Cari Blog Ini

Kedatangan Allah pada Hari Kiamat

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah (wafat 620 H) di dalam kitab Lum'atul I'tiqad Al-Hadi ila Sabilir Rasyad berkata,
وَقَوۡلُهُ سُبۡحَانَهُ: ﴿وَجَآءَ رَبُّكَ﴾ [الفجر: ٢٢]. 
وَقَوۡلُهُ: ﴿هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن يَأۡتِيَهُمُ ٱللَّـهُ﴾ [البقرة: ٢١٠]. 
Firman Allah Yang Mahasuci yang artinya, “Dan Tuhanmu datang.” (QS. Al-Fajr: 22). Juga firman Allah yang artinya, “Tiada yang mereka nanti-nantikan kecuali datangnya Allah kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 210).[1]


Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah dalam syarahnya berkata,

[1] الصِّفَةُ الرَّابِعَةُ: الۡمَجِيءُ: 

مَجِيءُ اللهِ لِلۡفَصۡلِ بَيۡنَ عِبَادِهِ يَوۡمَ الۡقِيَامَةِ ثَابِتٌ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ السَّلَفِ. 

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَجَآءَ رَبُّكَ﴾ [الفجر: ٢٢]، وَ ﴿هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن يَأۡتِيَهُمُ ٱللَّـهُ﴾ [البقرة: ٢١٠]. 

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (حَتَّى إِذَا لَمۡ يَبۡقَ إِلَّا مَنۡ يَعۡبُدُ اللهَ أَتَاهُمۡ رَبُّ الۡعَالَمِينَ) مُتَّفَقٌ عَلَيۡهِ. فِي حَدِيثٍ طَوِيلٍ. 

وَأَجۡمَعَ السَّلَفُ عَلَى ثُبُوتِ الۡمَجِيءِ لِلهِ تَعَالَى. 

Sifat keempat: Kedatangan. 

Kedatangan Allah untuk memisahkan antara hamba-hamba-Nya pada hari kiamat adalah pasti berdasarkan Alquran, sunah, dan kesepakatan ulama salaf. 

Allah taala berfirman yang artinya, “Rabb-mu datang.” (QS. Al-Fajr: 22). 

“Tiada yang mereka nanti-nantikan kecuali kedatangan Allah kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 210). 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sampai ketika tidak tersisa kecuali siapa saja yang beribadah kepada Allah, lalu Rabb alamin datang kepada mereka.” (HR. Al-Bukhari nomor 7439 dan Muslim nomor 183). Ini ada di dalam sebuah hadis yang panjang. 

Para ulama salaf telah sepakat akan kepastian kedatangan Allah taala. 

فَيَجِبُ إِثۡبَاتُهُ لَهُ مِنۡ غَيۡرِ تَحۡرِيفٍ وَلَا تَعۡطِيلٍ وَلَا تَكۡيِيفٍ وَلَا تَمۡثِيلٍ. 

وَهُوَ مَجِيءٌ حَقِيقِيٌّ يَلِيقُ بِاللهِ تَعَالَى. 

وَقَدۡ فَسَّرَهُ أَهۡلُ التَّعۡطِيلِ بِمَجِيءِ أَمۡرِهِ وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِمَا سَبَقَ فِي الۡقَاعِدَةِ الرَّابِعَةِ. 

Maka, wajib menetapkan sifat tersebut bagi Allah tanpa tahrif (menyelewengkan makna), ta’thil (menolaknya), takyif (mempertanyakan bagaimananya), dan tamtsil (menyerupakannya). 

Itu adalah kedatangan hakiki yang layak untuk Allah taala. 

Para penolak sifat Allah menafsirkannya dengan kedatangan urusan-Nya, namun kita bantah mereka dengan yang telah lewat di kaidah keempat.