Ayahnya bernama Abdullah bin Amr bin Hamran Al-Anshari as-Sulami. Sedangkan ibunya adalah Nusaibah bintu ‘Uqbah bin Ady bin Sinan bin Ubay bin Zaid bin Haram bin Ka’ab bin Ghanam. Diperselisihkan kuniah beliau, sebagian ulama mengatakan: Abu Abdirrahman, yang lainnya berpendapat Abu Muhammad dan yang lain mengatakan Abu Abdillah.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu pernah melawat ke Mesir dan Syam dan banyak orang menimba ilmu darinya di manapun mereka bertemu dengannya.
Beliau adalah shahabat yang mengikuti Baiat Aqabah kedua bersama ayahnya dan sekitar 70 orang dari penduduk Yatsrib (Madinah). Beliau adalah peserta yang paling kecil di antara mereka.
Beliau adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang telah didoakan ampunan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Al Ba’ir/jamal (unta) sebanyak 25 kali. Beliau berkata:
Malam ba’ir adalah malam tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli seekor unta dari Jabir. Jabir memberi syarat untuk tetap menaiki unta tersebut sampai ke kota Madinah. Ini terjadi dalam kepulangan mereka dari peperangan.
Beliau juga termasuk sahabat yang banyak menghafal dan meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tercatat sebanyak 1540 hadits telah beliau riwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk dari tingginya kedudukan beliau dalam ilmu adalah beliau memiliki majelis ilmu yang berada di masjid Nabawi, tempat para pencari ilmu mengambil ilmu kepadanya.
Para ulama yang meriwayatkan dari beliau adalah para pemuka tabiin semisal Muhammad bin Ali bin Husain, Amr bin Dinar, Abu Zubair Al Maki, Atha’, Mujahid, dan selainnya dari imam-imam dalam ilmu. Beliau sendiri selain meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga meriwayatkan dan mengambil hadits melalui para shahabat lebih tua dan terdahulu lainnya seperti Umar, Ali, Abu Bakr, Abu Ubaidah, Muadz, dan Az Zubair, dan lainnya. Beliau juga pernah diangkat menjadi mufti, memberikan fatwa dari berbagai permasalahan umat. Demikianlah sosok shahabat ini. Dalam kesehariannya beliau radhiyallahu ‘anhu senantiasa menetapi sunah-sunah Rasulnya, semisal memendekkan kumis beliau dalam rangka mengikuti perintah Rasul untuk menyelisihi orang-orang kafir majusi dan selainnya. Beliau juga mewarnai uban dari rambut yang tumbuh dan jenggotnya dengan warna kuning (dari tumbuhan Ushfur, pent), sebagai bentuk ittiba’, mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian ulama berpendapat bahwa Jabir bin Abdillah mengikuti peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 17 kali. Hal ini berdasar ucapan beliau sendiri, beliau berkata:
Namun, Al Imam Al Bukhari menyebutkan dengan sanad shahih dari Abi Sufyan dari Jabir bahwa beliau juga mengikuti perang Badar sebagai seorang anak yang membawakan air minum bagi para shahabat dan mengikuti peperangan setelahnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 18 kali, wallahu a’lam kemungkinan sebagian ulama tidak memasukkan beliau dalam peserta perang Badar disebabkan karena beliau tidak terjun langsung berperang menghadapi musuh, namun sekedar membantu di belakang untuk memberikan air minum kepada pasukan perang.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau ikut menyertai Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dalam perang Siffin.
Pada masa tuanya, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu diberi cobaan oleh Allah dengan hilangnya penglihatan beliau.
Meninggal di tahun 74 H, atau 77 H atau 78 H, para ulama berbeda pendapat. Beliau meninggal di kota Madinah dengan umur 94 tahun. Beliau dishalatkan oleh pemimpin Madinah kala itu, yaitu Aban bin Utsman dan berwasiat agar dirinya tidak dishalati oleh Hajjaj (gubernur Kufah, karena kejamnya). Beliaulah shahabat Nabi yang terakhir meninggal di kota Madinah. Semoga Allah meridhai beliau dan menjadikan kita termasuk salah seorang tetangga beliau di jannah-Nya. Amin. [Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 30 vol.03 1434H-2013M, rubrik Figur.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu pernah melawat ke Mesir dan Syam dan banyak orang menimba ilmu darinya di manapun mereka bertemu dengannya.
