Cari Blog Ini

Ma Hiya As-Salafiyyah? - Penutup dan Kalimat yang Mencerahkan

Bab Ketujuh: Penutup dan Kalimat yang Mencerahkan 


Telah lewat bersama kita—wahai saudara yang saya cintai—dalam ceramah ringkas ini, poin-poin penting yang wajib bagi seseorang yang bersemangat terhadap keselamatan dirinya untuk menetapi yang ditunjukkan oleh dalil, berupa berpegang teguh dengan urusan agama yang lampau, yaitu jalan para pendahulu umat ini yang saleh. Allah taala berfirman, 
فَمَن كَانَ يَرۡجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلًا صَـٰلِحًا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا 
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya. (QS. Al-Kahfi: 110). 

Allah subhanahu wa taala berfirman,
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرۡجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا 
Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21). 

Di sini aku tambahkan beberapa kalimat yang mencerahkan pada nukilan sebelumnya, berupa anjuran, dorongan, dan perintah para imam agar menetapi jalan salaf saleh. Kami akan mengingatkan dengannya karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Di antara kalimat itu adalah: 

1. Salah satu pegawai Imam ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah bertanya tentang bidah-bidah, maka ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menulis surat kepadanya yang isinya, “Amabakdu. Sesungguhnya aku wasiatkan kepada engkau agar bertakwa kepada Allah, sederhana dalam agama-Nya, mengikuti jalan-Nya dan sunah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan meninggalkan ibadah yang diada-adakan setelah beliau, yang sebenarnya sudah ada aturannya dan kebutuhan akan hal itu sudah terpenuhi. Lalu, engkau wajib untuk menetapi sunah, karena dengan izin Allah engkau akan terjaga. Ketahuilah bahwa tidaklah orang-orang melakukan bidah dalam suatu ibadah kecuali sebelumnya sudah ada dalil dan pelajaran tentangnya. Karena sunah telah dicontohkan oleh yang mengetahui jika sunah diselisihi akan mengakibatkan kekeliruan, dosa, kebodohan, dan sikap ekstrem. Sehingga, ridailah untuk dirimu dengan yang telah diridai oleh para sahabat untuk diri mereka, karena mereka adalah orang-orang yang telah mendahului kita. Mereka berpendirian di atas ilmu dan menahan diri di atas pandangan yang jauh ke depan. Apabila mereka ingin menyingkap berbagai urusan agama tentu lebih kuat dan apabila ada keutamaan dalam suatu urusan agama tentu mereka lebih bersemangat. Jika memang petunjuk itu ada pada jalan yang kalian lalui, tentu mereka akan mendahului kalian. Tidaklah engkau katakan perkara yang diada-adakan setelah mereka itu muncul kecuali dilakukan oleh orang yang mengikuti selain jalan para sahabat dan membenci mereka. Para sahabat telah berbicara dalam hal ini dengan ucapan yang cukup dan memberi gambaran yang memuaskan. Jadi yang menempuh jalan di bawah jalan para sahabat adalah orang yang mengurang-ngurangi, sedangkan yang menempuh jalan di atas mereka adalah orang yang melampaui batas. Sungguh orang-orang yang bermudah-mudahan di bawah jalan para sahabat telah bersikap keras, sedangkan orang-orang lainnya yang melampaui jalan para sahabat telah melampaui batas. Dan sesungguhnya mereka yang ada di antara itu pasti berada di atas petunjuk yang lurus.”[1]

2. Al-Imam Muhammad bin Muslim Az-Zuhri rahimahullah berkata, “Para ulama terdahulu mengatakan: Berpegang teguh dengan sunah adalah keselamatan. Ilmu dicabut dengan sangat cepat. Dengan keberadaan ilmu ini, agama dan dunia akan kokoh. Dan dengan sirnanya ilmu, akan sirna pula hal itu seluruhnya.”[2]

3. Al-Imam Ibnu Hibban di dalam mukadimah kitab Shahih[3] berkata, “Sesungguhnya dalam sikap menetapi sunah Rasulullah merupakan kesempurnaan keselamatan, terkumpulnya karamah. Sinarnya tidak dapat dipadamkan dan argumen-argumennya tidak dapat disanggah. Siapa saja yang menetapinya akan terjaga dari kesalahan dan siapa saja yang menyelisihinya akan menyesal. Karena sunah adalah benteng yang kokoh dan pilar yang sangat kuat. Keutamaannya telah jelas, talinya kuat. Siapa saja yang memegangnya dengan kuat akan mulia, sementara yang lebih suka menyelisihinya akan binasa. Sehingga, orang yang bergantung dengan sunah merupakan orang yang berbahagia kelak dan orang yang menjadi dambaan manusia di dunia.” 

4. Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata di dalam kitab Dzammil Muwaswisin[4], “Dalam sikap mengikuti sunah ada keberkahan mencocoki syariat, rida Allah subhanahu wa taala, terangkatnya derajat, tenteramnya hati, tenangnya badan, membuat setan marah, dan menempuh jalan yang lurus.” 

5. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Amalan yang paling mendekatkan kepada Allah adalah senantiasa mengikuti sunah dan berpihak padanya baik lahir maupun batin, senantiasa merasa butuh kepada Allah, dan mengharap wajah-Nya semata dalam ucapan dan perbuatan. Tidak ada yang dapat menyampaikan seorang pun kepada Allah kecuali dari tiga perkara ini. Dan tidaklah seorang pun terputus dari amalan yang mendekatkan kepada Allah kecuali karena terhalangi dari ketiganya atau salah satunya.”[5]

6. Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata di dalam kitabnya Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf[6], “Ilmu yang paling utama dalam tafsir Alquran, makna-makna hadis, perkataan tentang halal dan haram adalah selama ada riwayat dari sahabat, tabiin, dan yang mengikuti mereka sampai berakhir pada zaman para imam Islam yang terkenal yang diteladani. Yaitu yang telah kita sebutkan nama mereka pada pembahasan yang lalu. 

Maka memastikan riwayat mereka dalam hal itu adalah seutama-utama ilmu. Disertai memahaminya, mengilmuinya, dan mendalaminya. Adapun yang muncul setelah mereka berupa hal yang terlalu meluas, maka tidak ada kebaikan pada sebagian besarnya. Kecuali berupa penjelasan ucapan yang berkaitan dengan ucapan mereka. Adapun penjelasan yang menyelisihi ucapan mereka, maka sebagian besarnya adalah batil atau tidak ada manfaat padanya… Maka, tidaklah didapati kebenaran pada ucapan orang setelah mereka kecuali kebenaran itu ada pada ucapan para salaf dengan redaksi yang lebih ringkas dan ungkapan yang lebih padat. Dan tidaklah didapati kebatilan pada ucapan orang setelah mereka kecuali ada pada ucapan para salaf yang menjelaskan kebatilannya itu bagi orang yang mau memahami dan merenungi. Didapati pula pada ucapan para salaf, makna-makna yang luar biasa dan metode-metode yang rinci yang orang-orang setelahnya tidak bisa sampai kepadanya, sehingga siapa saja yang tidak mengambil ilmu dari ucapan salaf, dia akan luput dari seluruh kebaikan itu serta dia akan jatuh dalam banyak kebatilan karena mengikuti orang yang datang setelah mereka. 

Siapa saja yang ingin mengumpulkan ucapan para salaf, maka dia butuh untuk mengetahui yang sahih dari yang sakit. Yaitu dengan mengetahui ilmu al-jarh wat-tadil wal-’ilal (ilmu tentang penilaian ulama terhadap rawi dan cacat sanad). Jadi, siapa saja yang tidak mengerti hal itu, berarti dia tidak bisa memastikan ucapan yang dia nukil dan yang benar akan bercampur dengan yang batil… Di zaman kita ini, yang sudah tentu dipelajari adalah tulisan ucapan para imam salaf yang dijadikan teladan sampai zaman Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan Abu ‘Ubaid. Dan hendaknya manusia berhati-hati dari ucapan setelah mereka karena muncul setelah mereka banyak peristiwa.” 

Hanya kepada Allah, aku meminta dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia 
  • agar Dia memberi taufik kepada kita semua pada perkara yang Dia cintai dan ridai, 
  • agar Allah menjadikan kita diberkahi di mana saja kita berada, 
  • agar Allah meneguhkan kita di atas Islam dan sunah, 
  • agar Allah mematikan kita dalam keadaan tidak kalah dalam ujian, 
  • agar Allah menyusulkan kita kepada hamba-hamba-Nya yang saleh. 

Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, Maha Mulia, Maha Mendengar, dan Maha Mengabulkan doa. Semoga selawat, salam, dan berkah Allah curahkan kepada Rasulullah, keluarganya, sahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Segala puji untuk Allah Rabb semesta alam. 


[1] Diriwayatkan oleh Al-Ajurri di dalam Asy-Syari’ah halaman 48 dan Ibnu Wadhdhah di dalam Al-Bida’ wan-Nahyu ‘anha nomor 74 dengan sanad yang sahih. Juga ada riwayat semisalnya di dalam Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (5/338). Juga silakan lihat Al-I’tisham (1/50) karya Asy-Syathibi. 
[2] Diriwayatkan oleh Ad-Darimi di dalam Sunan (1/44) dengan sanad yang sahih. 
[3] (1/102 – Al-Ihsan). 
[4] (41). 
[5] Al-Fawa`id halaman 108. 
[6] (40-42).