Cari Blog Ini

Bintang Bersinar di Langit

Nama sebenarnya adalah Yahya bin Sa'id bin Farrukh Al Qaththan At Tamimi Al Ahwal dengan kunyah Abu Sa'id Al Bashri rahimahullah. Beliau dilahirkan pada awal tahun 120 H yang berstatus bekas budak Bani Tamim menurut sebagian ulama. Sejak usia remaja Yahya sangat menyukai ilmu-ilmu syar'i dan hadis. Wajar jika perhatian terfokus sepenuhnya kepada ilmu hadis. Beliau buktikan kecintaannya tersebut dengan kesungguhan meriwayatkan hadis hingga melakukan rihlah ke berbagai negeri.

Di antara ulama yang pernah diambil ilmunya adalah Sulaiman At Taimi, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Sa'id Al Anshari, Ibnu Abi Arubah, Syu'bah bin Al Hajjaj, Sufyan Ats Tsauri, Bahz bin Hakim, Abdurrahman bin Harmalah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di antara gurunya yang sangat berpengaruh adalah Syu'bah bin Al Hajjaj rahimahullah. Karena Yahya berguru kepada Syu'bah selama 20 tahun untuk meriwayatkan hadis darinya. Selama itu beliau mendengar lebih dari tiga belas hadis setiap harinya dari Syu'bah. Yahya juga banyak mengambil ilmu dari Syu'bah tentang ilmu jarh wa ta'dil.

KARAKTERNYA


Berpenampilan sederhana namun kapasitas ilmunya sangat luar biasa. Secara lahiriah Yahya terlihat sebagai seorang muslim biasa dan tidak ada istimewanya. Pernah suatu saat beliau disangka sebagai seorang pedagang biasa karena penampilannya yang sederhana. Namun tatkala berbicara menyampaikan ilmu, semua ahli fikih terdiam seribu bahasa.

Suatu ketika Yahya selesai melakukan salat Ashar, beliau bersandar pada salah satu tiang menara di masjidnya. Ternyata di hadapannya telah berdiri para ulama yang siap meriwayatkan hadis darinya semisal Ali bin Madini, Syadzakuni, Amr bin Ali, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in, dan yang lainnya. Mereka bertanya kepada Yahya tentang hadis dalam kondisi berdiri di atas kaki-kaki mereka sampai tiba waktu maghrib. Yahya tidak menyuruh seorang pun di antara mereka untuk duduk dan tidak pula mereka memintanya karena merasa segan kepada Yahya.

Beliau memang dikenal sebagai ulama yang berwibawa dan karismatik. Jarang berbicara dan tidak pernah tertawa, namun hanya tersenyum saja. Sebagaimana penuturan cucunya yang bernama Ahmad, "Kakekku tidak pernah bergurau dan tertawa, namun dia hanya tersenyum." Ini salah satu sebab yang membuat kewibawaan Yahya sangat besar di hadapan manusia.

Akidah dan keyakinan yang mantap nan lurus semakin mendukung kewibawaan Yahya di hadapan para ulama. Dalam sebuah pernyataannya beliau menyatakan, "Setiap ulama yang aku jumpai senantiasa berkata bahwa iman adalah ucapan dan amalan bisa bertambah serta berkurang. Mereka mengafirkan Jahmiyah dan mengutamakan Abu Bakar dan Umar dalam keutamaan dan kepemimpinan. Beliau juga menegaskan, "Barang siapa mengatakan bahwa Qul Huwallahu Ahad adalah makhluk maka dia adalah zindiq. Allah Dialah yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia."

PUJIAN ULAMA


Imam Ahmad sangat menghormati Yahya sebagai ulama hadis dan memuliakannya. Sampai-sampai ia mengatakan, "Kedua mataku ini belum pernah melihat manusia seperti Yahya bin Sa'id. Belum pernah pula aku menulis hadis dari ulama semisal beliau." Rekomendasi juga datang dari Abu Awanah; ulama yang bernama Al Wadhah Al Yasykuri ini mengatakan, "Apabila kalian menginginkan hadis, maka kalian harus meriwayatkan dari Al Qaththan (Yahya bin Sa'id)." Maka seseorang bertanya kepadanya, "Lalu di mana Hammad bin Zaid?" Ia pun menegaskan, "Yahya bin Sa'id adalah guru kami."

