Akhir-akhir ini sebagian besar kaum muslimin di tanah air terhebohkan dengan peristiwa pecahnya perang antara Amerika dan Iraq, meski peperangan itu bukanlah baru kali ini saja, muncul berbagai macam reaksi khususnya dari kaum muslimin menghendaki agar peperangan ini tidak terjadi. Hampir di setiap jalan di kota-kota besar terlihat spanduk-spanduk yang berisikan kecaman terhadap Amerika sebagai penjahat perang, pemboikotan atas produk-produknya, dan lain sebagainya, hingga pernyataan "kini saatnya revolusi Islam". Tak ketinggalan pula sebagian para pelajar mengutuk kekejaman kaum kuffar Amerika atas muslimin Iraq dengan berdemonstrasi sebagai jurus pamungkasnya. Demikian pula para tokoh-tokoh agama dengan berbagai ultimatum-ultimatumnya hingga pemerintahan pun mengecam keras terhadap Amerika atas perbuatannya sebagai tindak pidana kemanusiaan.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- sesungguhnya perlu untuk kita ketahui bahwa perkara ini adalah perkara yang besar, yang tidak semestinya seorang muslim berkomentar dan berbicara kecuali dengan haq dan ketika kondisi sangat mendesak seyogyanya seorang muslim mengetahui kedudukannya di tengah-tengah umat sebelum ia menuntut hak dan kewajiban, apa yang menjadi kewajiban pemerintah tidaklah seperti apa yang menjadi kewajiban para ulama, dan apa yang menjadi kewajiban para ulama tidaklah seperti apa yang menjadi kewajiban masyarakat umum, begitulah seitap muslim bersama kewajibannya. Tidak mungkin seorang ulama menunaikan tugas kewajiban pemerintah demikian pula sebaliknya pemerintah yang tidak disifati ilmu tidak mungkin menduduki kedudukannya ulama. Tidak sepantasnya berbicara di hadapan masyarakat umum dengan sesuatu yang sebenarnya menjadi kewajiban pemerintah dan ulama dan tidak layak berbicara di hadapan pemerintah dan ulama dengan sesuatu yang menjadi kewajiban masyarakat umum.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- demikianlah al fiqhu fid diin di saat kebanyakan orang mendengang-dengungkan jihad, revolusi Islam, pemboikotan produk-produk Amerika, dan lain sebagainya. Jika tidak memahami hal ini justru akan menimbulkan fitnah bagi yang lain. Fitnah yang akan terjadi ini adalah fitnah internal, sementara peperangan terjadi di luar, inilah sebenarnya yang akan melemahkan kaum muslimin, sehingga kondisi ini justru akan membantu kaum kuffar -la'natullah 'alaihim-. Oleh karena itu, maka seorang muslim hendaknya bersikap untuk dirinya, apakah ia termasuk orang-orang yang Allah jadikan penolong agama ini ataukah justru dia menjadi penyebab timbulnya fitnah. Ketentuan ini tidak bisa ditetapkan dengan akal ataupun ro`yu tetapi mesti merujuk kepada Kitab dan Sunnah.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- ada beberapa hal yang harus diperhatikan di mana ia sebagai prinsip-prinsip yang sangat mendasar untuk diketahui.
Pertama: Harus diyakini -seperti yang telah diketahui secara umum- bahwa Yahudi dan Nasrani adalah musuh agama ini, permusuhan ini landasannya adalah agama yang tidak akan sirna demi kemaslahatan, tidak akan pernah terealisasi adanya loyalitas -baik dalam keadaan perang maupun damai- antara muslimin dan Yahudi Nasrani serta yang lainnya dari kaum kuffar. Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani -seperti yang telah diberitakan Allah tentangnya- mereka tidak akan pernah ridho atas kaum muslimin sehingga meninggalkan agamanya. Allah berfirman,
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ ٱلْيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَـٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS Al Baqoroh: 120).
