Sering kita jumpai di tengah-tengah elemen masyarakat, pertanyaan seputar apakah khutbah jum'at harus berbahasa Arab. Pertanyaan ini berawal dari didapatkannya sebagian orang di sebagian tempat menggunakan bahasa Arab ketika khutbah, lalu apakah khutbah Jum'at dengan berbahasa Arab sebuah syarat / keharusan?
Pembaca -rahimakumullah- jika seorang khotib berkhutbah di negeri Arab, maka tentu dan harus menggunakan bahasa Arab, ini sudah tidak diperdebatkan lagi. Masalahnya kalau sang khotib berkhutbah di selain negeri Arab, apa harus dengan bahasa Arab? Sebagian para ulama berkata, "Pertama-tama harus berkhutbah dengan bahasa Arab, kemudian dengan bahasa kaum yang ada padanya." Sebagiannya lagi berkata, "Tidak disyaratkan dengan bahasa Arab, tetapi justru wajib menggunakan bahasa kaum yang ia berkhutbah di situ." Dan inilah yang benar, berdasarkan firman Allah,
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
"Kami tidak mengutus seorang rosul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka." (QS Ibrohim: 4).
Kemudian tidak mungkin mengalihkan perhatian manusia kepada nasehat yang disampaikan, sedang mereka tidak tahu apa yang diucapkan sang khotib.
Adapun kalimat / lafazh-lafazh khutbah bukanlah termasuk perkara yang menjadikannya ibadah dengan melafazhkannya sehingga harus dengan bahasa Arab, akan tetapi apabila melewati / membaca suatu ayat, maka harus dengan bahasa Arab, sebab Al Qur'an tidak boleh diubah dari bahasa Arab. (Lihat Syarhul Mumti': 5 / 78-79).
Sumber: Buletin Jum'at Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-19 Tahun ke-1 / 25 April 2003 M / 22 Shafar 1424 H.