Cari Blog Ini

Syarh Al-Ushulus Sittah - Pondasi Keenam

الۡأَصۡلُ السَّادِسُ: رَدُّ الشُّبۡهَةِ الَّتِي وَضَعَهَا الشَّيۡطَانُ فِي تَرۡكِ الۡقُرۡآنِ وَالسُّنَّةِ وَاتِّبَاعِ الۡآرَاءِ وَالۡأَهۡوَاءِ الۡمُتَفَرِّقَةِ الۡمُخۡتَلِفَةِ، وَهِيَ أّنَّ الۡقُرۡآنَ وَالسُّنَّةَ لَا يَعۡرِفُهُمَا إِلَّا الۡمُجۡتَهِدُ الۡمُطۡلَقُ.
Pondasi keenam: membantah syubhat yang telah setan letakkan supaya orang-orang meninggalkan Al-Qur`an dan As-Sunnah dan supaya orang-orang mengikuti pendapat-pendapat dan hawa nafsu yang berbeda-beda dan bermacam-macam. Syubhat itu adalah bahwa Al-Qur`an dan As-Sunnah tidak diketahui kecuali oleh mujtahid mutlak.[1]
وَالۡمُجۡتَهِدُ هُوَ الۡمَوۡصُوفُ بِكَذَا وَكَذَا أَوۡصَافًا لَعَلَّهَا لَا تُوجَدُ تَامَّةً فِي أَبِي بَكۡرٍ وَعُمَرَ.
Dan mujtahid itu disifati dengan begini dan begini, yaitu dengan sifat-sifat yang bisa jadi tidak dapat dijumpai secara sempurna pada Abu Bakr dan ‘Umar sekalipun.[2]
فَإِنۡ لَمۡ يَكُنِ الۡإِنۡسَانُ كَذَلِكَ فَلۡيُعۡرِضۡ عَنۡهُمَا فَرۡضًا حَتۡمًا لَا شَكَّ وَلَا إِشۡكَالَ فِيهِ، وَمَنۡ طَلَبَ الۡهُدَى مِنۡهُمَا فَهُوَ: إِمَّا زِنۡدِيقٌ، وَإِمَّا مَجۡنُونٌ؛ لِأَجۡلِ صُعُوبَةِ فَهۡمِهِمَا، فَسُبۡحَانَ اللهِ وَبِحَمۡدِهِ، كَمۡ بَيَّنَ اللهُ سُبۡحَانَهُ شَرۡعًا وَقَدَرًا، خَلۡقًا وَأَمۡرًا فِي رَدِّ هَٰذِهِ الشُّبۡهَةِ الۡمَلۡعُونَةِ مِنۡ وُجُوهٍ شَتَّى بَلَغَتۡ إِلَى حَدِّ الضَّرُورِيَّاتِ الۡعَامَّةِ، ﴿وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ﴾ [الأعراف: ١٨٧]. ﴿لَقَدۡ حَقَّ الۡقَوۡلُ عَلَىٰٓ أَكۡثَرِهِمۡ فَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ۝٧ إِنَّا جَعَلۡنَا فِيٓ أَعۡنَٰقِهِمۡ أَغۡلَٰلًا فَهِيَ إِلَى الۡأَذۡقَانِ فَهُمۡ مُقۡمَحُونَ ۝٨ وَجَعَلۡنَا مِنۡ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ سَدًّا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدًّا فَأَغۡشَيۡنَٰهُمۡ فَهُمۡ لَا يُبۡصِرُونَ ۝٩ وَسَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ۝١٠ إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكۡرَ وَخَشِيَ الرَّحۡمَٰنَ بِالۡغَيۡبِ فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٍ وَأَجۡرٍ كَرِيمٍ﴾ [يس: ٧-١١].
Sehingga, jika seseorang tidak bersifat demikian, maka wajib dan harus baginya untuk berpaling dari keduanya. Tidak perlu ragu dan bimbang. Dan siapa saja yang mencari petunjuk dari Al-Qur`an dan As-Sunnah akan dikatakan sebagai zindiq atau gila dengan alasan sulit untuk memahami keduanya. Namun, Maha Suci Allah dan dengan memujiNya, betapa banyak Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan secara syar’i dan kenyataan yang terjadi, berupa penciptaan dan perintah dalam membantah syubhat yang terlaknat ini dari bermacam-macam sisi sampai pada batas yang dapat dimengerti oleh keumuman manusia. “Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 187). “Sungguh telah tetap keputusan atas kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan telah Kami jadikan dinding di depan mereka dan dinding di belakang mereka, lalu Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Dan sama saja bagi mereka apakah engkau memperingatkan mereka ataukah engkau tidak memperingatkan mereka, mereka tidak akan beriman. Engkau hanyalah memperingatkan orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Yang Maha Penyayang walaupun dia tidak melihatNya. Maka berilah kabar gembira kepadanya dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS. Yaasiin: 7-11).[3]
آخِرُهُ وَالۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحۡبِهِ وَسَلَّمَ تَسۡلِيمًا كَثِيرًا إِلَى يَوۡمِ الدِّينِ.
