Cari Blog Ini

Kaum Mukminin Melihat Allah pada Hari Kiamat

Syaikhul Islam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat tahun 620 H) di dalam kitab beliau Lum'atul I'tiqad berkata:

فَصۡلٌ فِي رُؤۡيَةِ الۡمُؤۡمِنِينَ لِرَبِّهِمۡ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ
Pasal tentang Penglihatan Kaum Mukminin kepada Rabb Mereka pada Hari Kiamat

١٤ - وَالۡمُؤۡمِنُونَ يَرَوۡنَ اللهَ تَعَالَى فِي الۡآخِرَةِ بِأَبۡصَارِهِمۡ، وَيَزُورُونَهُ، وَيُكَلِّمُهُمۡ وَيُكَلِّمُونَهُ.
Kaum mukminin melihat Tuhan mereka di akhirat dengan indera penglihatan mereka, mengunjungi-Nya, Dia berbicara dengan mereka dan mereka berbicara dengan-Nya.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وُجُوهٌ يَوۡمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ ۝٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾ [القيامة: ٢٢-٢٣].
Allah taala berfirman, “Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri. Kepada Tuhannya, dia memandang.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
وَقَالَ: ﴿كَلَّآ إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوبُونَ﴾ [المطففين: ١٥].
Allah taala berfirman, “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya mereka benar-benar terhalangi dari (melihat) Tuhan mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 15).
فَلَمَّا حُجِبَ أُولَٰئِكَ فِي حَالِ السُّخۡطِ دَلَّ عَلَى أَنَّ الۡمُؤۡمِنِينَ يَرَوۡنَهُ فِي حَالِ الرِّضَى وَإِلَّا لَمۡ يَكُنۡ بَيۡنَهُمَا فَرۡقٌ.
Tatkala mereka ditutupi penglihataannya dalam keadaan dimurkai, maka ini menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat-Nya dalam keadaan diridai. Jika tidak demikian, maka tidak ada perbedaan antara keduanya.
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (إِنَّكُمۡ تَرَوۡنَ رَبَّكُمۡ كَمَا تَرَوۡنَ هَٰذَا الۡقَمَرَ لَا تُضَامُونَ فِي رُؤۡيِتَهِ) حَدِيثٌ صَحِيحٌ مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ.
Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak gelap dan letih ketika melihatnya.” Hadis sahih muttafaqun ‘alaih.
وَهَٰذَا تَشۡبِيهٌ لِلرُّؤۡيَةِ بِالرُّؤۡيَةِ لَا الۡمَرۡئِيِّ بِالۡمَرۡئِيِّ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا شَبِيهَ لَهُ وَلَا نَظِيرَ.
Ini adalah penyerupaan antara penglihatan dengan penglihatan. Bukan antara yang dilihat dengan yang dilihat. Karena Allah taala tidak ada yang menyerupai dan menandingi.[1]


Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah di dalam syarahnya berkata,

[1] رُؤۡيَةُ اللهِ فِي الۡآخِرَةِ:

Melihat Allah di akhirat:

رُؤۡيَةُ اللهِ فِي الدُّنۡيَا مُسۡتَحِيلَةٌ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى لِمُوسَى وَقَدۡ طَلَبَ رُؤۡيَةَ اللهِ: ﴿لَنۡ تَرَانِي﴾ [الۡأعراف: ١٤٣].

Melihat Allah di dunia adalah perkara yang mustahil berdasarkan firman Allah taala kepada Musa ketika beliau meminta untuk melihat Allah, “Niscaya engkau tidak dapat melihat-Ku.” (QS. Al-A’raf: 143).

وَرُؤۡيَةُ اللهِ فِي الۡآخِرَةِ ثَابِتَةٌ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ السَّلَفِ.

Melihat Allah di akhirat merupakan kepastian berdasarkan Alquran, sunah, dan ijmak ulama salaf.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وُجُوهٌ يَوۡمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ ۝٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾ [القيامة: ٢٢، ٢٣]،

Allah taala berfirman, “Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri. Kepada Tuhannya, dia memandang.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).

وَقَالَ: ﴿كَلَّآ إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوبُونَ﴾ [المطففين: ١٥]

Allah taala berfirman, “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar dihalangi dari melihat Tuhan mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 15).

فَلَمَّا حُجِبَ الۡفُجَّارُ عَنۡ رُؤۡيَتِهِ دَلَّ عَلَى أَنَّ الۡأَبۡرَارَ يَرَوۡنَهُ وَإِلَّا لَمۡ يَكُنۡ بَيۡنَهُمَا فَرۡقٌ.

Tatkala orang-orang yang fajir dihalangi dari melihat-Nya, maka ini menunjukkan bahwa orang-orang yang baik akan melihat-Nya. Jika tidak demikian, maka tidak ada perbedaan antara keduanya.

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (إِنَّكُمۡ سَتَرَوۡنَ رَبَّكُم كَمَا تَرَوۡنَ هٰذَا الۡقَمَرَ لَا تُضَامُونَ فِي رُؤۡيِتَهِ)، متفق عليه.

Nabi—shalallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak gelap dan letih ketika melihat-Nya.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Al-Bukhari nomor 4851, Abu Dawud nomor 4729, dan At-Tirmidzi nomor 2551).

وَهٰذَا التَّشۡبِيهُ لِلرُّؤۡيَةِ بِالرُّؤۡيَةِ لَا لِلۡمَرۡئِيِّ بِالۡمَرۡئِيِّ؛ لِأَنَّ اللهَ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِ شَيۡءٌ وَلَا شَبِيهَ لَهُ وَلَا نَظِيرَ.

Ini adalah penyerupaan penglihatan dengan penglihatan. Bukan penyerupaan antara objek yang dilihat, karena Allah tidak ada sesuatu pun yang semisal, serupa, dan sebanding dengan-Nya.

وَأَجۡمَعَ السَّلَفُ عَلَى رُؤۡيَةِ الۡمُؤۡمِنِينَ لِلهِ تَعَالَى دُونَ الۡكُفَّارِ بِدَلِيلِ الۡآيَةِ الثَّانِيَةِ: يَرَوۡنَ اللهَ تَعَالَى فِي عَرَصَاتِ الۡقِيَامَةِ وَبَعۡدَ دُخُولِ الۡجَنَّةَ كَمَا يَشَاءُ اللهُ تَعَالَى.

وَهِيَ رُؤۡيَةٌ حَقِيقِيَّةٌ تَلِيقُ بِاللهِ.

Ulama salaf telah bersepakat bahwa kaum mukminin akan melihat Allah taala. Sedangkan orang kafir tidak melihat-Nya. Hal ini berdasarkan ayat kedua.

Kaum mukminin akan melihat Allah taala di padang mahsyar pada hari kiamat dan setelah masuk janah, sebagaimana Allah taala kehendaki.

Ini adalah penglihatan hakiki yang layak bagi Allah.

وَفَسَّرَهَا أَهۡلُ التَّعۡطِيلِ بِأَنَّ الۡمُرَادَ بِهَا رُؤۡيَةُ ثَوَابِ اللهِ، أَوۡ أَنَّ الۡمُرَادَ بِهَا: رُؤۡيَةُ الۡعِلۡمِ وَالۡيَقِينِ، وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِاعۡتِبَارِ التَّأۡوِيلِ الۡأَوَّلِ بِمَا سَبَقَ فِي الۡقَاعِدَةِ الرَّابِعَةِ، وَبِاعۡتِبَارِ التَّأۡوِيلِ الثَّانِي بِذٰلِكَ، وَبِوَجۡهٍ رَابِعٍ: أَنَّ الۡعِلۡمَ وَالۡيَقِينَ حَاصِلٌ لِلۡأَبۡرَارِ فِي الدُّنۡيَا وَسَيَحۡصُلُ لِلۡفُجَّارِ فِي الۡآخِرَةِ.

Para penolak sifat menafsirkan bahwa yang dimaukan dengan melihat Allah adalah melihat pahala Allah. Atau yang dimaukan adalah penglihatan dalam bentuk pengetahuan dan keyakinan. Kita bantah mereka dengan pertimbangan pertama di kaedah keempat yang telah lewat dan dengan pertimbangan kedua di kaedah itu pula. Juga dengan sisi keempat bahwa pengetahuan dan keyakinan telah terwujud bagi orang-orang yang baik di dunia dan akan terwujud bagi orang-orang yang fajir di akhirat.