Cari Blog Ini

Hak-hak Sahabat Nabi

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 620 H) berkata di dalam kitab Lum'atul I'tiqad:

٢٥ – وَمِنَ السُّنَّةِ تَوَلِّي أَصۡحَابِ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَمَحَبَّتُهُمۡ، وَذِكۡرُ مَحَاسِنِهِمۡ، وَالتَّرَحُّمُ عَلَيۡهِمۡ، وَالاسۡتِغۡفَارُ لَهُمۡ، وَالۡكَفُّ عَنۡ ذِكۡرِ مَسَاوِئِهِمۡ، وَمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ، وَاعۡتِقَادُ فَضۡلِهِمۡ، وَمَعۡرِفَةُ سَابِقَتِهِمۡ.

25. Termasuk sunah adalah loyal kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencintai mereka, menyebut-nyebut kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan rahmat untuk mereka, memintakan ampunan untuk mereka, menahan diri dari menyebut kejelekan-kejelekan mereka dan pertikaian di antara mereka, meyakini keutamaan mereka, dan meyakini kepeloporan mereka. 

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَـٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟﴾ [الحشر: ١٠]. 

وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡ ۖ﴾ الآيَةَ [الفتح: ٢٩]. 

Allah taala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berdoa: Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hasyr: 10). 

Allah taala berfirman yang artinya, “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath: 29). 

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا [أَحَدًا مِنۡ] أَصۡحَابِي، فَإِنَّ أَحَدَكُمۡ لَوۡ أَنۡفَقَ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ وَلَا نَصِيفَهُ).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela seorang pun dari sahabat-sahabatku! Karena andai saja salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, tidak dapat menyamai (infak) salah seorang mereka (berupa bahan makanan) sebanyak satu mud (satu cakupan kedua telapak tangan). Separuhnya pun tidak.”[1]


Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam Syarh Lum'atil I'tiqad berkata:

[1] حُقُوقُ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ: 

لِلصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ فَضۡلٌ عَظِيمٌ عَلَى هَٰذِهِ الۡأُمَّةِ، حَيۡثُ قَامُوا بِنُصۡرَةِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَالۡجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمۡوَالِهِمۡ وَأَنۡفُسِهِمۡ وَحِفۡظِ دِينِ اللهِ بِحِفۡظِ كِتَابِهِ َسُنَّةِ رَسُولِهِ ﷺ عِلۡمًا وَعَمَلًا وَتَعۡلِيمًا حَتَّى بَلَّغُوهُ الۡأُمَّةَ نَقِيًّا طَرِيًّا. 

Hak-hak sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum memiliki keutaman yang amat besar di atas umat ini, dari sisi bahwa mereka melakukan pertolongan terhadap agama Allah dan Rasul-Nya, serta jihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Mereka juga melakukan penjagaan terhadap agama Allah dengan menjaga kitab-Nya dan sunah Rasul-Nya ﷺ dengan ilmu, amal, dan mengajar hingga mereka menyampaikannya kepada umat dalam keadaan murni dan segar. 

وَقَدۡ أَثۡنَى اللهُ عَلَيۡهِمۡ فِي كِتَابِهِ أَعۡظَمَ ثَنَاءٍ حَيۡثُ يَقُولُ فِي سُورَةِ الۡفَتۡحِ: ﴿مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡ ۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبۡتَغُونَ فَضۡلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنًا ۖ﴾ [الفتح: ٢٩] إِلَى آخِرِ السُّورَةِ. 

Allah telah menyanjung mereka di dalam kitab-Nya dengan seagung-agung sanjungan, ketika Allah berfirman di dalam surah Al-Fath yang aritnya, “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya adalah keras terhadap orang-orang kafir, namun lemah lembut di antara mereka. Engkau lihat mereka rukuk dan sujud menginginkan keutamaan dan keridaan dari Allah.” (QS. Al-Fath: 29) hingga akhir surah. 

