Cari Blog Ini

Syarh Al-Qawa'idul Arba' - Kaidah Ketiga (1)

وَالۡقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ظَهَرَ عَلَى أُنَاسٍ مُتَفَرِّقِينَ فِي عِبَادَاتِهِمۡ: مِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الۡمَلَائِكَةَ وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الۡأَنۡبِيَاءَ وَالصَّالِحِينَ وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الۡأَحۡجَارَ وَالۡأَشۡجَارَ وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ، وَقَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ جَمِيعًا وَلَمۡ يُفَرِّقۡ بَيۡنَهُمۡ.
Kaidah ketiga: bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada manusia yang berbeda-beda peribadahannya. Sebagian mereka ada yang beribadah kepada malaikat, ada yang beribadah kepada para nabi dan orang-orang shalih, ada yang beribadah kepada bebatuan dan pepohonan, dan ada pula yang beribadah kepada matahari dan bulan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka semuanya dan tidak membeda-bedakan mereka. 

الۡقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بُعِثَ إِلَى أُنَاسٍ مِنَ الۡمُشۡرِكِينَ، مَنِهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الۡمَلَائِكَةَ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الۡأَصۡنَامَ وَالۡأَحۡجَارَ وَالۡأَشۡجَارَ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ الۡأَوۡلِيَاءَ وَالصَّالِحِينَ. 
Kaidah ketiga: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada orang-orang dari kalangan musyrikin. Di antara mereka ada yang menyembah malaikat. Sebagian mereka ada yang menyembah matahari dan bulan. Sebagian mereka ada yang menyembah berhala, bebatuan, dan pepohonan. Dan sebagian yang lain menyembah para wali dan orang shalih. 
وَهٰذَا مِنۡ قُبۡحِ الشِّرۡكِ أَنَّ أَصۡحَابَهُ لَا يَجۡتَمِعُونَ عَلَى شَيۡءٍ وَاحِدٍ، بِخِلَافِ الۡمُوَحِّدِينَ فَإِنَّ مَعۡبُودَهُمۡ وَاحِدٌ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى: ﴿ءَأَرۡبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيۡرٌ أَمِ اللهُ الۡوَٰحِدُ الۡقَهَّارُ ۝٣٩ مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلَّآ أَسۡمَآءً سَمَّيۡتُمُوهَآ﴾ [يوسف: ٣٩-٤٠]. 
Dan ini termasuk dari buruknya kesyirikan yaitu bahwa pelakunya tidak bersepakat dalam satu perkara. Berbeda halnya dengan orang yang bertauhid, karena sesungguhnya sesembahan mereka adalah satu yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. “Apakah rabb-rabb yang berbeda-beda itu lebih baik ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Berkuasa. Tidaklah yang kalian sembah selain Allah itu kecuali nama-nama yang telah kalian namakan sendiri.” (QS. Yusuf: 39-40). 
فَمِنۡ سَلۡبِيَّاتِ الشِّرۡكِ وَأَبَاطِيلِهِ: أَنَّ أَهۡلَهُ مُتَفَرِّقُونَ فِي عِبَادَاتِهِمۡ لَا يَجۡمَعُهُمۡ ضَابِطٌ، لِأَنَّهُمۡ لَا يَسِيرُونَ عَلَى أَصۡلٍ، وَإِنَّمَا يَسِيرُونَ عَلَى أَهۡوَائِهِمۡ وَدِعَايَاتِ الۡمُضَلِّلِينَ، فَتَكۡثُرُ تَفَرُّقَاتُهُمۡ: ﴿ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَآءُ مُتَشَٰكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِّرَجُلٍ هَلۡ يَسۡتَوِيَانِ مَثَلًا الۡحَمۡدُ لِلهِ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ۝٢٩﴾ [الزمر: ٢٩]، فَالَّذِي يَعۡبُدُ اللهَ وَحۡدَهُ مِثۡلُ الۡمَمۡلُوكِ الَّذِي يُعَبِّدُهُ شَخۡصٌ وَاحِدٌ يَرۡتَاحُ مَعَهُ، يَعۡرِفُ مَقَاصِدَهُ وَيَعۡرِفُ مَطَالِبَهُ وَيَرۡتَاحُ مَعَهُ، لٰكِنَّ الۡمُشۡرِكَ مِثۡلَ الَّذِي لَهُ عِدَّةُ مَالِكِينَ، مَا يَدۡرِي مَنۡ يُرۡضِي مِنۡهُمۡ، كُلُّ وَاحِدٍ لَهُ هَوَى، وَكُلُّ وَاحِدٍ لَهُ طَلَبٌ، وَكُلُّ وَاحِدٍ لَهُ رَغۡبَةٌ، كُلُّ وَاحِدٍ يُرِيدُهُ أَنۡ يَأۡتِيَ عِنۡدَهُ، وَلِهٰذَا قَالَ سُبۡحَانَهُ: ﴿ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا رَّجُلًا فِيهِ شُرَكَآءُ مُتَشَٰكِسُونَ﴾ يَعۡنِي: يَمۡلِكُهُ عِدَّةُ أَشۡخَاصٍ، لَا يَدۡرِي مَنۡ يُرۡضِي مِنۡهُمۡ، ﴿وَرَجُلًا سَلَمًا لِّرَجُلٍ﴾ مَالِكُهُ شَخۡصٌ وَاحِدٌ، هٰذَا يَرۡتَاحُ مَعَهُ، هٰذَا مَثَلٌ ضَرَبَهُ اللهُ لِلۡمُشۡرِكِ وَلِلۡمُوَحِّدِ. 
