman kita ini lebih besar kesyirikannya daripada orang-orang dahulu. Yaitu orang-orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada mereka.
وَالسَّبَبُ فِي ذٰلِكَ وَاضِحٌ: أَنَّ اللهَ -جَلَّ وَعَلَا- أَخۡبَرَ أَنَّ الۡمُشۡرِكِينَ الۡأَوَّلِينَ يُخۡلِصُونَ لِلهِ إِذَا اشۡتَدَّ بِهِمۡ الۡأَمۡرُ، فَلَا يَدۡعُونَ غَيۡرَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لِعِلۡمِهِمۡ أَنَّهُ لَا يُنۡقِذُ مِنَ الشَّدَائِدِ إِلَّا اللهُ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الۡبَحۡرِ ضَلَّ مَنۡ تَدۡعُونَ إِلَّآ إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّٰكُمۡ إِلَى الۡبَرِّ أَعۡرَضۡتُمۡ وَكَانَ الۡإِنسَٰنُ كَفُورًا ٦٧﴾ [الإسراء: ٦٧]، وَفِي الۡآيَةِ الۡأُخۡرَى: ﴿وَإِذَا غَشِيَهُم مَوۡجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ الدِّينَ﴾. يَعۡنِي: مُخۡلِصِينَ لَهُ الدُّعَاءَ، ﴿فَلَمَّا نَجَّٰهُمۡ إِلَى الۡبَرِّ فَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٌ﴾ [لقمان: ٣٢]، وَفِي الۡآيَةِ الۡأُخۡرَى: ﴿فَلَمَّا نَجَّٰهُمۡ إِلَى الۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ﴾ [العنكبوت: ٦٥]، فَالۡأَوَّلُونَ يُشۡرِكُونَ فِي الرَّخَاءِ، يَدۡعُونَ الۡأَصۡنَامَ وَالۡأَحۡجَارَ وَالۡأَشۡجَارَ.
Sebabnya jelas. Allah jalla wa ‘ala telah mengabarkan bahwa orang-orang musyrik dahulu mengikhlaskan doa kepada Allah apabila mereka dalam kesulitan. Mereka tidak menyeru selain Allah ‘azza wa jalla karena mereka tahu bahwa tidak ada yang mampu menyelamatkan mereka dari kesulitan kecuali Allah. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan apabila bahaya di lautan menimpa mereka, hilanglah sesembahan yang mereka seru kecuali Dia. Lalu ketika Allah telah menyelamatkan kalian ke daratan, serta merta kalian berpaling. Dan manusia itu sangat ingkar.” (QS. Al-Isra`: 67). Di dalam ayat yang lain, “Dan apabila ombak meliputi mereka seperti gunung, mereka menyeru kepada Allah dengan mengikhlaskan agama untukNya.” Yakni: mengikhlaskan doa untukNya. “Lalu ketika Dia telah menyelamatkan mereka ke daratan, lalu sebagian mereka kembali kafir.” (QS. Luqman: 32). Di dalam ayat yang lain pula, “Tatkala Allah telah menyelamatkan mereka ke daratan, mereka kemudian menyekutukanNya.” (QS. Al-‘Ankabut: 65). Jadi, orang-orang dahulu menyekutukan ketika kondisi lapang. Mereka berdoa kepada berhala-berhala, bebatuan, dan pepohonan.
أَمَّا إِذَا وَقَعُوا فِي شِدَّةٍ وَأَشۡرَفُوا عَلَى الۡهَلَاكِ فَإِنَّهُمۡ لَا يَدۡعُونَ صَنَمًا وَلَا شَجَرًا وَلَا حَجَرًا وَلَا أَيَّ مَخۡلُوقٍ، وَإِنَّمَا يَدۡعُونَ اللهَ وَحۡدَهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى، فَإِذَا كَانَ لَا يُخَلِّصُ مِنَ الشَّدَائِدِ إِلَّا اللهُ -جَلَّ وَعَلَا- فَكَيۡفَ يُدۡعَى غَيۡرُهُ فِي الرَّخَاءِ.
Adapun apabila mereka berada dalam kesulitan dan mendekati kepada kebinasaan, maka mereka tidak berdoa kepada satu berhala pun, tidak pula pohon, batu, atau makhluk apapun. Mereka hanya berdoa kepada Allah saja subhanahu wa ta’ala. Maka jika tidak ada yang menyelamatkan dari kesulitan-kesulitan kecuali Allah jalla wa ‘ala, lalu bagaimana yang selain Dia malah diseru ketika lapang.