Akhir kata, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga shalawat dan salam yang banyak Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau hingga hari pembalasan.[4]

[1] هَٰذَا هُوَ الۡأَصۡلُ الۡأَخِيرُ وَهُوَ مُهِمٌّ جِدًّا، وَهُوَ أَنَّهُمۡ يَقُولُونَ: إِنَّا لَا نَعۡرِفُ مَعَانِي الۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَلَا يُمۡكِنُ أَنۡ نَعۡرِفَهَا، لَا يَعۡرِفُهَا إِلَّا الۡعُلَمَاءُ الۡكِبَارُ. 
فَيُقَالُ لَهُمۡ: الۡقُرۡآنُ فِيهِ أَشۡيَاءُ وَاضِحَةٌ يَعۡرِفُهَا الۡعَامِي وَيَعۡرِفُهَا الۡمُتَعَلِّمُ، تَقُومُ بِهَا الۡحُجَّةُ عَلَى الۡخَلۡقِ، وَفِيهِ أَشۡيَاءُ لَا يَعۡرِفُهَا إِلَّا الۡعُلَمَاءُ، وَفِيهِ أَشۡيَاءُ لَا يَعۡلَمُهَا إِلَّا اللهُ سُبۡحَانَهُ وَتَعَالَى. 
Ini adalah pondasi terakhir yang penting sekali. Yaitu bahwa mereka mengatakan: Sesungguhnya kami tidak mengetahui makna-makna di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Tidak mungkin kami mengetahuinya karena yang bisa mengetahuinya hanyalah para ulama besar. 
Maka dikatakan kepada mereka: Al-Qur`an mengandung perkara-perkara yang jelas yang bisa dipahami oleh orang awam dan orang yang mempelajarinya. Yang dengannya menjadi tegak hujjah atas makhluk. Dan di dalamnya juga terdapat perkara-perkara yang tidak diketahui kecuali oleh para ulama. Dan di dalamnya juga ada perkara-perkara yang tidak mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala
نَعَمۡ يُوجَدُ فِي الۡقُرۡآنِ وَالسُّنَّةِ أُمُورٌ لَا يَعۡرِفُهَا إِلَّا الۡمُجۡتَهِدُ الۡمُطۡلَقُ، لَكِنۡ تُوجَدُ أَشۡيَاءُ كَثِيرَةٌ يَعۡرِفُهَا الۡعَوَامُّ، وَيَعۡرِفُهَا الۡمُتَعَلِّمُ الَّذِي حَازَ عَلَى قَدۡرٍ يَسِيرٍ مِنَ الۡعِلۡمِ، مِثۡلَ قَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَاعۡبُدُوا اللهَ وَلَا تُشۡرِكُوا بِهِ شَيۡئًا﴾ [النساء: ٣٦]، وَقَوۡلِهِ: ﴿إِنَّهُ مَن يُشۡرِكۡ بِاللهِ فَقَدۡ حَرَّمَ اللهُ عَلَيۡهِ الۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ النَّارُ﴾ [المائدة: ٧٢]. 
وَمِثۡلُ: ﴿وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنَىٰٓ﴾ [الإسراء: ٣٢]. 
وَمِثۡلُ: ﴿حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ الۡمَيۡتَةُ﴾ [المائدة: ٣]. 
وَمِثۡلُ: ﴿قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّوا مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُوا فُرُوجَهُمۡ﴾ [النور: ٣٠]. 
هَٰذِهِ أُمُورٌ وَاضِحَةٌ يَعۡرِفُهَا الۡعَامِي إِذَا سَمِعَهَا. 
Memang benar, didapati di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah perkara-perkara yang hanya dimengerti oleh mujtahid mutlak. Namun juga didapati hal-hal yang banyak yang dapat dimengerti oleh orang awam dan orang yang belajar juga dapat mengerti sebagian ilmu yang telah dia peroleh. Semisal firman Allah ta’ala yang artinya, “Kalian sembahlah Allah dan janganlah kalian sekutukan Dia dengan sesuatu pun.” (QS. An-Nisa`: 36). Dan firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah, maka sungguh Allah haramkan surga baginya dan tempat kembalinya adalah neraka.” (QS. Al-Maidah: 72). Dan semisal, “Dan janganlah kalian dekati zina.” (QS. Al-Isra`: 32). Semisal, “Diharamkan bangkai atas kalian.” (QS. Al-Maidah: 3). Semisal, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menundukkan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.” (QS. An-Nur: 30). Ini semua adalah perkara yang jelas yang dapat dimengerti oleh orang awam ketika mendengarnya. 
[2] يَضَعُونَ شُرُوطًا لِلۡمُجۡتَهِدِ الۡمُطۡلَقِ قَدۡ لَا تُوجَدُ تَامَّةً فِيمَنۡ هُمۡ مِنۡ أَفۡضَلِ النَّاسِ مِثۡلِ أَبِي بَكۡرٍ وَعُمَرَ، وَهَٰذَا الشُّرُوطُ وَضَعُوهَا مِنۡ عِنۡدِ أَنۡفُسِهِمۡ. 
يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: ﴿أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الۡقُرۡءَانَ﴾ [النساء: ٨٢]. هَٰذَا عَامٌّ لِلۡمُسۡلِمِينَ. 
Mereka menetapkan syarat-syarat untuk mujtahid mutlak yang hampir tidak bisa didapati secara sempurna pada orang-orang yang paling utama semisal Abu Bakr dan ‘Umar. Dan syarat-syarat ini mereka tetapkan sekehendak mereka sendiri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Maka apakah mereka tidak mentadaburi Al-Qur`an?” (QS. An-Nisa`: 82). Ayat ini umum bagi seluruh kaum muslimin. 
كُلٌّ يَعۡرِفُ مِنَ الۡقُرۡآنِ مَا يَسَّرَ اللهُ لَهُ، فَالۡعَامِي يَحۡصُلُ عَلَى مَا يَسۡتَطِيعُ، وَالۡمُتَعَلِّمُ يَحۡصُلُ عَلَى مَا يَسۡتَطِيعُ، وَالرَّاسِخُ فِي الۡعِلۡمِ يَحۡصُلُ عَلَى مَا يَسۡتَطِيعُ. ﴿أَنۡزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَسَالَتۡ أَوۡدِيَةٌ بِقَدَرِهَا﴾ [الرعد: ١٧]. كُلُّ وَادٍ يَأۡخُذُ مِنَ السَّيۡلِ قَدَرَهُ، كَذَلِكَ الۡعِلۡمُ أَنۡزَلَهُ اللهُ، وَكُلُّ قَلۡبٍ يَأۡخُذُ مِنۡهُ بِقَدَرٍ، قَلۡبُ الۡعَامِي وَقَلۡبُ الۡمُتَعَلِّمِ وَقَلۡبُ الۡعَالِمِ وَقَلۡبُ الرَّاسِخِ فِي الۡعِلۡمِ، كُلُّ وَاحِدٍ يَأۡخُذُ بِقَدَرِهِ، وَبِقَدَرِ مَا أَعۡطَاهُ اللهُ مِنَ الۡفَهۡمِ، أَمَّا أَنَّهُ لَا يَفۡهَمُ شَيۡئًا مِنَ الۡقُرۡآنِ إِلَّا الۡمُجۡتَهِدُ الۡمُطۡلَقُ، فَهَٰذَا كَلَامٌ غَيۡرُ صَحِيحٍ. 
Masing-masing mengetahui apa yang Allah mudahkan baginya dari Al-Qur`an. Sehingga, orang awam mendapat pengetahuan sesuai kemampuannya, orang yang belajar memperoleh pengetahuan sesuai kemampuannya, dan orang yang mendalam ilmunya juga memperoleh pengetahuan sesuai kemampuannya. “Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.” (QS. Ar-Ra’d: 17). Tiap-tiap lembah akan menyerap dari aliran air itu sesuai kadarnya. Seperti itulah ilmu yang Allah turunkan. Tiap-tiap hati akan menerima sesuai ukurannya. Hati orang awam, hati orang yang belajar, hati orang yang berilmu, dan hati orang yag mendalam ilmunya. Setiap jenis hati itu akan menerima ilmu sesuai kadarnya dan sesuai kadar yang Allah berikan pemahaman kepadanya. Adapun pendapat bahwa tidak ada sedikit pun dari Al-Qur`an yang dapat dipahami kecuali oleh mujtahid mutlak, maka ini adalah pendapat yang tidak benar. 