Maka, termasuk sisi negatif dan kebatilan kesyirikan adalah bahwa pelakunya berbeda-beda dalam ibadah-ibadah mereka. Tidak ada satu ketentuan pun yang dapat menyatukan mereka. Hal ini karena mereka tidak berjalan di atas pondasi yang benar. Hanyalah mereka berjalan mengikuti hawa nafsu dan propaganda para penyesat. Akibatnya banyak timbul perpecahan di antara mereka. “Allah telah membuat sebuah perumpamaan seorang (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh seorang (saja). Apakah keduanya sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Az-Zumar: 29). Sehingga, orang yang beribadah kepada Allah semata keadaannya seperti hamba sahaya yang diperbudak oleh satu tuan yang dia bisa tenang bersamanya. Karena ia mengerti maksud dan keinginan tuannya sehingga ia tenang bersamanya. Sedangkan orang musyrik keadaannya seperti hamba sahaya yang dimiliki beberapa tuan. Ia tidak tahu tuan yang mana yang ia buat ridha dengannya. Setiap tuannya memiliki selera dan permintaan sendiri-sendiri. Setiap tuannya memiliki keinginan. Dan setiap tuannya ingin agar budak itu ada di sisinya. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Allah telah membuat sebuah perumpamaan seorang (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan” yakni: beberapa tuan memiliki seorang budak itu, budak itu tidak tahu siapa di antara mereka yang hendak ia buat ridha. “Dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh seorang (saja)” pemilik budak ini satu tuan saja sehingga budak ini tenang dengannya. Inilah perumpamaan yang Allah buat untuk orang musyrik dan orang yang bertauhid. 
فَالۡمُشۡرِكُونَ مُتَفَرِّقُونَ فِي عِبَادَاتِهِمۡ، وَالنَّبِيُّ ﷺ قَاتَلَهُمۡ وَلَمۡ يُفَرِّقۡ بَيۡنَهُمۡ، قَاتَلَ الۡوَثَنِيِّينَ، وَقَاتَلَ الۡيَهُودَ وَالنَّصَارَى، وَقَاتَلَ الۡمَجُوسَ، قَاتَلَ جَمِيعَ الۡمُشۡرِكِينَ، وَقَاتَلَ الَّذِينَ يَعۡبُدُونَ الۡمَلَائِكَةَ، وَالَّذِينَ يَعۡبُدُونَ الۡأَوۡلِيَاءَ الصَّالِحِينَ، لَمۡ يُفَرِّقۡ بَيۡنَهُمۡ. 
Jadi, orang-orang musyrik itu berpecah belah di dalam ibadah mereka. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka dan tidak membeda-bedakan mereka. Beliau memerangi penyembah berhala, memerangi Yahudi dan Nashara, memerangi Majusi. Beliau memerangi seluruh orang musyrik, memerangi orang-orang yang menyembah malaikat dan orang-orang yang menyembah wali-wali yang shalih. Beliau tidak membeda-bedakan mereka. 
فَهٰذَا فِيهِ رَدٌّ عَلَى الَّذِينَ يَقُولُونَ: الَّذِينَ يَعۡبُدُ الصَّنَمَ لَيۡسَ مِثۡلَ الَّذِي يَعۡبُدُ رَجُلًا صَالِحًا وَمَلَكًا مِنَ الۡمَلَائِكَةِ، لِأَنَّ هٰؤُلَاءِ يَعۡبُدُونَ أَحۡجَارًا وَأَشۡجَارًا، وَيَعۡبُدُونَ جَمَادَاتٍ، أَمَّا الَّذِي يَعۡبُدُ رَجُلًا صَالِحًا وَوَلِيًّا مِنۡ أَوۡلِيَاءِ اللهِ لَيۡسَ مِثۡلَ الَّذِي يَعۡبُدُ الۡأَصۡنَامَ. 