KEUTAMAAN
Beliau adalah shahabat yang mengikuti Baiat Aqabah kedua bersama ayahnya dan sekitar 70 orang dari penduduk Yatsrib (Madinah). Beliau adalah peserta yang paling kecil di antara mereka.
Beliau adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang telah didoakan ampunan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Al Ba’ir/jamal (unta) sebanyak 25 kali. Beliau berkata:
اسْتَغْفَرَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ الْبَعِيرِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ مَرَّةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meminta ampunan untukku sebanyak 25 kali pada malam Al Ba’ir.”
Malam ba’ir adalah malam tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli seekor unta dari Jabir. Jabir memberi syarat untuk tetap menaiki unta tersebut sampai ke kota Madinah. Ini terjadi dalam kepulangan mereka dari peperangan.
Beliau juga termasuk sahabat yang banyak menghafal dan meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tercatat sebanyak 1540 hadits telah beliau riwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk dari tingginya kedudukan beliau dalam ilmu adalah beliau memiliki majelis ilmu yang berada di masjid Nabawi, tempat para pencari ilmu mengambil ilmu kepadanya.
Para ulama yang meriwayatkan dari beliau adalah para pemuka tabiin semisal Muhammad bin Ali bin Husain, Amr bin Dinar, Abu Zubair Al Maki, Atha’, Mujahid, dan selainnya dari imam-imam dalam ilmu. Beliau sendiri selain meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga meriwayatkan dan mengambil hadits melalui para shahabat lebih tua dan terdahulu lainnya seperti Umar, Ali, Abu Bakr, Abu Ubaidah, Muadz, dan Az Zubair, dan lainnya. Beliau juga pernah diangkat menjadi mufti, memberikan fatwa dari berbagai permasalahan umat. Demikianlah sosok shahabat ini. Dalam kesehariannya beliau radhiyallahu ‘anhu senantiasa menetapi sunah-sunah Rasulnya, semisal memendekkan kumis beliau dalam rangka mengikuti perintah Rasul untuk menyelisihi orang-orang kafir majusi dan selainnya. Beliau juga mewarnai uban dari rambut yang tumbuh dan jenggotnya dengan warna kuning (dari tumbuhan Ushfur, pent), sebagai bentuk ittiba’, mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
JIHAD BELIAU
Sebagian ulama berpendapat bahwa Jabir bin Abdillah mengikuti peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 17 kali. Hal ini berdasar ucapan beliau sendiri, beliau berkata:
غَزَوْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعَ عَشْرَةَ غَزْوَةً، لَمْ أَشْهَدْ بَدْرًا وَلَا أُحُدًا، مَنَعَنِي أَبِي، فَلَمَّا قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ، لَمْ أَتَخَلَّفْ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ قَطُّ
“Aku berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 17 kali peperangan, aku belum mengikuti perang Badar dan Uhud, sebab ayahku melarangku. Tatkala beliau (ayah) terbunuh dalam perang Uhud aku tidak pernah lagi meninggalkan peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Namun, Al Imam Al Bukhari menyebutkan dengan sanad shahih dari Abi Sufyan dari Jabir bahwa beliau juga mengikuti perang Badar sebagai seorang anak yang membawakan air minum bagi para shahabat dan mengikuti peperangan setelahnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 18 kali, wallahu a’lam kemungkinan sebagian ulama tidak memasukkan beliau dalam peserta perang Badar disebabkan karena beliau tidak terjun langsung berperang menghadapi musuh, namun sekedar membantu di belakang untuk memberikan air minum kepada pasukan perang.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau ikut menyertai Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dalam perang Siffin.
MASA TUA DAN WAFATNYA
Pada masa tuanya, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu diberi cobaan oleh Allah dengan hilangnya penglihatan beliau.
Meninggal di tahun 74 H, atau 77 H atau 78 H, para ulama berbeda pendapat. Beliau meninggal di kota Madinah dengan umur 94 tahun. Beliau dishalatkan oleh pemimpin Madinah kala itu, yaitu Aban bin Utsman dan berwasiat agar dirinya tidak dishalati oleh Hajjaj (gubernur Kufah, karena kejamnya). Beliaulah shahabat Nabi yang terakhir meninggal di kota Madinah. Semoga Allah meridhai beliau dan menjadikan kita termasuk salah seorang tetangga beliau di jannah-Nya. Amin. [Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 30 vol.03 1434H-2013M, rubrik Figur.