Menjadi keinginan dan tujuan bersama mendapatkan keridhoan Allah subhanahu wa ta'ala dalam segala ucapan, perbuatan, bahkan keyakinan. Bagaimana tidak, sebab barulah sesuatu itu akan bernilai ibadah jika dicintai dan diridhoi olehNya -Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, Dzat yang memiliki sifat ridho sesuai dengan kebesaran dan keagunganNya, tanpa harus menyerupakanNya dengan makhluk, tanpa bertanya bentuknya, tanpa merubah maknanya atau bahkan menolaknya. Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa ridho adalah salah satu sifat-sifatNya, di antaranya firman Allah,
رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
"Allah ridho terhadap mereka dan merekapun ridho terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar." (QS Al Maidah: 119).
Dan firmanNya,
لَّقَدْ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلْمُؤْمِنِينَ
"Sesungguhnya Allah ridho terhadap orang-orang mu'min..." (QS Al Fath: 18).
Juga dalam firmanNya,
رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ
"Allah ridho terhadap mereka dan merekapun ridho kepadaNya." (QS Al Bayyinah: 8),
dan ayat-ayat lainnya. Adapun dalam hadits di antaranya dari sahabat Anas bin Malik, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَيَرۡضَى عَنِ الۡعَبۡدِ أَنۡ يَأۡكُلَ الۡأَكۡلَةَ فَيَحۡمَدَهُ عَلَيۡهَا أَوۡ يَشۡرَبَ الشُّرۡبَةَ فَيَحۡمَدَهُ عَلَيۡهَا
"Sesungguhnya Allah pasti akan meridhoi seorang hamba, bila ia selesai makan kemudian memujiNya atas makanan itu, atau bila ia selesai minum lalu memujiNya atas minuman itu." (HR Muslim, bab Istihbaabu hamdillah ta'ala ba'dal akli wasy syurbi).Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairoh, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah meridhoi untuk kalian tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara...".
Pembaca -rahimakumullah- keridhoan Allah Jalla Sya'nuhu terbagi menjadi dua, pertama keridhoanNya atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh hamba seperti firman Allah,
إِن تَكْفُرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنكُمْ ۖ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ ٱلْكُفْرَ ۖ وَإِن تَشْكُرُوا۟ يَرْضَهُ لَكُمْ
"Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhoi kekafiran bagimu, dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhoi bagimu kesyukuranmu itu." (QS Az Zumar: 7).
Juga seperti dalam hadits, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Allah meridhoi kalian tiga perkara: meridhoi kalian agar beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, meridhoi kalian agar berpegang teguh dengan tali Allah semuanya dan tidak bercerai-berai, serta meridhoi kalian agar menasehati orang yang Allah jadikan pemimpin atas urusan-urusan kalian." (HR Muslim no. 1715 dari sahabat Abu Hurairoh). Dalam hadits ini mencakup tiga hal yang mendatangkan keridhoan Allah.
Pertama: tauhid, sebagai hak Allah yang paling agung dan kewajiban Islam yang paling tinggi, untuk tujuan itulah diciptakannya jin dan manusia.
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS Adz Dzaariyaat: 56),
serta menjauhi syirik, berserikat dengan yang lainnya dalam hal ibadah, yang sebenarnya menjadi hak yang khusus diperuntukkan bagi Allah.
Kedua: berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, tali Allah ialah apa yang telah dibawa oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Al Kitab maupun Sunnah dan apa yang telah tercakup dalam pendidikan Rosul dari aqidah, ibadah, akhlaq, dan muamalah. Tidak ada dispensasi bagi individu tertentu, kelompok tertentu, ataupun bagi komunitas spesial untuk keluar dari dasar-dasar Islam, tetapi wajib bagi seluruhnya beriman, komitmen yang penuh akan apa yang telah dibawa oleh penutup para nabi, tuannya seluruh para rosul. Dengan landasan inilah Allah akan meridhoi kesatuan kaum muslimin yang diharapkan, bukan kesatuan yang out of order -kesatuan politik tetapi mengabaikan kesatuan aqidah, sumber, serta sudut pandang-. Sekalipun bisa, tentu seperti apa yang difirmankan Allah,
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ
"Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah-belah." (QS Al Hasyr: 14).
Ketiga: memberikan nasehat kepada waliyyul amri, dalam rangka tolong-menolong bersama mereka dalam al haq, mendoakan mereka dengan kebaikan, bersabar atas kejahatan dan kedzolimannya, meninggalkan dari memberontak kepadanya guna mencegah timbulnya kerusakan yang besar dan tertumpahnya darah kaum muslimin. Dengan demikian keridhoan Allah pun akan turun kepada rakyatnya, kepada waliyyul amri-nya, bahkan ke seluruh pelosok negerinya.
Pembaca -rahimakumullah-, keridhoan Allah yang kedua, di samping pada perbuatan-perbuatan hamba, ialah keridhoanNya atas hamba-hambaNya itu sendiri, seperti firman Allah,
لَّقَدْ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنِ ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ ٱلشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِى قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَـٰبَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
"Sesungguhnya Allah telah ridho terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)." (QS Al Fath: 18).
Begitulah meraih keridhoan Allah dengan amalan yang memang diridhoinya dan mendatangkan keridhoannya, seperti halnya pertolongan Allah tidak akan didapat kecuali oleh ahlinya. Demikian pula keridhoanNya tidak akan diraih melainkan oleh ahlinya pula, jangan sampai seperti sebuah ungkapan: Semua menyatakan cinta pada Laila, sedang Laila tidak mengabulkan semua cintanya.
Wal 'ilmu indallah.
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsary.
Sumber: Buletin Jum'at Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-19 Tahun ke-1 / 25 April 2003 M / 22 Shafar 1424 H.