وَيَقُولُونَ: مُحَاوَلَةُ فَهۡمِ الۡقُرۡآنِ مِنَ التَّكۡلِيفِ بِمَا لَا يُسۡتَطَاعُ، وَالشُّرُوطُ الَّتِي ذَكَرَهَا الۡعُلَمَاءُ وَقَالُوا لَا بُدَّ أَنۡ تَتَوَفَّرَ فِي الۡمُفۡتِي يُرِيدُونَ بِهَا: الۡمُجۡتَهِدَ الۡمُطۡلَقَ. وَلَا يُرِيدُونَ أَنَّهَا لَا بُدَّ أَنۡ تَتَوَفَّرَ فِي كُلِّ مَنۡ يُرِيدُ أَنۡ يَتَدَبَّرَ الۡقُرۡآنَ وَيَسۡتَفِيدَ مِنۡهُ، ثُمَّ هِيَ شُرُوطٌ لِاسۡتِنۡبَاطِ الۡأَحۡكَامِ الۡغَامِضَةِ الۡخَفِيَّةِ، وَلَيۡسَتۡ شَرۡطًا فِي فَهۡمِ الۡأُمُورِ الۡوَاضِحَةِ مِثۡلِ التَّوۡحِيدِ وَالشِّرۡكِ، وَالۡوَاجِبَاتِ الظَّاهِرَةِ وَالۡمُحَرَّمَاتِ الظَّاهِرَةِ. 
Mereka juga mengatakan: upaya untuk memahami Al-Qur`an adalah termasuk pembebanan dengan sesuatu yang tidak dimampui. Syarat-syarat yang para ulama telah sebutkan dan mereka katakan bahwa syarat-syarat tersebut harus terpenuhi pada seorang mufti; syarat itulah yang para ulama maksudkan harus ada pada mujtahid mutlak. Dan mereka tidak memaksudkan bahwa syarat-syarat tersebut harus terpenuhi pada setiap orang yang hendak mentadaburi Al-Qur`an dan mengambil faidah darinya. Kemudian, itu sebenarnya adalah syarat untuk mengambil kesimpulan hukum-hukum yang samar dan belum jelas. Bukan syarat untuk memahami perkara-perkara yang jelas semisal tauhid dan syirik, kewajiban-kewajiban yang sudah jelas, dan keharaman-keharaman yang telah jelas. 
[3] هَٰذِهِ الۡآيَاتُ فِي الۡمُعۡرِضِينَ عِنۡدَ تَدَبُّرِ كَلَامِ اللهِ وَكَلَامِ رَسُولِهِ ﷺ، وَفِي آخِرِهَا الَّذِي مَنَّ اللهُ عَلَيۡهِ وَهُوَ ﴿مَنِ اتَّبَعَ الذِّكۡرَ وَخَشِيَ الرَّحۡمَٰنَ﴾ [يس: ١١] فَهَٰذَا مَثَلٌ لِلۡفَرِيقَيۡنِ. 
Ayat-ayat ini mengenai orang-orang yang berpaling dari mentadaburi Al-Qur`an dan sabda RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan pada akhir ayat mengenai golongan orang yang Allah beri karunia kepadanya, yaitu “orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Allah yang Maha Penyayang.” (QS. Yasin: 11). Maka ini adalah permisalan bagi dua kelompok tersebut. 
[4] خَتَمَ الرِّسَالَةَ بِمِثۡلِ مَا بَدَأَهَا بِهِ بِحَمۡدِ اللهِ وَالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى رَسُولِهِ وَهَٰذَا مِنۡ مَحَاسِنِ التَّأۡلِيفِ وَالتَّعۡلِيمِ وَذٰلِكَ بِالثَّنَاءِ عَلَى اللهِ أَوَّلًا وَآخِرًا. 
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِهِ مُعَلِّمِ الۡخَيۡرِ وَالدَّاعِي إِلَى اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيۡهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحۡبِهِ وَمَنِ اهۡتَدَى بِهَدۡيِهِ وَسَارَ عَلَى نَهۡجِهِ وَتَمَسَّكَ بِسُنَّتِهِ إِلَى يَوۡمِ الدِّينِ. وَالۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ. 
Beliau menutup risalah ini dengan seperti apa yang beliau mulai. Yaitu, dengan memuji Allah, shalawat dan salam kepada RasulNya. Dan ini termasuk keindahan tulisan dan pengajaran, yaitu dengan menyanjung Allah di awal dan di akhir. 
Shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada RasulNya yang mengajarkan kebaikan dan berdakwah kepada Allah. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat kepada beliau, keluarga, para shahabat, dan orang-orang yang mengambil petunjuk beliau, berjalan di atas jalan beliau, dan berpegang teguh dengan sunnah beliau sampai hari kiamat. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.