أَمَّا مُشۡرِكُو هٰذَا الزَّمَانِ -يَعۡنِي: الۡمُتَأَخِّرِينَ- الَّذِينَ حَدَثَ فِيهِمۡ الشِّرۡكُ مِنۡ هٰذِهِ الۡأُمَّةِ الۡمُحَمَّدِيَّةِ فَإِنَّ شِرۡكَهُمۡ دَائِمٌ فِي الرَّخَاءِ وَالشِّدَّةِ، لَا يُخۡلِصُونَ لِلهِ وَلَا فِي حَالَةِ الشِّدَّةِ، بَلۡ كُلَّمَا اشۡتَدَّ بِهِمۡ الۡأَمۡرُ اشۡتَدَّ شِرۡكُهُمۡ وَنِدَاؤُهُمۡ لِلۡحَسَنِ وَالۡحُسَيۡنِ وَعَبۡدُ الۡقَادِرِ وَالرِّفَاعِيِّ وَغَيۡرِ ذٰلِكَ، هٰذَا شَيۡءٌ مَعۡرُوفٌ، وَيُذۡكَرُ عَنۡهُمُ الۡعَجَائِبُ فِي الۡبِحَارِ، أَنَّهُمۡ إِذَا اشۡتَدَّ بِهِمُ الۡأَمۡرُ صَارُوا يَهۡتِفُونَ بِأَسۡمَاءِ الۡأَوۡلِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَيَسۡتَغِيثُونَ بِهِمۡ مِنۡ دُونِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، لِأَنَّ دُعَاةَ الۡبَاطِلِ وَالصَّلَالِ يَقُولُونَ لَهُمۡ: نَحۡنُ نُنۡقِذُكُمۡ مِنَ الۡبِحَارِ، فَإِذَا أَصَابَكُمۡ شَيۡءٌ اهۡتَفُوا بِأَسۡمَائِنَا وَنَحۡنُ نُنۡقِذُكُمۡ.
Adapun orang-orang musyrik zaman ini -yakni belakangan ini- yaitu orang-orang yang kesyirikan terjadi pada mereka dari kalangan umat Muhammad, sesungguhnya kesyirikan mereka senantiasa berlangsung baik pada saat lapang maupun susah. Mereka tidak mengikhlaskan doa kepada Allah meski pada keadaan sulit. Bahkan, ketika keadaan semakin sulit, semakin parah pula kesyirikan mereka dan semakin keras panggilan mereka kepada Al-Hasan, Al-Husain, ‘Abdul Qadir, Ar-Rifa’i, dan selain mereka. Ini adalah perkara yang sudah dikenal. Dan disebutkan dari mereka keanehan-keanehan di lautan. Yaitu bahwa mereka apabila berada dalam keadaan sulit, mereka meneriakkan nama-nama para wali dan orang-orang shalih, serta beristighatsah kepada mereka dari selain Allah ‘azza wa jalla. Karena para dai yang menyeru kepada kebatilan dan kesesatan berkata kepada mereka: Kami akan menyelamatkan kalian dari lautan, sehingga apabila ada sesuatu yang menimpa kalian, panggillah nama-nama kami, maka kami akan selamatkan kalian.
كَمَا يُرۡوَى هٰذَا عَنۡ مَشَايِخِ الطُّرُقِ الصُّوفِيَّةِ، وَاقۡرَءُوا -إِنۡ شِئۡتُمۡ- (طَبَقَاتِ الشَّعۡرَانِيِّ) فَفِيهَا مَا تَقۡشَعِرُّ مِنۡهُ الۡجُلُودُ مِمَّا يُسَمِّيهِ كَرَمَاتِ الۡأَوۡلِيَاءِ، وَأَنَّهُمۡ يُنۡقِذُونَ مِنَ الۡبِحَارِ، وَأَنَّهُ يَمُدُّ يَدَهُ إِلَى الۡبَحۡرِ وَيَحۡمِلُ الۡمَرۡكَبَ كُلَّهُ وَيُخۡرِجُهُ إِلَى الۡبَرِّ وَلَا تَتَنَدَّى أَكۡمَامُهُ، إِلَى غَيۡرِ ذٰلِكَ مِنۡ تُرَّهَاتِهِمۡ وَخُرَافَاتِهِمۡ، فَشِرۡكُهُمۡ دَائِمٌ فِي الرَّخَاءِ وَالشِّدَّةِ، فَهُمۡ أَغۡلَظُ مِنَ الۡمُشۡرِكِينَ الۡأَوَّلِينَ.
