Cari Blog Ini

Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu

Inilah figur seorang shahabat yang utama, penghulu bagi para ulama’ dan fuqaha umat ini. Beliau adalah salah seorang shahabat yang senantiasa berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selalu menimba ilmu serta mempelajari agama langsung dari sumbernya. Tak heran jika beliau tumbuh menjadi seorang shahabat yang cendekia dan sangat paham terhadap berbagai permasalahan agama. Inilah Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus, pemuda Anshar yang memeluk Islam dan menjadi pembelanya saat usia masih 18 tahun. Seorang pemuda yang cerdas, memiliki postur tubuh yang perkasa, rendah hati, serta tutur kata yang menawan. Ilmu yang dimilikinya begitu dalam sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memuji shahabat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Yang paling mengetahui halal dan haram dari umatku adalah Muadz bin Jabal.” [H.R. At Tirmidzi dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam As Shahihah].

Muadz termasuk dalam rombongan kaum Anshar yang datang membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada baiat Aqabah kedua. Setelah baiat ini, Muadz kembali ke negeri Yatsrib (Madinah) dan berjuang untuk mendakwahkan Islam yang telah ia peluk. Dakwah beliau pun berhasil dengan masuk Islamnya beberapa orang shahabat terkemuka seperti Amr bin Al-Jamuh radhiyallahu ‘anhu dan yang lainnya. Perjuangan beliau dalam Islam tidak hanya di medan dakwah, namun beliau tunjukkan pula dengan mengangkat pedang berjihad melawan pemeluk paganisme yang telah begitu mengakar. Semasa hidupnya, tak satu pun peperangan beliau tinggalkan. Perang pertama yang beliau ikuti adalah perang Badr pada umur 21 tahun.

Setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, Muadz senantiasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerhatikan dan mendengarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga beliau dapat memahami Al-Qur’an dan syariat-syariat Islam dengan baik. Hal tersebut membuatnya muncul sebagai salah satu di antara orang yang paling ahli tentang Al-Qur’an dari kalangan para shahabat di kemudian hari. Ia termasuk orang yang paling baik membaca Al-Qur’an serta paling memahami syariat-syariat Allah subhanahu wa ta’ala. Muadz merupakan salah satu dari enam orang yang mengumpulkan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dalamnya ilmu Al-Quran beliau, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus beliau ke negeri Yaman untuk mengajarkan Islam kepada mereka.

Abu Muslim Al-Khaulani bercerita, “Aku pernah masuk ke daerah Himsh. Aku lihat sekumpulan orang yang terdiri dari 32 orang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata di antara mereka ada seorang pemuda yang bercelak dan bergigi putih. Setiap kaum ini bermusyawarah tentang suatu hal, mereka bertanya kepada pemuda tersebut. Maka aku pun bertanya kepada teman dudukku, ‘Siapakah dia?’ Ia menjawab, ‘Itu Muadz bin Jabal.’”

Di antara shahabat yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum. Beliau sendiri pernah mengambil hadits dari sebagian shahabat seperti Umar, Abu Qatadah, dan Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu ‘anhum. Saat datangnya Muhajirin ke Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Ja’far bin Abi Thalib, sehingga kuatlah hubungan keduanya karena ikatan ini.

Cukuplah menjadi suatu keutamaan bagi Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan cinta beliau kepada Muadz. Bukankah kaum mukminin berlomba untuk mendapatkan cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Bukankah kecintaan Rasul berarti juga kecintaan Allah dan keridhaan-Nya? Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


يَا مُعَاذُ، وَاللهِ، إِنِّي لَأُحِبُّكَ، ثُمَّ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Wahai Muadz, demi Allah sungguh aku mencintaimu. Kemudian aku wasiatkan kepadamu wahai Muadz: Jangan sekali-kali engkau tinggalkan pada akhir setiap shalat untuk berdoa: Ya Allah bantulah aku untuk mengingat-Mu, mensyukuri-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” [H.R. Abu Dawud, shahih, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud].

Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu meninggal pada tahun 18 H pada usia 33 tahun atau 34 tahun. Saat itu beliau berada di Yordania untuk berdakwah, saat negeri tersebut tengah terserang wabah penyakit menular (thaun) yang hebat. Semoga Allah meridhai beliau. [hammam].


Referensi:
Al Ishabah, Ibnu Hajar rahimahullah.
Thabaqat Al Fuqaha’, Abu Ishaq Asy-Syairazi rahimahullah.
 
 Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 13 vol.02 1433H-2012M, rubrik Figur.