Sehingga ini merupakan bantahan kepada orang yang mengatakan: Orang-orang yang menyembah berhala tidak sama dengan orang yang menyembah orang shalih dan malaikat, karena penyembah berhala itu menyembah bebatuan dan pepohonan, mereka menyembah benda-benda mati. Adapun yang menyembah orang shalih dan wali Allah tidak sama dengan orang yang menyembah berhala. 
وَيُرِيدُونَ بِذٰلِكَ أَنَّ الَّذِي يَعۡبُدُ الۡقُبُورَ الۡآنَ يَخۡتَلِفُ حُكۡمُهُ عَنِ الَّذِي يَعۡبُدُ الۡأَصۡنَامَ، فَلَا يَكۡفُرُ، وَلَا يُعۡتَبَرُ عَمَلُهُ هٰذَا شِرۡكًا، وَلَا يَجُوزُ قِتَالُهُ. 
Mereka maukan dari ucapan itu bahwa orang yang menyembah kuburan pada saat ini berbeda hukumnya dengan orang yang menyembah berhala. Jadi dia tidak kafir dan amalannya tidak bisa disebut kesyirikan, serta tidak boleh diperangi. 
فَنَقُولُ: الرَّسُولُ لَمۡ يُفَرِّقۡ بَيۡنَهُمۡ، بَلِ اعۡتَبَرَهُمۡ مُشۡرِكِينَ كُلَّهُمۡ، وَاسۡتَحَلَّ دِمَاءَهُمۡ وَأَمۡوَالَهُمۡ، وَلَمۡ يُفَرِّقۡ بَيۡنَهُمۡ، وَالَّذِينَ يَعۡبُدُونَ الۡمَسِيحَ، وَالۡمَسِيحُ رَسُولُ اللهِ، وَمَعَ هٰذَا قَاتَلَهُمۡ، وَالۡيَهُودُ يَعۡبُدُونَ عُزَيۡرًا، وَهُوَ مِنۡ أَنۡبِيَائِهِمۡ، أَوۡ مِنۡ صَالِحِيهِمۡ، قَاتَلَهُمۡ رَسُولُ اللهِ ﷺ، لَمۡ يُفَرِّقۡ بَيۡنَهُمۡ. 
Maka kita jawab: Rasul tidak membeda-bedakan mereka. Bahkan beliau menganggap mereka seluruhnya orang musyrik. Beliau menghalalkan darah dan harta mereka. Beliau tidak membedakan mereka. Sehingga, orang-orang yang menyembah Isa Al-Masih padahal Isa adalah Rasul Allah, tetap saja beliau perangi. Adapun Yahudi, mereka menyembah ‘Uzair padahal beliau adalah termasuk nabi atau orang shalih mereka, tetap saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perangi. Beliau tidak membeda-bedakan mereka. 
فَالشِّرۡكُ لَا تَفۡرِيقَ فِيهِ بَيۡنَ مَنۡ يَعۡبُدُ رَجُلًا صَالِحًا أَوۡ يَعۡبُدُ صَنَمًا أَوۡ حَجَرًا أَوۡ شَجَرًا، لِأَنَّ الشِّرۡكَ هُوَ: عِبَادَةُ غَيۡرِ اللهِ كَائِنًا مَنۡ كَانَ، وَلِهٰذَا يَقُولُ: ﴿وَاعۡبُدُوا اللهَ وَلَا تُشۡرِكُوا بِهِ شَيۡئًا﴾ [النساء: ٣٦]، وَكَلِمَةُ ﴿شَيۡئًا﴾ نَكِرَةٌ فِي سِيَاقِ النَّهۡيِ تَعُمُّ كُلَّ شَيۡءٍ، تَعُمُّ كُلَّ مَنۡ أُشۡرَكَ مَعَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الۡمَلَائِكَةِ وَالرُّسُلِ وَالصَّالِحِينَ وَالۡأَوۡلِيَاءِ، وَالۡأَحۡجَارِ وَالۡأَشۡجَارِ. 
Sehingga syirik itu tidak ada perbedaan antara orang yang menyembah orang shalih dengan yang menyembah berhala, bebatuan, dan pepohonan. Karena syirik adalah ibadah kepada selain Allah apa pun itu. Karenanya, Allah berfirman yang artinya, “Sembahlah Allah dan jangan kalian sekutukan sesuatu pun dengannya.” (QS. An-Nisa`: 36). Dan kata “شَيۡئًا” berbentuk nakirah dalam konteks larangan yang berarti umum meliputi segala sesuatu. Umum meliputi setiap yang disekutukan bersama Allah ‘azza wa jalla berupa malaikat, rasul-rasul, orang shalih, wali-wali, bebatuan, dan pepohonan.