Sebagaimana hal ini diriwayatkan dari syaikh-syaikh tarekat sufi. Bacalah -kalau engkau mau- “Thabaqat Asy-Sya’rani”. Di dalamnya ada sesuatu yang kulit-kulit dapat bergetar karenanya dari hal-hal yang mereka namakan karamah-karamah para wali. Bahwa mereka dapat menyelamatkan dari lautan, bahwa ia membentangkan tangannya ke lautan, ia membawa perahu seluruhnya, dan ia mengeluarkannya ke daratan dalam keadaan lengan bajunya tidak basah. Dan selain itu dari omongan kosong dan khurafat mereka. Jadi kesyirikan orang-orang musyrik zaman ini senantiasa terjadi baik di saat lapang maupun sulit. Makanya, mereka lebih parah daripada orang-orang syirik dahulu.
وَأَيۡضًا -كَمَا قَالَ الشَّيۡخُ فِي (كَشۡفِ الشُّبُهَاتِ)-: مِنۡ وَجۡهٍ آخَرَ: (أَنَّ الۡأَوَّلِينَ يَعۡبُدُونَ أُنَاسًا صَالِحِينَ مِنَ الۡمَلَائِكَةِ وَالۡأَنۡبِيَاءِ وَالۡأَوۡلِيَاءِ، أَمَّا هٰؤُلَاءِ فَيَعۡبُدُونَ أُنَاسًا مِنۡ أَفۡجَرِ النَّاسِ، وَهُمۡ يَعۡتَرِفُونَ بِذٰلِكَ، فَالَّذِينَ يُسَمُّونَهُمۡ الۡأَقۡطَابَ وَالۡأَغۡوَاثَ لَا يُصَلُّونَ، وَلَا يَصُومُونَ، وَلَا يَتَنَزَّهُونَ عَنِ الزِّنَا وَاللِّوَاطِ وَالۡفَاحِشَةِ، لِأَنَّهُمۡ يَزۡعُمُونَ لَيۡسَ عَلَيۡهِمۡ تَكَالِيفُ، فَلَيۡسَ عَلَيۡهِمۡ حَرَامٌ وَلَا حَلَالٌ، إِنَّمَا هٰذَا لِلۡعَوَامِّ فَقَطۡ.
وَهُمۡ يَعۡتَرِفُونَ أَنَّ سَادَتَهُمۡ لَا يُصَلُّونَ وَلَا يَصُومُونَ، وَأَنَّهُمۡ لَا يَتَوَرَّعُونَ عَنۡ فَاحِشَةٍ، وَمَعَ هٰذَا يَعۡبُدُونَهُمۡ، بَلۡ يَعۡبُدُونَ أُنَاسًا مِنۡ أَفۡجَرِ النَّاسِ: كَالۡحَلَّاجِ، وَابۡنِ عَرَبِيٍّ، وَالرِّفَاعِيِّ، وَالۡبَدَوِيِّ، وَغَيۡرِهِمۡ).
Selain itu -sebagaimana Syaikh katakan di Kasyfusy Syubuhat- dari sisi yang lain: “Bahwa orang-orang musyrik dahulu menyembah sesembahan yang shalih dari kalangan malaikat, nabi-nabi, dan wali-wali. Adapun mereka sekarang menyembah orang-orang yang paling jahat. Dan mereka mengakuinya. Orang-orang yang mereka namakan aqthab dan aghwats adalah orang yang tidak shalat, tidak puasa, dan tidak menjaga diri dari zina, homoseks, dan perbuatan keji. Karena mereka menyangka tidak ada beban syariat pada mereka. Sehingga tidak ada bagi mereka perkara halal dan haram karena hal itu hanya untuk orang awam saja.
وَقَدۡ سَاقَ الشَّيۡخُ الدَّلِيلَ عَلَى أَنَّ الۡمُشۡرِكِينَ الۡمُتَأَخِّرِينَ أَعۡظَمُ وَأَغۡلَظُ شِرۡكًا مِنَ الۡأَوَّلِينَ، لِأَنَّ الۡأَوَّلِينَ يُخۡلِصُونَ فِي الشِّدَّةِ وَيُشۡرِكُونَ فِي الرَّخَاءِ، فَاسۡتَدَلَّ بِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الۡفُلۡكِ دَعَوُا اللهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ الدِّينَ﴾ [العنكبوت: ٦٥].
Syaikh telah membawakan dalil bahwa orang-orang musyrik belakangan lebih besar dan lebih parah kesyirikan daripada orang-orang musyrik dahulu. Yaitu karena orang-orang musyrik dahulu memurnikan ibadah dalam keadaan sulit namun berbuat syirik ketika lapang. Beliau mengambil dalil dengan firman Allah ta’ala, “Jika mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan agama untukNya.” (QS. Al-‘Ankabut: 65).
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحۡبِهِ أَجۡمَعِينَ.
Semoga Allah senantiasa curahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan shahabatnya seluruhnya.