Yahya bin Sa'id rahimahullah juga menjadi rujukan ulama untuk memutuskan perselisihan dalam ilmu hadis. Pernah para perawi hadis berselisih pendapat mengenai sebuah hadis di hadapan Syu'bah. Orang-orang pun berkata kepada Syu'bah, "Pilihlah penengah yang bisa memutuskan perselisihan di antara kita ini." Syu'bah berkata, "Aku rida jika Al Ahwal (Yahya bin Sa'id) sebagai pengadilnya." Datanglah Yahya dan memutuskan bahwa Syu'bah sebagai yang bersalah dalam perselisihan tersebut. Maka Syu'bah mengatakan, "Siapa yang mampu mengkritik keputusanmu wahai Ahwal."

Ali Madini rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang paling besar andilnya saat ini untuk Islam dan kaum muslimin. Maka Ali menjawab, "Dia adalah Yahya bin Sa'id Al Qaththan." Tentu apa yang Ali sebutkan bukan omong kosong tanpa bukti. Yahya bin Sa'id termasuk pakar hadis dalam ilmu jarh wa ta'dil (vonis kejelekan dan kebaikan perawi hadis). Ilmu ini memiliki posisi yang vital dalam disiplin ilmu hadis karena menjadi penentu diterima atau tertolaknya hadis. Tidak semua ahli hadis punya kapasitas yang mumpuni dalam ilmu jarh wa ta'dil. Karena ilmu ini terfokus kepada penelitian terhadap keadaan para perawi hadis. Adanya cacat pada perawi dalam agama atau hafalannya bisa berimplikasi tertolaknya hadis yang diriwayatkan. Dengan demikian akan teridentifikasi dengan baik hadis yang shahih dan hadis yang lemah atau palsu. Dengan keberadaan ulama jarh wa ta'dil ini akan terjaga kemurnian ajaran yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sementara popularitas Yahya bin Sa'id dalam hal ini telah membahana di berbagai penjuru negeri kaum muslimin. Kapasitas keilmuannya dalam bidang ini juga telah diakui oleh ulama-ulama besar. Ali bin Madini pernah menyatakan, "Aku belum pernah melihat seorang ulama yang lebih berilmu tentang keadaan para perawi hadis daripada Yahya bin Sa'id Al Qaththan." Al 'Ijli menyatakan, "Yahya bin Sa'id adalah seorang penyeleksi hadis. Tidaklah ia menyampaikan hadis melainkan dari perawi yang tsiqah (terpercaya)."

Putra Imam Ahmad yang bernama Abdullah pernah bertanya kepada sang ayah, "Siapa menurutmu yang paling berilmu tentang hadis?" Beliau menjawab, "Aku belum pernah melihat orang semisal Yahya bin Sa'id." Aku bertanya, "Lalu bagaimana dengan Hasyim (bin Basyir)?" Beliau menjawab, "Hasyim adalah seorang syaikh, aku belum pernah melihat orang semisal Yahya." Aku bertanya lagi, "Lalu bagaimana dengan Abdurrahman bin Mahdi?" "Kita belum pernah melihat orang yang semisal dengan Yahya dalam segala hal."

IBADAHNYA


Yahya adalah figur ulama ahli hadis dengan antusias dan semangat ibadah yang tinggi. Salah satu ibadah yang sangat beliau sukai dan dilakukan secara rutin adalah membaca Al Quran. Beliau senantiasa mengkhatamkan Al Quran di setiap malam dan siang lantas mendoakan seribu orang. Kemudian beliau keluar setelah Ashar untuk menyampaikan hadis kepada kaum muslimin.