وَحَمَى رَسُولُ اللهِ ﷺ حِمَى كَرَامَتِهِمۡ حَيۡثُ يَقُولُ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي، فَوَالَّذِي نَفۡسِي بِيَدِهِ لَوۡ أَنۡفَقَ أَحَدُكُمۡ مِثۡلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمۡ وَلَا نَصِيفَهُ) مَتَّفَقٌ عَلَيۡهِ. 

Rasulullah ﷺ menjaga kemuliaan mereka dengan sabda beliau ﷺ, “Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya, andai salah seorang kalian berinfak emas semisal gunung Uhud, niscaya tidak akan bisa menyamai infak salah seorang mereka (berupa bahan makanan) sebanyak satu mud. Tidak pula separuhnya.” (HR. Al-Bukhari nomor 3673, Muslim nomor 2541, dan Abu Dawud nomor 4658). 

فَحُقُوقُهُمۡ عَلَى الۡأُمَّةِ مِنۡ أَعۡظَمِ الۡحُقُوقِ فَلَهُمۡ عَلَى الۡأُمَّةِ: 

١ – مَحَبَّتُهُمۡ بِالۡقَلۡبِ وَالثَّنَاءُ عَلَيۡهِمۡ بِاللِّسَانِ بِمَا أَسۡدَوۡهُ مِنَ الۡمَعۡرُوفِ وَالۡإِحۡسَانِ. 

٢ – التَّرَحُّمُ عَلَيۡهِمۡ وَالۡاسۡتِغۡفَارُ لَهُمۡ تَحۡقِيقًا لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَـٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ﴾ [الحشر: ١٠]. 

٣ – الۡكَفُّ عَنۡ مَسَاوِئِهِمۡ الَّتِي إِنۡ صَدَرَتۡ عَنۡ أَحَدٍ مِنۡهُمۡ فَهِيَ قَلِيلَةٌ بِالنِّسۡبَةِ لِمَا لَهُمۡ مِنَ الۡمَحَاسِنِ وَالۡفَضَائِلِ، وَرُبَمَا تَكُنوُ صَادِرَةً عَنِ اجۡتِهَادٍ مَغۡفُورٍ وَعَمَلٍ مَعۡذُورٍ لِقَوۡلِهِ ﷺ: (لَا تَسُبُّوا أَصۡحَابِي). الۡحَدِيث. 

Jadi hak-hak mereka atas umat ini termasuk seagung-agung hak. Maka umat ini memiliki kewajiban-kewajiban terhadap mereka, yaitu: 

1. Mencintai mereka dengan hati dan menyanjung mereka dengan lisan, terhadap apa yang telah mereka berikan berupa jasa dan kebaikan. 

2. Mendoakan rahmat untuk mereka dan meminta ampun untuk mereka sebagai perwujudan firman Allah taala yang artinya, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman mendahului kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10). 

3. Menahan diri dari membicarakan kejelekan mereka, yang walaupun muncul dari salah seorang mereka, tentunya amat sedikit apabila dibandingkan kebaikan dan keutamaan yang mereka miliki. Bisa jadi kejelekan itu muncul dari suatu ijtihad yang diampuni dan perbuatan yang dimaafkan. Berdasarkan sabda Nabi ﷺ, “Janganlah kalian mencela para sahabatku.” 

حُكۡمُ سَبِّ الصَّحَابَةِ: 

سَبُّ الصَّحَابَةِ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقۡسَامٍ: 

Hukum mencela sahabat Nabi: 

Mencela sahabat terbagi menjadi tiga bagian: 

الۡأَوَّلُ: أَنۡ يَسُبَّهُمۡ بِمَا يَقۡتَضِي كُفۡرَ أَكۡثَرِهِمۡ أَوۡ أَنَّ عَامَّتَهُمۡ فَسَقُوا فَهَٰذَا كُفۡرٌ؛ لِأَنَّهُ تَكۡذِيبٌ لِلهِ وَرَسُولِهِ بِالثَّنَاءِ عَلَيۡهِمۡ وَالتَّرَضِّي عَنۡهُمۡ، بَلۡ مَنۡ شَكَّ فِي كُفۡرِ مِثۡلِ هَٰذَا فَإِنَّ كُفۡرَهُ مُتَعَيَّنٌ؛ لِأَنَّ مَضۡمُونَ هَٰذِهِ الۡمَقَالَةِ أَنَّ نَقَلَةَ الۡكِتَابِ أَوِ السُّنَّةِ كُفَّارٌ أَوۡ فُسَّاقٌ. 