Yahudi dan Nasrani takkan pernah ridho dari kaum muslimin kecuali mengikuti agama Yahudiyyah dan Nasraniyyah. Allah berfirman,
وَقَالُوا۟ كُونُوا۟ هُودًا أَوْ نَصَـٰرَىٰ تَهْتَدُوا۟
"Dan mereka berkata: Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani niscaya kamu mendapat petunjuk." (QS Al Baqoroh: 135).
Mereka meyakini petunjuk itu bersama agamanya dan barangsiapa yang menyelisihinya berarti keluar dari agama, wajib untuk diperangi dan dihinakan serta wajib seluruh makhluk untuk tunduk kepada agama yang diyakininya.
Kedua: Dalam menanggapi berbagai macam kejadian kita harus melihat dengan dua kacamata, kacamata taqdir dan kacamata syari'at. Dari sisi taqdir kita mesti sadar bahwa Allah telah menghendaki perkara ini, bersamaan dengan itu kita wajib sabar dan bahwa Allah tidaklah menghendaki ini semua kecuali dengan hikmah, inilah yang akan menguatkan iman dan menghidupkan jiwa kita bahwa Allah lah yang mengatur seluruh makhlukNya dan hikmah Allah begitu sempurna, sehingga apapun yang dilakukan kaum kuffar terhadap kaum muslimin tidaklah menjadikan goyah semangat keagamaan kaum muslimin. Adapun dari sisi syari'at adalah bahwa kita tidak boleh berdiam diri lalu mengatakan, "Kami beriman dengan taqdir dan bersabar", tetapi kita harus melihat tinjauan syari'at yakni wajib atas kaum muslimin saling tolong-menolong, saling menasihati dan menunaikan hak-hak antar mereka. Namun, pertolongan dan nasihat ini landasannya adalah apa yang telah ditetapkan syari'at, maka bersabar ketika menghadapi taqdir dan bertindak sesuai tuntunan syari'at.
Ketiga: Mesti dipahami bahwa agama Allah 'azza wa jalla sangat kokoh terjaga dengan jaminan penjagaan Allah dengan menjaga sumber-sumbernya, yaitu Kitab dan Sunnah. Ingatlah, ketika beberapa orang datang menemui Imam Ahmad dan berkata, "Kami khawatir atas agama Allah, orang itu telah berbuat begini dan begitu. Kami khawatir akan hancurnya agama ini dan kami tidak ridho dengan kekuasaan orang itu." Imam Ahmad menjawab, "Sesungguhnya agama Allah itu kokoh, hal (yang kamu katakan) ini menyelisihi atas apa yang telah diperintahkan kepada kita yaitu bersabar, maka bersabarlah!!"
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- dampak yang terjadi dari keangkuhan kaum kuffar yang otoriter lagi imperialis demi meraih predikat sebagai kaum yang overtop di dunia -menurut sangkaannya- jangan sampai memberi imbas yang negatif seperti terjadinya kekacauan, kerusuhan, dan kerusakan-kerusakan lainnya yang justru inilah sebenarnya yang dikehendaki mereka, sekali lagi keadaan ini sangat menguntungkan mereka dan melemahkan kekuatan dan kesatuan kaum muslimin. Jadilah para pejuang yang sejati dengan kembali kepada agama Allah, kembali kepada Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, menjaga kesatuan kaum muslimin di atasnya, tidak berbicara melainkan dengan ilmu dan tidak bertindak melainkan juga dengan ilmu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا :أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللهُ أَمْرَكُمْ
"Sesungguhnya Allah meridhoi kalian tiga perkara: Beribadah kepadaNya dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak bercerai berai, saling menasehati orang yang Allah jadikan pemimpin atas urusan kalian." (HR Muslim dari sahabat Abu Hurairoh).
Semoga Allah menurunkan pertolonganNya kepada kaum muslimin kapanpun dan dimanapun berada, wallahu waliyyu dzalik wal qodir 'alaih.
Wal 'ilmu 'indallah.
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari.
Sumber: Buletin Jum'at Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-15 Tahun ke-1 / 28 Maret 2003 M / 25 Muharrom 1424 H.