Di samping merutinkan bacaan Al Quran, Yahya bin Sa'id rahimahullah sangat mudah tersentuh dengan bacaan Al Quran orang lain. Apabila dibacakan Al Quran beliau pun tersungkur dengan wajah menempel pada permukaan lantai. Demikianlah, rasa takut ulama salaf kepada Allah subhanahu wa ta'ala sangatlah besar tak terkecuali Yahya bin Sa'id.

Muhammad bin Sa'id At Tirmidzi rahimahullah berkisah, "Aku masuk ke Bashrah untuk menulis hadis dan Yahya bin Sa'id sedang duduk di atas sebuah tempat yang tinggi. Maka para ahli hadis melewatinya satu persatu untuk meriwayatkan hadis darinya. Tiba giliranku melewatinya dan aku gunakan kesempatan ini untuk bertanya kepadanya. Namun tiba-tiba Yahya berkata kepadaku, "Naiklah dan baca Al Quran dengan benar dan bacalah satu surat." Maka aku membaca إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا dan Yahya pun pingsan tak sadarkan diri.

Sebuah peristiwa di akhir hayatnya juga membuktikan betapa besar rasa takutnya kepada Allah. Ali bin Abdillah rahimahullah berkisah, "Suatu ketika kami pernah bersama Yahya bin Sa'id, kala itu ia keluar dari masjid dan kami pun keluar dari masjid. Tibalah kami di depan pintu rumahnya, lalu ia berdiri dan kami pun ikut berdiri. Maka Yahya mengatakan kepada seorang lelaki, "Bacalah!" Laki-laki itu membaca surat Ad Dukhan. Raut wajah Yahya berubah ketika lelaki itu mulai membaca surat Ad Dukhan. Hingga akhirnya setelah sampai firman-Nya:
إِنَّ يَوْمَ ٱلْفَصْلِ مِيقَـٰتُهُمْ أَجْمَعِينَ
"Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya." [Q.S. Ad Dukhan: 40]. Secara tiba-tiba Yahya menjerit dan pingsan lalu siuman setelah sekian waktu berlalu peristiwa tersebut.

Pada kesempatan lain kami pun pergi untuk menemuinya dan kami menjumpai Yahya berada di atas tempat tidur seraya membaca ayat yang artinya, "Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya." Kondisi demikian ini terus berlangsung hingga akhirnya Yahya meninggal dunia.

Muhammad bin Basyar berkisah, "Aku pulang pergi belajar kepada Yahya bin Sa'id selama 20 tahun. Aku menyangka bahwa dia tidak pernah bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta'ala." Bahkan yang luar biasa adalah selama 40 tahun Yahya tidak pernah terlambat dari salat Zhuhur berjamaah di masjid. Karena sebelum zawal (tergelincirnya matahari) Yahya telah tiba di masjid.

WAFATNYA


Imam Adz Dzahabi rahimahullah menjelaskan dalam biografinya bahwa Yahya bin Sa'id meninggal pada bulan Shafar tahun 198 H. Beliau meninggal 4 bulan sebelum meninggalnya Abdurrahman bin Mahdi dan Sufyan bin Uyainah. Ali bin Madini berkisah, "Dalam tidur aku bermimpi melihat Khalid bin Al Harits lantas aku bertanya kepadanya, 'Apa yang telah engkau dapatkan dari Rabbmu?' Dia pun menjawab, "Rabbku telah mengampuniku. Sesungguhnya perkaranya begitu berat!" Maka aku kembali bertanya kepadanya, "Lalu bagaimana dengan Yahya bin Sa'id?" Dia menjawab, "Aku melihat Yahya bin Sa'id sebagaimana kalian melihat bintang bersinar di langit." Semoga Allah subhanahu wa ta'ala melimpahkan rahmat dan pahala-Nya kepada Yahya bin Sa'id Al Qaththan. Aamiin Ya Mujibas Sailin.


Sumber: Majalah Qudwah edisi 69 vol.06 1440 H rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah.