Cari Blog Ini

Imam Syaukani

NAMA DAN KELAHIRAN BELIAU


Negeri Yaman sejak dahulu kala hingga sekarang memang dikenal sebagai sebuah negeri tempat bermunculannya ulama-ulama besar. Yaman pernah menjadi saksi munculnya seorang ulama besar yang karya tulisnya dimanfaatkan kaum muslimin hingga sekarang. Salah satunya adalah Imam Syaukani rahimahullah yang popularitasnya membahana di berbagai negeri kaum muslimin. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah Asy Syaukani kemudian Ash Shan’ani. Adapun Asy Syaukani merupakan nisbah kepada Hijrah Syaukan yaitu sebuah kampung dari perkampungan Sahamiyah yang merupakan salah satu kabilah Khaulan yang jaraknya dengan Shan’a bisa ditempuh dengan perjalanan kurang dari satu hari. Sementara itu Ash Shan’ani adalah nisbah kepada Kota Shan’a yang merupakan ibukota Yaman. Beliau dilahirkan di Hijrah Syaukan pada tengah hari yaitu pada hari Senin 28 Dzul Qa’dah 1173 H sebagaimana penukilan dari beliau sendiri dalam biografinya. Sehingga keberadaan nash dari beliau ini sebagai pemutus silang pendapat dan kesimpang siuran tentang tahun kelahirannya.

PERKEMBANGAN ILMIAHNYA


Asy Syaukani mampu menghafal Al Quran, memperbagus bacaannya dan menghafal sekian banyak matan sebelum ia mengawali aktivitasnya menuntut ilmu agama. Padahal saat itu beliau belum genap berusia sepuluh tahun. Selanjutnya beliau selalu menjalin hubungan dan komunikasi dengan para syaikh besar di zamannya.

Pada mulanya beliau lebih fokus untuk menyibukkan diri dengan penelitian terhadap ilmu sejarah dan adab. Kita akan lebih terkejut lagi tatkala mengetahui pada usia berapa beliau mulai berfatwa untuk kepentingan kaum muslimin. Ya, beliau mulai berperan aktif dalam memberikan fatwa tatkala usia menginjak dua puluh tahun. Luar biasa memang, setidaknya memberikan gambaran bagaimana pengakuan ulama terhadap kapasitas keilmuannya. Padahal begitu banyak ulama besar yang sezaman dengannya dan lebih senior bahkan menjadi guru-gurunya sendiri.

Sejak awal sang ayah punya komitmen untuk melarang anaknya menyibukkan diri dengan selain ilmu agama sebagaimana dia melarang putranya untuk pindah dari Shan’a ke kota lain. Asy Syaukani terkondisi dan tumbuh berkembang dari sebuah keluarga penganut mazhab Syiah Zaidiyah dan ayahnya adalah seorang hakim di zamannya. Zaidiyah adalah salah satu sekte kelompok Syiah yang tentunya menyimpang yang dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin Al Husain Zainul Abidin.

Di awal fase perjalanannya menimba ilmu agama, Asy Syaukani rahimahullah mampu mengikuti tiga belas mata pelajaran dalam sehari semalam. Beliau mengambil ilmu dari para syaikh dan juga menyempatkan diri untuk memberikan faedah ilmiah kepada murid-muridnya. Jumlah yang sangat banyak menurut penilaian penuntut ilmu di masa ini. Namun demikianlah Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kemampuan serta kemudahan kepada siapa yang dikehendaki oleh-Nya. Dalam kitabnya Al Badru Ath Thali’, beliau menyebutkan beberapa kitab yang beliau baca di hadapan para syaikh dan jumlahnya sangat banyak meliputi berbagai disiplin ilmu seperti Fikih, hadis, bahasa, tafsir, adab, dan lain sebagainya.

Di antara guru-guru beliau adalah sebagai berikut: Ahmad bin Amir Al Haddai yang merupakan ulama paling menonjol di zamannya dan Asy Syaukani belajar fikih dan faraidh (ilmu waris) dari beliau, Ismail bin Al Hasan Al Mahdi yang dikenal dengan sebutan Sibawaih, Abdul Qadir bin Ahmad Al Kaukabani, Al Qadhi Abdurrahman bin Hasan Al Akwa’, Al Hasan bin Ismail Al Maghribi, Al Qasim bin Yahya Al Khaulani, Ali bin Ibrahim bin Ahmad, dan selainnya.

Adapun murid-murid beliau cukup banyak, di antaranya adalah Ahmad bin Abdullah Al Umari, Al Qadhi Ahmad bin Muhammad Asy Syaukani putranya sendiri, Ahmad bin Nashir Al Kabsi, Ahmad bin Luthful Bari, Ahmad bin Ali Ath Thasyi Ash Sha’di, Al Mutawakkil ‘alallahi Rabbil ‘Alamin Ahmad bin Imam Al Manshur, Ahmad bin Yusuf Ar Ruba’i, dan selainnya yang jumlah ratusan atau bahkan ribuan.

MENJABAT SEBAGAI QADHI (HAKIM)


Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahkan kecerdasan yang tinggi dan pandangan yang luas kepada Asy Syaukani rahimahullah. Dua faktor inilah yang mendukung beliau untuk bisa mengokohkan berbagai disiplin ilmu yang ditekuni seperti ilmu Al Quran, hadis, fikih, ushul, hingga akhirnya mencapai level mujtahid dan mampu keluar dari belenggu taklid buta.

Padahal sebelumnya beliau bermazhab Zaidy lalu menjadi seorang ulama mujtahid dan tersohor di negeri Yaman. Bahkan lebih dari itu beliau terhitung sebagai ulama yang sangat gigih mendakwahkan Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaf serta memperingatkan manusia dari bahaya taklid. Di samping itu beliau sangat antusias dalam memurnikan akidah Islam dari segala bentuk kesyirikan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Pada tahun 1209 H, wafat seorang hakim besar di Yaman yang bernama Yahya bin Shalih Asy Syajri As Sahuli, padahal saat itu beliau adalah rujukan kaum muslimin dalam berbagai hukum dan menjadi acuan musyawarah penguasa beserta jajarannya. Maka posisinya digantikan oleh Asy Syaukani setelah melalui proses yang cukup panjang.

Demikianlah yang terjadi, karena sejatinya beliau lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan mengajar, berfatwa, dan membuat karya tulis. Beliau selalu berusaha menghindari hubungan dengan para penguasa betapapun kedudukan penguasa tersebut. Sungguh tekad dan cita-cita tertinggi beliau adalah menyibukkan dengan ilmu agama, memberikan khidmah (pelayanan) kepada kaum muslimin. Namun akhirnya karena tuntutan banyak pihak dan kondisi pun memaksa beliau untuk menerima jabatan tersebut setelah sebelumnya beristikharah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan meminta bimbingan para ulama. Demikianlah beliau begitu tawadhu’ (rendah hati) dan tidak menginginkan jabatan dunia beserta kemewahannya.

Selama menjabat sebagai qadhi pun, Asy Syaukani rahimahullah benar-benar berupaya menjalankan tugasnya dengan berasaskan kebenaran dan keadilan. Pengaduan-pengaduan yang diajukan kepada beliau dari berbagai pihak yang terzalimi berusaha diselesaikan dengan seadil-adilnya. Beliau menjauhi segala bentuk suap yang terlarang dalam agama ini meskipun ada saja tekanan atau intervensi dari pihak tertentu dalam menentukan keputusan hukum.

Jabatan sebagai qadhi ini juga beliau manfaatkan sebagai sarana untuk mendakwahkan Al Quran dan Sunnah serta memerangi fanatisme mazhab. Hanya saja kesibukan beliau sebagai qadhi cukup berpengaruh terhadap produktivitasnya dalam membuat karya tulis. Seseorang yang mencoba untuk memperbandingkan keadaan beliau sebelum menjabat qadhi dan setelahnya niscaya akan berkesimpulan demikian.

KARYA TULISNYA


Imam Asy Syaukani rahimahullah mempunyai begitu banyak karya tulis yang manfaatnya bisa dirasakan kaum muslimin hingga saat ini. Beliau begitu produktif menghasilkan karya tulis terutama sebelum menjabat sebagai qadhi. Ada ratusan kitabnya yang masih berbentuk manuskrip dan puluhan yang lainnya sudah tercetak. Di antara karya beliau yang sangat terkenal dalam bidang Fikih adalah Ad Durar Al Bahiyyah fi masailil Fiqhiyah sekaligus syarhnya Ad Darari Al Mudhiyyah Syarah Ad Durar Al Bahiyyah, Nailul Authar Syarh Muntaqal Akhbar, As Sailu Al Jarrar Al-Mutaddafiq ‘ala Hadaiqi Al-Azhar, dan yang lainnya. Karyanya dalam ilmu tafsir Al Quran adalah Fathul Qadir Al Jami’ baina Fannai Ar Riwayah wad Dirayah min ‘Ilmi At Tafsir. Dalam bidang ilmu Ushul Fiqh beliau mempunyai kitab yang berjudul Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq fi ‘Ilmil Ushul. Adapun dalam bidang ilmu hadis kitab beliau adalah Al Fawaidul Majmu’ah fil Ahadits Al Maudhu’ah. Berkenaan dengan adab, di antara karya tulis beliau adalah Adab Ath Thalib wa Muntahal Arib. Tentang akidah beliau menulis kitab Syarhus Shudur bitahrimi Raf’i Al Qubur, dan masih banyak yang lainnya.

AKHIR HAYATNYA


Setelah sekian lama pengabdian Asy-Syaukani dengan berbagai andilnya untuk Islam dan kaum muslimin, beliau pun meninggal bulan Jumadil Akhir tahun 1250 H pada usia 76 tahun. Jenazah beliau disalatkan di masjid Jami’ Kabir dan dikuburkan di pemakaman Khuzaimah yang ada di Shan’a. Kaum muslimin bersedih dan menangis karena kehilannngggan seorang ulama besar di zamannya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 41 vol.04 2016 rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah.