الۡحَدِيثُ الۡخَامِسُ وَالثَّمَانُونَ
٨٥ – عَنِ الۡبَرَاءِ بۡنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمَا قَالَ: (رَمَقۡتُ الصَّلَاةَ مَعَ مُحَمَّدٍ ﷺ، فَوَجَدۡتُ قِيَامَهُ فَرَكۡعَتَهُ، فَاعۡتِدَالَهُ بَعۡدَ رُكُوعِهِ، فَسَجۡدَتَهُ فَجَلۡسَتَهُ بَيۡنَ السَّجۡدَتَيۡنِ، فَسَجۡدَتَهُ، فَجَلۡسَتَهُ مَا بَيۡنَ التَّسۡلِيمِ وَالۡانۡصِرَافِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ). وَفِي رِوَايَةِ الۡبُخَارِيِّ (مَا خَلَا الۡقِيَامَ وَالۡقُعُودَ، قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ)[1].
85. Dari Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, “Aku memperhatikan salat bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendapati berdirinya beliau, rukuknya, iktidalnya setelah rukuk, sujudnya, duduknya di antara dua sujud, sujudnya, dan duduknya antara salam dan selesai hampir sama lamanya.” Dalam riwayat Al-Bukhari, “Selain berdiri membaca dan duduk tasyahud hampir sama lamanya.”
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي:
يَصِفُ الۡبَرَاءُ بۡنُ عَازِبٍ صَلَاةَ النَّبِيِّ ﷺ، فَيَذۡكُرُ أَنَّهَا مُتَقَارِبَةٌ مُتَنَاسِبَةٌ.
فَإِنَّ قِيَامَهُ لِلۡقِرَاءَةِ، وَجُلُوسَهُ لِلتَّشَهُّدِ، يَكُونَانِ مُنَاسِبَيۡنِ لِلرُّكُوعِ، وَالۡاعۡتِدَالِ وَالسُّجُودِ فَلَا يُطَوِّلُ الۡقِيَامَ مَثَلًا، وَيُخَفِّفُ الرُّكُوعَ، أَوۡ يُطِيلُ السُّجُودَ، ثُمَّ يُخَفِّفُ الۡقِيَامَ، أَوِ الۡجُلُوسَ بَلۡ كُلُّ رُكۡنٍ يَجۡعَلُهُ مُنَاسِبًا لِلرُّكۡنِ الۡآخَرِ.
وَلَيۡسَ مَعۡنَاهُ: أَنَّ الۡقِيَامَ وَالۡجُلُوسَ لِلتَّشَهُّدِ، بِقَدۡرِ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ.
وَإِنَّمَا مَعۡنَاهُ أَنَّهُ لَا يُخَفِّفُ وَاحِدًا وَيُثۡقِلُ الۡآخَرَ.
وَإِلَّا فَمِنَ الۡمَعۡلُومِ أَنَّ الۡقِيَامَ وَالۡجُلُوسَ أَطۡوَلُ مِنۡ غَيۡرِهِمَا، كَمَا يَدُلُّ عَلَيۡهِ زِيَادَةُ الۡبُخَارِيِّ فِي الۡحَدِيثِ.
Makna secara umum:
Al-Bara` bin ‘Azib menyifati salat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyebutkan bahwa amalan-amalan salat beliau saling mendekati dan proporsional. Bahwa berdirinya untuk membaca dan duduk tasyahud sesuai dengan rukuk, iktidal, sujud. Sehingga beliau tidak memperlama berdiri, misalnya, dan mempercepat rukuk. Atau memperlama sujud lalu mempercepat berdiri atau duduk. Namun setiap rukun beliau buat proporsional (menyesuaikan) dengan rukun lainnya.
Maknanya bukanlah bahwa berdiri dan duduk tasyahud itu sama lamanya dengan rukuk dan sujud. Namun, maknanya bahwa beliau tidak mempercepat satu amalan dan memperlama amalan lainnya. Dan bila tidak demikian maknanya, tetaplah sudah dimaklumi bahwa berdiri dan duduk itu lebih lama daripada selainnya, sebagaimana tambahan riwayat Al-Bukhari pada hadits tersebut menunjukkan hal yang demikian.
مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:
١ – الۡأَفۡضَلُ أَنۡ يَكُونَ الرُّكُوعُ وَالۡاعۡتِدَالُ مِنۡهُ، وَالسُّجُودُ وَالۡاعۡتِدَالُ مِنۡهُ، مُتَسَاوِيَةَ الۡمَقَادِيرِ، فَلَا يُطِيلُ الۡمُصَلِّي بَعۡضَهَا عَلَى بَعۡضٍ.
٢ – أَنۡ يَكُونَ الۡقِيَامُ لِلۡقِرَاءَةِ وَالۡجُلُوسُ لِلتَّشَهُّدِ الۡأَخِيرِ، أَطۡوَلُ مِنۡ غَيۡرِهِمَا.
٣ – أَنۡ تَكُونَ الصَّلَاةُ فِي جُمۡلَتِهَا مُتَنَاسِبَةً، فَيَكُونُ طُولُ الۡقِرَاءَةِ مُنَاسِبًا مَثَلًا، لِلرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ.
٤ – ثُبُوتُ الطُّمَأۡنِينَةِ فِي الۡاعۡتِدَالِ مِنَ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، خِلَافًا لِلۡمُتَلَاعِبِينَ فِي صَلَاتِهِمۡ مِمَّنۡ لَا يُقِيمُونَ أَصۡلَابَهُمۡ فِي هَٰذَيۡنِ الرُّكۡنَيۡنِ.
٥ – زَعَمَ بَعۡضُهُمۡ أَنَّ الرَّفۡعَ مِنَ الرُّكُوعِ رُكۡنٌ صَغِيرٌ، لِأَنَّهُ لَمۡ يُسَنّ فِيهِ تَكۡرِيرُ التَّسۡبِيحَاتِ كَالرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ، وَلَٰكِنۡ هَٰذَا قِيَاسٌ فَاسِدٌ، لِأَنَّهُ قِيَاسٌ فِي مُقَابِلَةِ النَّصِّ فَإِنَّ الذِّكۡرَ الۡمَشۡرُوعَ فِي الۡاعۡتِدَالِ مِنَ الرُّكُوعِ أَطۡوَلُ مِنَ الذِّكۡرِ الۡمَشۡرُوعِ فِي الرُّكُوعِ، وَقَدۡ أَخۡرَجَ ذٰلِكَ مُسۡلِمٌ فِي حَدِيثِ ثَلَاثَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ.
Faedah hadits ini:
- Yang lebih utama adalah rukuk, iktidal, sujud, dan bangkit dari sujud hampir sama lamanya. Sehingga yang melakukan salat jangan memperlama sebagian dibanding yang lain.
- Berdiri untuk membaca dan duduk tasayahud akhir lebih lama daripada yang lainnya.
- Salat secara keseluruhan hendaknya proporsional. Sehingga panjangnya bacaan, misalnya, disesuaikan dengan rukuk dan sujud.
- Penetapan thuma`ninah ketika iktidal dari rukuk dan bangkit dari sujud. Hal ini menyelisihi orang-orang yang bermain-main dalam salatnya yang mana mereka tidak meluruskan tulang-tulang punggung mereka dalam dua rukun ini.
- Sebagian mereka menyangka bahwa bangkit dari rukuk ini adalah rukun yang kecil karena tidak disunahkan untuk mengulang-ulang tasbih sebagaimana dalam rukuk dan sujud. Akan tetapi, ini adalah kias yang rusak karena kias ini berlawanan dengan nash. Karena zikir yang disyariatkan dalam iktidal adalah lebih panjang daripada zikir yang disyariatkan ketika rukuk. Imam Muslim telah mengeluarkan riwayat itu dalam hadits dari tiga sahabat.
فَائِدَةٌ:
لِكَوۡنِ الۡمَعۡهُودُ مِنۡ صَلَاةِ النَّبِيِّ ﷺ هُوَ تَطۡوِيلُ قِيَامِ الۡقِرَاءَةِ وَقُعُودِ التَّشَهُّدِ عَلَى غَيۡرِهِمَا مِنۡ أَفۡعَالِ الصَّلَاةِ، فَقَدِ اخۡتَلَفَ شُرَّاحُ الۡحَدِيثِ فِي مَعۡنَى هَٰذِهِ [الۡمُنَاسِبَةِ] بَيۡنَ أَفۡعَالِ صَلَاتِهِ عَلَيۡهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، بِمَا فِيهَا الۡقِيَامُ.
فَالنَّوَوِيُّ جَعَلَهَا صِفَةً عَارِضَةً وَلَيۡسَتۡ دَائِمَةً.
(وَابۡنُ دَقِيقِ الۡعِيدِ) قَالَ: يَقۡتَضِي هَٰذَا تَخۡفِيفَ مَا الۡعَادَةُ فِيهِ التَّطۡوِيلُ، أَوۡ تَطۡوِيلَ مَا الۡعَادَةُ فِيهِ التَّخۡفِيفُ.
وَهَدَانِي اللهُ تَعَالَى إِلَى الۡمَعۡنَى الۡمَذۡكُورِ فِي (الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي) مِنۡ أَنَّهُ إِذَا طَوَّلَ الۡقِرَاءَةَ طَوَّلَ غَيۡرَهَا مِنَ الۡأَرۡكَانِ، فَيَكُونُ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ تَطۡوِلًا وَتَخۡفِيفًا، وَمِثۡلُ الۡقِرَاءَةِ الۡقُعُودُ لِلتَّشَهُّدِ، ثُمَّ بَعۡدَ كِتَابَتِهِ، وَجَدۡتُهُ: رَأَىَ (ابۡنِ الۡقَيِّمِ) فِي كِتَابِ (الصَّلَاةِ) وَ(تَهۡذِيبِ السُّنَنِ) وَهَٰذَا هُوَ الۡحَقُّ، إِنۡ شَاءَ اللهُ تَعَالَى.
Faedah:
Kebiasaan salat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperlama berdiri membaca dan duduk tasyahud daripada amalan salat lainnya. Dan para penjelas hadits ini berselisih dalam makna al-munasibah (proporsional) antara amalan-amalan salat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana cara melakukannya.
An-Nawawi menjadikan al-munasibah ini sebagai sifat yang tidak selalu dilakukan. Dan Ibnu Daqiqil ‘Id berkata: Hadits ini menuntut untuk mempersingkat apa yang biasa dikerjakan lama atau memperlama yang biasa disingkat.
Allah telah memberiku petunjuk kepada makna yang telah disebutkan dalam bagian makna secara umum. Yaitu bahwa apabila bacaannya lama, maka rukun-rukun lainnya juga lama, sehingga hampir sama lama atau cepatnya seperti membaca dan duduk tasyahud. Kemudian setelah penulisannya, aku temukan bahwa itu adalah pendapat Ibnul Qayyim di dalam kitab Ash-Shalah dan Tahdzibus Sunan dan ini adalah yang benar, insya Allah.