Fathimah binti Rasulullah berkuniah Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Beliaulah wanita mulia, putri dari ayah dan ibu yang mulia. Beliau juga digelari Al-Batuul (memusatkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra’ (cemerlang), Ath-Thahirah (suci), yang taat beribadah, dan menjauhi keduniaan. Amat sedikit wanita yang sebanding dengan beliau dalam hal keutamaan, ilmu, akhlak, adab, hasab (kedudukan), dan nasab.
Fathimah Az Zahra radhiyallahu ‘anha mempunyai 3 saudari seayah dan seibu. Zainab bintu Muhammad, Ruqayah, dan Ummu Kultsum. Beliau adalah yang termuda di antara mereka. Beliau sangat dicintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Fathimah adalah darah dagingku. Apa yang menyusahkannya juga menyusahkanku, dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.” Di antara putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Fathimah adalah yang terakhir meninggal. Yaitu setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apa yang menyebabkan beliau berkuniah dengan ummu abiha? Dalam perjalanan hidup beliau dengan ayahnya, akan diketahui betapa dekatnya hubungan beliau dengan Rasulullah ayah beliau. Disebutkan oleh Tsa’labah bahwa dahulu Rasulullah bila pulang dari peperangan atau safar, beliau mulai dengan mendatangi masjid. Kemudian shalat dua rakaat lalu datang kepada Fathimah, baru setelahnya kepada istri-istri beliau.
Fathimah lah yang menyertai ayahnya tatkala pecah peperangan dengan kaum musyrikin. Beliau merawat ayahanda saat sakit atau terluka dalam perang tersebut.
Dalam medan Uhud misalnya, beliau bersama-sama dengan shahabiyah yang lain andil dalam memberi minum, dan merawat prajurit yang sakit. Kala itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami luka parah. Wajah beliau yang mulia terluka dan gigi seri beliau pun patah. Tatkala Fathimah mengetahui kondisi ayahnya, beliau memeluk dan mencuci luka-luka beliau dengan air. Namun darah semakin banyak yang keluar. Fathimah segera mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar. Sungguh kasih sayang Fathimah kepada ayahnya seakan kasih sayang seorang ibu kepada putranya.
Fathimah radhiyallahu ‘anha dilahirkan 41 tahun setelah lahirnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1 tahun setelah Rasulullah diangkat sebagai seorang Rasul. Beliau adalah seorang wanita yang sangat mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik tindak tanduk dalam sikap maupun ucapannya. Aisyah radhiyallahu ‘anha mempersaksikan, “Aku tidak melihat seorang pun yang lebih mirip ucapan dan perkataannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada Fathimah. Dahulu, bila Fathimah masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berdiri menyambut dan menciumnya, sebagaimana Fathimah pun berlaku serupa terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Fathimah memiliki banyak keutamaan. Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa beliau adalah wanita surga paling utama sekaligus pemimpin wanita penghuni jannah sebagai suatu keutamaan.
Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan beliau. Diriwayatkan dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata, “Pernah isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumpul di tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah Fathimah radhiyallahu ‘anha berjalan mendekat. Sungguh jalannya sangat mirip dengan jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau menyambutnya seraya berkata, “Selamat datang puteriku.” Kemudian beliau mendudukkannya di sebelah kanan atau kirinya. Lalu beliau berbisik kepadanya. Maka Fathimah menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fathimah tersenyum.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha melanjutkan, “Setelah kejadian itu aku bertanya kepada Fathimah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbisik kepadamu secara khusus di antara isteri-isteri beliau, kemudian engkau menangis.” “Apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadamu?” Fathimah menjawab, “Aku tidak akan menyiarkan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha masih penasaran. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau bertanya lagi kepada Fathimah, “Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadamu itu?”
Fathimah pun menjawab, “Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa bacaan Al Qurannya sekali dalam setahun. Dan sekarang Jibril memeriksa bacaannya dua kali. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa bahwa ajal beliau sudah dekat. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, ‘Takutlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan sabarlah! Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahuluimu.’”
Fathimah berkata, “Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku, dan berkata, ‘Wahai Fathimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin para wanita kaum mukminin ummat ini?’, maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat.”
PERNIKAHAN DAN KEHIDUPAN RUMAH TANGGA
Beliau dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu setelah perang Uhud, dalam umur 15 tahun lebih lima setengah bulan. Sedangkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berumur 21 tahun lebih 5 bulan. Lahir dari pernikahan ini; Al Hasan, Al Husain, Ummu Kultsum, dan Zainab. Ali bin Abi Thalib tidak menikahi wanita lain sampai meninggalnya Fathimah.
Walaupun terlahir sebagai putri seorang Nabi, kehidupan rumah tangga beliau tak jauh berbeda dengan keadaan masyarakat Islam saat itu. Bahkan, beliau pun menggunakan alat penggiling gandum hingga lecet kedua tangan beliau. Beliau memikul qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dada beliau.
Beliau sendiri yang melakukan tugas rumah tangga dengan sekuat tenaga; menyapu rumah hingga berdebu bajunya, dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya.
Inilah dia, Az-Zahra, Ath-Thahirah, pemimpin wanita surga dengan potret kehidupan beliau. Senantiasa melaksanakan tugas sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anak beliau. Ali bin Abi Thalib pun merasa prihatin dengan keadaan putri Nabi ini. Beliau pun meminta kepada ibu beliau, Fathimah binti Asad bin Hasyim, “Wahai ibunda, bisakan ibu membantu pekerjaan puteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di luar dan mengambil air untuk jama’ah haji. Sedangkan dia biar membantu ibunda pada pekerjaan di dalam rumah; yaitu membuat adonan tepung, membuat roti, dan menggiling gandum.” Pinta Ali kepada ibunya.
Ali juga pernah membujuk Fathimah untuk meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang pembantu guna meringankan beban pekerjaan di rumah. Beliau berkata, “Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan dari beliau.”
Fathimah pun datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bertanya, “Untuk keperluan apa engkau datang, wahai anakku?” Fathimah menjawab, “Aku datang untuk memberi salam kepadamu ayahanda.” Fathimah merasa malu untuk meminta kepada beliau, lalu pulang.
Keesokan harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadanya, lalu bertanya, “Apakah keperluanmu?” Fathimah diam. Ali radhiyallahu ‘anhu lalu berkata, “Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Fathimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga lecet tangannya, mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kalian berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk menafkahi mereka. Kemudian aku jual hamba sahaya itu untuk menafkahi mereka.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada mereka ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki mereka. Dan apabila menutupi kaki, tampak kepala-kepala mereka. Melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, mereka hendak bangkit berdiri. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah di tempat tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada apa yang kalian minta dariku?” Keduanya menjawab, “Iya.” Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucapkan Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillah 10 kali, dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan takbir (Allahu akbar) 33 kali.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika Fathimah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta pelayan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Ucapkanlah (doa yang artinya), “Wahai Allah, Rabb pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu, Yang menurunkan Taurat, Injil, dan Furqan, Yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau telah kuasai nyawanya. Engkau-lah Al Awal, tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah Al Akhir, tiada sesuatu setelah-Mu, Engkau-lah Azh Zhahir, tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah Al Bathin, yaitu tiada sesuatupun yang tersembunyi atas-Mu. Lunaskanlah hutangku, dan cukupkan aku dari kekurangan.” [H.R. At Tirmidzi dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu].
Bahkan Fathimah, suami dan kedua putera beliau Al Hasan dan Al Husain, pernah didoakan secara khusus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkan mereka sebersih-bersihnya.” Demikianlah keutamaan beliau.
Fathimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnul Jauzi berkata, “Kami tidak mengetahui seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih banyak meriwayatkan hadits dari beliau selain Fathimah.”
WAFAT BELIAU
Tatkala Fathimah radhiyallahu ‘anha sakit, beliau pernah mengeluh kepada Asma’ binti Umais radhiyallahu ‘anha tentang tubuhnya yang kurus. Beliau berkata, “Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu?” Asma’ menjawab, “Aku melihat orang-orang Habasyah membuat usungan untuk wanita dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan.”
Maka Fathimah menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fathimah melihat keranda itu, maka dia berkata, “Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi kalian.”
Ibnu Abdil Barr berkata, “Fathimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa Islam. Kemudian diikuti oleh Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha.”
Tatkala meninggal, beliau dimandikan oleh Ali bin Abi Thalib dan Asma’ binti Umais. Sebagai imam shalat janazah ketika itu adalah Ali. Namun, sebagian berpendapat Al Abbas. Masa meninggal beliau dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terlalu lama. Ada yang berpendapat 6 bulan, 8 bulan, atau 70 hari. Pada umur 23 tahun (menurut sebagian pendapat), di hari selasa di bulan Ramadhan pada tahun 11 Hijriyyah.
Kaum muslimin kehilangan seorang yang mulia. Beliau mengisyaratkan untuk dimakamkan pada malam itu juga kepada Ali bin Abi Thalib.
Nah para pembaca, demikian sekelumit kisah tentang seorang putri pemimpin umat manusia, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wanita pemimpin wanita ahli surga. Semoga kaum muslimin dapat mengambil keteladanan dari beliau, terkhusus kaum Muslimah. Amin. [Hammam].
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 29 vol.03 1434H-2013M, rubrik Figur.