1. Mencela mereka dengan celaan yang berkonsekuensi kepada kekafiran mayoritas sahabat atau bahwa keumuman para sahabat telah berbuat fasik, maka perbuatan ini adalah kekufuran. Karena ini adalah bentuk pendustaan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang telah menyanjung mereka dan rida terhadap mereka. Bahkan siapa saja yang ragu terhadap kekufuran perbuatan ini, maka sesungguhnya kekufuran orang yang meragukan ini sudah dapat dipastikan, karena kandungan ucapan celaan ini adalah bahwa para penukil Alquran dan sunah Nabi merupakan orang-orang yang kafir dan fasik. 

الثَّانِي: أَنۡ يَسُبَّهُمۡ بِاللَّعۡنِ وَالتَّقۡبِيحِ فَفِي كُفۡرِهِ قَوۡلَانِ لِأَهۡلِ الۡعِلۡمِ وَعَلَى الۡقَوۡلِ بِأَنَّهُ لَا يُكَفَّرُ يَجِبُ أَنۡ يُجۡلَدَ وَيُحۡبَسَ حَتَّى يَمُوتَ أَوۡ يَرۡجِعَ عَمَّا قَالَ. 

2. Mencela mereka dengan melaknat dan menjelekkan mereka. Para ulama memiliki dua pendapat dalam kekufuran perbuatan ini. Atas dasar pendapat bahwa pelakunya tidak dikafirkan, maka wajib dicambuk dan dipenjara hingga mati atau rujuk dari ucapannya. 

الثَّالِثُ: أَنۡ يَسُبَّهُمۡ بِمَا لَا يَقۡدَحُ فِي دِينِهِمۡ كَالۡجُبۡنِ وَالۡبُخۡلِ فَلَا يُكَفَّرُ وَلَكِنۡ يُعَزَّرُ بِمَا يَرۡدَعُهُ عَنۡ ذٰلِكَ. 

3. Mencela mereka dengan celaan yang tidak memengaruhi agama mereka, seperti pengecut atau bakhil, maka pelakunya tidak dikafirkan, akan tetapi dihukum dengan hukuman yang dapat menghentikannya dari perbuatan itu. 

ذَكَرَ مَعۡنَى ذٰلِكَ شَيۡخُ الۡإِسۡلَامِ ابۡنُ تَيۡمِيَّةَ فِي كِتَابِ (الصَّارِمُ الۡمَسۡلُولُ) وَنَقَلَ عَنۡ أَحۡمَدَ فِي (ص ٥٧٣) قَوۡلَهُ: (لَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنۡ يَذۡكُرَ شَيۡئًا مِنۡ مَسَاوِئِهِمۡ، وَلَا يَطۡعَنُ عَلَى أَحَدٍ مِنۡهُمۡ بِعَيۡبٍ أَوۡ نَقۡصٍ، فَمَنۡ فَعَلَ ذٰلِكَ أُدِّبَ فَإِنۡ تَابَ وَإِلَّا جُلِدَ فِي الۡحَبۡسِ حَتَّى يَمُوتَ أَوۡ يَرۡجِعَ). 

Syekh Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan makna itu di dalam kitab Ash-Sharim Al-Maslul dan beliau menukil dari Ahmad pada halaman 573 ucapan beliau, “Tidak boleh bagi seorang pun untuk menyebutkan sedikit saja dari kejelekan-kejelekan para sahabat Nabi dan tidak boleh mencela seorang pun dari mereka dengan suatu aib atau kekurangan. Siapa saja yang melakukan itu, maka dia dibimbing. Jika dia bertobat (maka itu yang diinginkan), namun jika tidak maka dicambuk di dalam penjara hingga dia mati atau rujuk.”