Cari Blog Ini

Taisirul 'Allam - Hadits ke-2

الۡحَدِيثُ الثَّانِي

٢ – عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (لَا يَقۡبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمۡ إِذَا أَحۡدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ)[1].
2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak menerima salat salah seorang kalian apabila ia telah berhadas sampai ia berwudu terlebih dulu.”

غَرِيبُ الۡحَدِيثِ:

١ – (لَا يَقۡبَلُ اللهُ) بَصِيغَةِ النَّفۡيِ، وَهُوَ أَبۡلَغُ مِنَ النَّهۡيِ، لِأَنَّهُ يَتَضَمَّنُ النَّهۡيَ، وَزِيَادَةَ نَفۡيِ حَقِيقَةِ الشَّيۡءِ.
٢ – (أَحۡدَثَ) أَيۡ حَصَلَ مِنۡهُ الۡحَدَثُ، وَهُوَ الۡخَارِجُ مِنۡ أَحَدِ السَّبِيلَيۡنِ أَوۡ غَيۡرِهِ مِنۡ نَوَاقِضِ الۡوُضُوءِ. وَفِي الۡأَصۡلِ: الۡحَدَثُ، الۡإِيذَاءُ.
٣ – (الۡحَدَثُ) وَصۡفٌ حُكۡمِيٌّ مُقَدَّرٌ قِيَامُهُ بِالۡأَعۡضَاءِ، يَمۡنَعُ وُجُودَهُ مِنۡ صِحَّةِ الۡعِبَادَةِ الۡمَشۡرُوطِ لَهَا الطَّهَارَةُ.

Kosakata asing dalam hadis ini:

  1. Laa yaqbalullah dengan bentuk nafi. Bentuk nafi ini lebih gamblang daripada bentuk larangan karena nafi mengandung makna larangan dan ditambah makna peniadaan hakikat sesuatu.
  2. Ahdatsa yakni terjadi hadas padanya. Hadas adalah yang keluar dari salah satu dari dua jalan atau selainnya dari pembatal-pembatal wudu. Hadas asalnya adalah kotoran.
  3. Al-hadatsu adalah sifat hukum yang tersembunyi pada anggota badan. Keberadaannya menghalangi dari sahnya suatu ibadah yang disyaratkan adanya kesucian.
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي: الشَّارِعُ الۡحَكِيمُ أَرۡشَدَ مَنۡ أَرَادَ الصَّلَاةَ، أَنۡ لَا يَدۡخُلَ فِيهَا إِلَّا عَلَى حَالٍ حَسَنَةٍ وَهَيۡئَةٍ جَمِيلَةٍ، لِأَنَّهَا الصِّلَةُ الۡوَثِيقَةُ بَيۡنَ الرَّبِّ وَعَبۡدِهِ، وَهِيَ الطَّرِيقُ إِلَى مُنَاجَاتِهِ؛ لِذَا أَمَرَهُ بِالۡوُضُوءِ وَالطَّهَارَةِ فِيهَا، وَأَخۡبَرَهُ أَنَّهَا مَرۡدُودَةٌ غَيۡرُ مَقۡبُولَةٍ بِغَيۡرِ ذٰلِكَ.

Makna secara umum:

Allah Pembuat syariat yang Maha Bijaksana membimbing siapa saja yang hendak salat untuk tidak memulainya kecuali dalam keadaan yang baik dan kondisi yang indah. Karena salat merupakan ikatan erat antara Rabb dengan hambaNya dan ia merupakan jalan untuk bermunajat kepadaNya. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan hambaNya untuk berwudu dan bersuci ketika hendak salat. Dan Dia mengabarkan bahwa salat itu tertolak tidak diterima tanpa wudu.

مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:

١ – أَنَّ صَلَاةَ الۡمُحۡدِثِ لَا تُقۡبَلُ حَتَّى يَتَطَهَّرَ مِنَ الۡحَدِيثَيۡنِ الۡأَكۡبَرِ وَالۡأَصۡغَرِ.
٢ – أَنَّ الۡحَدَثَ نَاقِضٌ لِلۡوُضُوءِ وَمُبۡطِلٌ لِلصَّلَاةِ إِنۡ كَانَ فِيهَا.
٣ – الۡمُرَادُ بِعَدَمِ الۡقَبُولِ هُنَا: عَدَمُ صِحَّةِ الصَّلَاةِ وَعَدَمُ إِجۡزَاءِهَا.
٤ – الۡحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الطَّهَارَةِ شَرۡطٌ لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ.

Kesimpulan hadis ini:

  1. Bahwa salat orang yang berhadas tidak diterima sampai ia bersuci dari dua hadas yang besar dan yang kecil.
  2. Bahwa hadas merupakan pembatal wudu dan pembatal salat apabila hadas muncul ketika salat.
  3. Yang dimaksud tidak diterima di sini adalah tidak sah dan tidak cukup salatnya.
  4. Hadis ini menunjukkan bahwa bersuci merupakan syarat sahnya salat.

[1] رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ (١٣٥) فِي الۡوُضُوءِ، (٦٩٥٤) فِي الۡحِيَلِ بَابٍ فِي الصَّلَاةِ، وَرَوَاهُ التِّرۡمِذِيُّ (٧٦) فِي الطَّهَارَةِ، وَأَحۡمَدُ فِي الۡمُسۡنَدِ (٢/٣١٨).