Di awal munculnya dakwah tauhid, Abu Sufyan Shakhr bin Harb adalah salah seorang pemimpin utama Bani Quraisy di Makkah yang sangat menentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah pemimpin Bani Abdus Syams. Ia dilahirkan sepuluh tahun sebelum terjadinya penyerbuan tentara gajah ke Makkah. Ia sering memimpin kafilah perdagangan kaum Quraisy ke negeri Syam dan ke negeri ‘ajam (selain Arab) lainnya. Ia gemar keluar dengan membawa panji para pemimpin yang dikenal dengan “Al-‘Uqab”. Panji itu tidak dipegang melainkan oleh pemimpin Quraisy. Kalau terjadi peperangan, panji itu pun hanya dipegang olehnya.
Abu Sufyan sebelum Islam
Dia seorang saudagar terkenal, banyak mengenal keinginan pasar. Sebagai tokoh masyarakat Quraisy, ia banyak mengetahui gaya hidup masyarakatnya. Ia juga seperti yang dikatakan banyak orang, antara lain al-‘Abbas bin Abdul Muththalib sebagai seorang yang senang dipuji dan dibanggakan orang.
Tatkala Abu Sufyan mendengar dakwah yang dikumandangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia termasuk orang yang paling gigih melawan dan memeranginya. Saat kaum musyrikin menginginkan supaya Abu Thalib menyerahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum musyrikin untuk dibunuh, dia ikut menyertai delegasi kaum Quraisy tersebut.
Abu Sufyan juga pernah mengadakan persekutuan jahat dengan pemimpin Quraisy lainnya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin, dengan mendatangkan surat pernyataan memblokade Bani Hasyim, yaitu tidak mengadakan hubungan perkawinan dan jual beli dengan mereka. Demikian sepak terjang Abu Sufyan di masa sebelum keislamannya.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi oleh tokoh Quraisy dan pengikut mereka dari kalangan musyrikin, membuat sekelompok muslim Makkah hijrah ke Habasyah demi memperoleh perlindungan. Tak ketinggalan putri Abu Sufyan yang bernama Ramlah binti Abu Sufyan termasuk salah seorang di antara mereka. Ramlah bintu Abu Sufyan radhiyallahu ‘anha sendiri telah mendahului ayahnya dalam memeluk Islam saat itu.
Abu Sufyan jugalah orang Arab yang pernah diajak berbicara oleh Heraklius, Raja Romawi kala itu. Terjadilah perbincangan antara mereka tentang sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam perbincangan ini Abu Sufyan berlaku jujur, sebab kaum Arab memandang bahwa sikap dusta tercela di sisi mereka. Di akhir pembicaraan tersebut Abu Sufyan berkata, “Aku keluar dari hadapan Kaisar Heraklius dengan rasa takjub.” Lalu berkata, “Sungguh menakjubkan keadaan Ibnu Abi Kabsyah ini (yakni Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kaisar Romawi merasa takut kekuasaannya akan terancam.”
Akan tetapi, mengapa Abu Sufyan tidak cepat masuk Islam? Apakah ia ragu-ragu akan kejujuran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Raja Romawi tidak mengingkari kenabian Muhammad. Malah, kalau ia ada di hadapannya, tentu ia akan mencuci kedua kakinya. Sesungguhnya, rintangan utama yang menghalang-halangi Abu Sufyan masuk Islam saat itu adalah soal kekuasaan dan kewibawaan, yaitu kepemimpinan Quraisy. Dia khawatir semuanya itu akan jatuh ke tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada saat kaum muslimin telah berhijrah ke negeri Madinah, mulailah jelas kekuatan kaum muslimin. Di bawah pengaturan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung kaum muslimin telah siap untuk membela agama dan diri mereka dari kaum musyrikin.
Suatu ketika Abu Sufyan memimpin sebuah kafilah dagang. Sebuah pasukan muslim di bawah pimpinan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu berusaha untuk mencegatnya, tujuan awalnya adalah mengambil harta yang dibawa kafilah dagang tersebut sebagai ganti harta mereka yang dahulu mereka tinggalkan di Makkah dan kemudian dirampas oleh kaum musyrikin. Namun, Abu Sufyan berhasil meminta bantuan dari Quraisy di Makkah dengan mengirim utusan yang bernama Dhamdham bin Amru al-Ghifari. Ini adalah penyebab terjadinya perang Badar, yang kemudian berakhir dengan kemenangan kaum muslim. Di lain pihak, Abu Sufyan berhasil membawa kafilahnya pulang dengan selamat ke Makkah. Kematian beberapa pemimpin Quraisy dalam pertempuran tersebut menyebabkan Abu Sufyan menjadi pemimpin utama Makkah.
Abu Sufyan selanjutnya berperan sebagai pemimpin militer Makkah dalam peperangan melawan Madinah, antara lain dalam perang Uhud dan Khandaq, tetapi tidak berhasil mencapai kemenangan secara gemilang. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata dengan Perjanjian Hudaibiyyah, yang memungkinkan umat Islam untuk melakukan umrah ke Ka’bah.
Penaklukan Makkah
Ketika gencatan senjata tersebut dilanggar oleh Bani Bakar yang menjadi sekutu Quraisy, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menggerakkan pasukan Muslim untuk menaklukkan Makkah. Abu Sufyan kini merasa bahwa Quraisy sudah tidak cukup kuat untuk dapat menghalangi kaum muslim, sebab telah banyak kabilah arab yang masuk Islam atau menjadi sekutu kaum Muslimin. Kabilah Aslam, Juhainah, barisan Muhajirin dan Anshar, dan seterusnya.
Ia pun melakukan perjalanan ke Madinah dan berusaha untuk mengembalikan perjanjian tersebut. Tidak ada kesepakatan yang berhasil dicapai antara kedua belah pihak, dan Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan tangan kosong.
Abu Sufyan dalam Rengkuhan Islam
Allah subhanahu wa ta’ala menakdirkan Abu Sufyan masuk Islam dan menjadi penyeru Islam. Orang yang selama bertahun-tahun menjadi panglima kaum musyrikin, kini sudah menjadi seorang tentara Allah. Ayah dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, sang penulis wahyu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kini sudah masuk Islam. Kini, Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu ikut serta menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru bumi yang jauh. Ayah Ummu Habibah Ramlah bintu Abi Sufyan, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah masuk Islam. Ayah Yazid bin Abi Sufyan, kini sudah masuk Islam. Isterinya Hindun bintu Utbah pun, yang dinyatakan sebagai salah seorang penjahat perang, telah masuk Islam juga, malah ia telah menghancurluluhkan berhala yang ada di rumahnya, seraya berkata, “Selama ini, kami tertipu oleh kamu!”
Kehidupan Abu Sufyan berjalan mulus dalam pangkuan Islam. Setelah penaklukan Makkah, Abu Sufyan menjadi salah seorang panglima perang kaum muslim dalam peperangan selanjutnya. Dalam pengepungan Tha’if, ia kehilangan sebelah matanya. Abu Sufyan sedang bertugas di Najran ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal. Abu Sufyan juga berperang dalam Pertempuran Yarmuk. Dalam pertempuran itu, ia kehilangan matanya yang kedua. Semoga Allah memberikan pahala yang setimpal kepada Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
Meninggalnya
Ia meninggal dunia pada tahun 30 H, atau 31 H, dan dalam riwayat lain 34 H, di usia 88 tahun pada zaman Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Jenazahnya dishalati oleh putranya, Mu’awiyah, dan dikuburkan di Baqi’. [Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 39 volume 04 1435 H / 2014 M, rubrik Figur.