الۡحَدِيثُ السَّابِعُ وَالثَّمَانُونَ
٨٧ – عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ قَالَ: (مَا صَلَّيۡتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلَاةً وَلَا أَتَمَّ صَلَاةً مِنَ النَّبِيِّ ﷺ)[1].
87. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku sama sekali tidak pernah salat di belakang seorang imam pun yang lebih ringan salatnya dan lebih sempurna salatnya daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي:
يَنۡفِي أَنَسُ بۡنُ مَالِكٍ أَنۡ يَكُونَ صَلَّى خَلۡفَ أَيِّ إِمَامٍ مِنَ الۡأَئِمَّةِ إِلَّا وَكَانَتۡ صَلَاتُهُ خَلۡفَ الۡإِمَامِ الۡأَعۡظَمِ ﷺ أَخَفَّ، بِحَيۡثُ لَا يَشُقُّ عَلَى الۡمَأۡمُومِينَ، فَيَخۡرُجُونَ مِنۡهَا وَهُمۡ فِيهَا رَاغِبُونَ.
وَلَا أَتَمَّ مِنۡ صَلَاتِهِ، فَقَدۡ كَانَ يَأۡتِي بِهَا ﷺ كَامِلَةً، فَلَا يَخۡلُ بِهَا، بَلۡ يَكۡمِلُهَا بِالۡمُحَافَظَةِ عَلَى وَاجِبَاتِهَا وَمُسۡتَحَبَّاتِهَا، وَهَٰذَا مِنۡ آثَارِ بَرَكَتِهِ ﷺ.
Makna secara umum:
Anas bin Malik menyatakan bahwa tidaklah beliau pernah salat di belakang salah seorang imam kecuali bahwa salat beliau di belakang imam yang paling agung (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling ringan. Beliau tidak memberatkan para makmum sehingga mereka selesai dari salat dalam keadaan senang. Tidak pula ada yang lebih sempurna daripada salat beliau. Sungguh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan salat secara sempurna. Tidak ada yang luput bahkan beliau sempurnakan dengan menjaga kewajiban-kewajiban dan sunah-sunahnya. Dan ini termasuk pengaruh berkahnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:
١ – أَنۡ يَأۡتِيَ الۡإِمَامُ بِالصَّلَاةِ خَفِيفَةً، حَتَّى لَا يَشُقَّ عَلَى الۡمُصَلِّينَ، وَتَامَّةً حَتَّى لَا يُنۡقَصَ مِنۡ ثَوَابِهَا شَيۡءٌ. فَإِتۡمَامُهَا يَكُونُ بِالۡإِتۡيَانِ بِوَاجِبَاتِهَا وَمُسۡتَحَبَّاتِهَا مِنَ غَيۡرِ تَطۡوِيلٍ، وَتَخۡفِيفُهَا يَكُونُ بِالۡإِقۡتِصَارِ عَلَى وَاجِبَاتِهَا وَبَعۡضِ مُسۡتَحَبَّاتِهَا.
٢ – أَنَّ صَلَاةَ النَّبِيِّ ﷺ أَكۡمَلُ صَلَاةً، فَلۡيَحۡرِصۡ الۡمُصَلِّي عَلَى أَنۡ يَجۡعَلَ صَلَاتَهُ مِثۡلَ صَلَاتِهِ عَلَيۡهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، لِيَحۡظَي بِالۡإِقۡتِدَاءِ، وَيَفُوزَ بِعَظِيمِ الۡأَجۡرِ.
٣ – فِيهِ جَوَازُ إِمَامَةِ الۡمَفۡضُولِ لِلۡفَاضِلِ، عَلَى تَقۡدِيرٍ أَنَّ أَنَسًا رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَفۡضَلُ مِمَّنۡ يُصَلِّي بِهِ غَيۡرِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَإِمَامُ الۡمَسۡجِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى غَيۡرِهِ وَإِنۡ كَانَ وَرَاءَهُ أَفۡضَلُ مِنۡهُ لِأَنَّهُ هُوَ الۡإِمَامُ الرَّاتِبُ، وَذَكَرَ شَيۡخُ الۡإِسۡلَامِ ابۡنُ تَيۡمِيَّةَ أَنَّ ذَا السُّلۡطَانِ كَالۡإِمَامِ الرَّاتِبِ.
Faedah hadits ini:
- Imam melakukan salat dengan ringan sehingga tidak memberatkan orang-orang yang salat dan dengan sempurna sehingga tidak mengurangi pahalanya sedikit saja. Jadi menyempurnakannya adalah dengan cara mengerjakan kewajiban-kewajiban dan sunah-sunahnya tanpa memperlama. Dan meringankannya dengan cara meringkas kewajiban-kewajiban dan sebagian sunah-sunah salat.
- Bahwa salatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam paling sempurna salatnya sehingga hendaknya orang yang salat bersungguh-sungguh untuk menjadikan salatnya seperti salatnya Nabi ‘alaihish shalatu was salam supaya ia dapat meneladani dan beruntung dengan besarnya pahala.
- Dalam hadis ini boleh orang yang kurang afdal mengimami orang yang lebih afdal. Berdasarkan perkiraan bahwa Anas radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang lebih afdal daripada orang-orang yang salat selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan imam masjid lebih diutamakan daripada selainnya meskipun di belakangnya ada yang lebih afdal daripada dia. Karena ia merupakan imam rawatib. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa penguasa kedudukannya seperti imam rawatib.
[1] رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ (٧٠٨) فِي الۡأَذَانِ، وَمُسۡلِمٌ (٤٦٩)(١٩٠) فِي الصَّلَاةِ.