Cari Blog Ini

Ma Hiya As-Salafiyyah? - Penamaan Lain untuk As-Salafush Shalih (2)

  • Adapun penamaan dengan ahlul hadits (ahli hadis) dan ahlul atsar (pengikut jejak):

Penamaan tersebut terdapat di dalam ucapan ulama seperti Al-Imam Ahmad, Al-Bukhari, dan selain keduanya.

Al-Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan sebagaimana di dalam Majmu’ul Fatawa[1], “Mazhab salaf ahlul hadits dan ahlus sunnah wal jama’ah…” kemudian beliau menuturkan mazhab mereka; jadi beliau namai mereka dengan ahlul hadits, ahlus sunnah wal jama’ah.

Al-Imam Abu Hatim Ar-Razi Al-Hafizh, “Termasuk tanda ahli bidah adalah memusuhi ahlul atsar.”[2]

Al-Khathib rahimahullah mengeluarkan riwayat di dalam kitab Syaraf Ashhabil Hadits[3] dengan sanad yang sahih dari Ahmad bin Sinan Al-Qaththan, bahwa beliau berkata, “Tidak ada di dunia ini satu ahli bidah pun kecuali ia membenci ahlul hadits. Apabila seseorang melakukan suatu kebidahan, akan dicabut manisnya hadis dari hatinya.”

Sebab penamaan ini diterangkan oleh Al-Hafizh Al-Lalikai[4] dengan ucapannya, “Kemudian setiap orang yang meyakini suatu mazhab, maka ia akan menisbahkan kepada pemilik pendapat yang mencetuskannya dan ia bersandar kepada pendapatnya kecuali ashhabul hadits (ahli hadis). Karena pemilik ucapan mereka adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka menisbahkan kepada beliau, bersandar kepada ilmu beliau, berdalil dengan beliau, bertameng kepada beliau, mencontoh pendapat beliau, berbangga dengannya, dan mereka mengalahkan musuh-musuh sunah dengan kedekatan mereka kepada sunah. Maka, siapakah yang dapat menandingi mereka dalam kemuliaan nama dan siapakah yang dapat dibanggakan di hadapan mereka dalam hal kebanggaan dan ketinggian nama?! Karena ternyata nama mereka diambil dari makna-makna Al-Kitab dan As-Sunnah yang mencakup keduanya berdasarkan penerapan mereka terhadap keduanya atau berdasarkan ciri khas mereka dalam berpegang dengannya. Sehingga ahli hadis, dalam hal penyandaran mereka kepada hadis, bisa masuk di dalam:
    • Penyebutan Allah taala di dalam Al-Quran. Allah taala berfirman menyebutkan kata hadits,
اللهُ نَزَّلَ أَحۡسَنَ الۡحَدِيثِ
“Allah yang telah menurunkan ahsanal hadits (sebaik-baik ucapan).” (QS. Az-Zumar: 23).
Yaitu Alquran. Karena, ahli hadis adalah para pengusung Alquran, ahlinya, pembacanya, dan penghafalnya.
    • Penyandaran mereka kepada hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena mereka adalah penukilnya dan pengusungnya.

Sehingga, tidak ada keraguan bahwa mereka berhak menyandang nama ini karena dua makna ini ada pada mereka sekaligus. Berdasarkan kesaksian kita bahwa orang-orang mengambil ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah dari mereka dan bersandarnya para manusia pada penyahihan keduanya kepada mereka…”

Syaikhul Islam juga berkata, “Kami tidak memaksudkan ahli hadis kepada orang-orang yang sebatas mendengar hadis, menulisnya, atau meriwayatkannya. Tetapi yang kami maksud adalah siapa saja yang berhak menghafalnya, mengenalnya, memahaminya secara lahir dan batin, mengikutinya secara batin dan lahir. Demikian pula ahli Al-Quran.”[5]


  • Adapun penamaan dengan al-firqatun najiyah (golongan yang selamat) dan ath-tha`ifah al-manshurah (kelompok yang ditolong):

Telah terdapat penamaan itu dalam hadis yang terkenal. Yaitu hadis iftiraq (perpecahan), 
إِنَّ بَنِي إِسۡرَائِيلَ افۡتَرَقَتۡ عَلَىٰ إِحۡدَىٰ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفۡتَرِقُ عَلَىٰ ثِنۡتَيۡنِ وَسَبۡعِينَ فِرۡقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، وَهِيَ الۡجَمَاعَةُ
“Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 72 golongan. Seluruhnya di dalam neraka kecuali satu golongan, yaitu al-jama’ah.”[6]

Ia adalah hadis yang tersohor, terkenal, pasti, dan sahih. Beda dengan orang yang menyangka kelemahannya. Demikian pula telah datang dalam hadis Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu yang telah lewat, 
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنۡ أُمَّتِي مَنۡصُورِينَ عَلَىٰ الۡحَقِّ..
“Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang ditolong di atas kebenaran…” (Hadis).

Al-Hafizh Al-Lalikai berkata di dalam kitab Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah[7], “Ia adalah ath-tha`ifah al-manshurah, al-firqatun najiyah, al-’ushbatul hadiyah (kelompok yang mendapat petunjuk), dan jemaah yang adil yang berpegang teguh dengan sunah.” Renungkanlah! Semoga Allah membimbingmu kepada sifat-sifat yang luhur dan mulia ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan di dalam mukadimah Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, “Amma ba’du, ini adalah keyakinan al-firqatun najiyah al-manshurah sampai datangnya hari kiamat, yaitu ahlus sunnah wal jama’ah.”

Syekh dari para syekh kami Al-’Allamah Al-Hafizh Hafizh Al-Hakami rahimahullah mengatakan di dalam kitabnya yang bermanfaat Ma’arijul Qabul[8], “Telah datang kabar Rasulullah yang benar lagi dibenarkan: bahwa al-firqatun najiyah adalah siapa saja yang berada di atas jalan beliau dan para sahabat beliau.”


[1] (4/95). 
[2] ‘Aqidah Salaf Ashhabul Hadits karya Ash-Shabuni (halaman 105) dan Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah karya Al-Lalikai (1/179). 
[3] (Halaman 73). 
[4] Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah (1/23-24). 
[5] Majmu’ Fatawa Syaikhil Islam (4/95) dan lihat Lawami’ul Anwar karya As-Safarini (1/64). 
[6] Silakan lihat pembahasan agar lebih sempurna di dalam risalah magister karya saudara Ahmad Sardar Al-Mabahitsul ‘Aqdiyyah fi Hadits Iftiraqil Umam, cetakan ‘Imadatul Bahtsil ‘Ilmi di Jami’ah Islamiyyah. 
[7] (1/halaman 24). 
[8] (1/19).

Simak penjelasan Al-Ustadz Abu Yahya Muslim hafizhahullah di sini.