Cari Blog Ini

YUSYA' BIN NUN MENAKLUKKAN PALESTINA

Nabi Musa 'alaihis salam pun akhirnya berangkat untuk mulai menempuh perjalanan panjang. Hal itu dilakukan beliau sebagai wujud dari titah Allah untuk menemui seorang hamba yang memiliki keistimewaan tersendiri. Dalam rangka menuntut ilmu, itulah tujuan Nabi Musa 'alaihis salam.

Allah subhanahu wa ta'ala mengabadikan di dalam Al Quran tentang kisah perjalanan Musa untuk mencari seorang hamba Allah bernama Khidhir. Perjalanan itu tidak dilakukan seorang diri. Ada orang lain yang selalu menyertai dan menemani Musa. Siapakah orang itu?

Namanya Yusya' bin Nun. Di dalam Al Quran memang tidak disebutkan secara eksplisit. Namun, dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, diketahui jika nama sahabat Musa yang melayani dan menyertai perjalanan tersebut adalah Yusya' bin Nun.

Yusya' bin Nun termasuk sekian banyak nabi yang diutus untuk Bani Israil. Ibnu Katsir (700-774 H) menerangkan, “Kenabian Yusya' telah disepakati oleh Ahli Kitab. Sebagian kalangan dari mereka, yaitu kelompok As Samirah, tidak mengakui adanya nabi setelah wafatnya Musa kecuali Yusya' bin Nun. Sebab, namanya disebutkan di dalam Taurat. Sementara selain Yusya', mereka mengingkari. Padahal, adanya nabi setelah Musa dan Yusya' merupakan kebenaran yang datang dari Allah. Semoga laknat Allah berturut-turut untuk mereka (kelompok As Samirah) sampai hari kiamat!” [Qashashul Anbiya hlm. 383].

MATAHARI TERLAMBAT TENGGELAM


Nama Yusya' tidak dapat dipisahkan dari sebuah peristiwa besar dan kejadian luar biasa di masanya. Peristiwa yang menandai kebesaran dan kekuatan Allah Yang Maha Sempurna. Peristiwa itu pun bukti jika tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan kita hanyalah makhluk kecil yang tak bernilai apa-apa. Semoga Allah melimpahkan rasa tawadhu' dan rendah diri di dalam sanubari kita.

Matahari, makhluk Allah yang sangat besar, pernah terlambat untuk tenggelam di ufuk barat melebih batas waktunya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الشَّمۡسَ لَمۡ تُحۡبَسۡ عَلَى بَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِي سَارَ إِلَى بَيۡتِ الۡمَقۡدِسِ
“Sesungguhnya matahari tidak pernah tertahan atas manusia, kecuali untuk Yusya' saat hari-hari perjalanannya menuju Baitul Maqdis.” [H.R. Ahmad dan dishahihkan Asy Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash Shahihah (jil. 1/hal. 348)].

Apa yang dimaksud dengan “matahari tertahan”? Ada tiga kemungkinan:
  1. Berjalan mundur, berlawanan dengan garis peredarannya.
  2. Berhenti.
  3. Gerakannya melambat.

Kemungkinan apapun yang dipilih, yang jelas tujuan dari tertahannya matahari adalah memberi kesempatan kepada Yusya' 'alaihis salam dan seluruh pasukannya untuk mengalahkan musuh dan dapat meraih kemenangan pada hari Jumat sebelum matahari tenggelam. Sebab, hari Jumat telah berganti menjadi Sabtu dengan ditandai tenggelamnya matahari. Sementara bagi Bani Israil, hari Sabtu adalah hari yang suci. Pada hari Sabtu tidak diperkenankan adanya peperangan.

Hadits di atas juga sebagai bukti akan keistimewaan khusus untuk nabi Yusya' bin Nun 'alaihis salam, matahari tertahan untuk tenggelam. Ada beberapa riwayat lain yang menunjukkan bahwa matahari juga pernah tertahan untuk selain Yusya', seperti Nabi Musa, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, dan Ali bin Abi Thalib. Namun, semua riwayat tersebut lemah dan tidak dapat dijadikan argumen yang sah. [Ash Shahihah jil. 1/hal. 348].

EKSPEDISI BAITUL MAQDIS


Kisahnya dimulai dengan usaha nabi Musa untuk merebut tanah suci Baitul Maqdis. Ratusan ribu prajurit telah menyatakan tekad dan kesiapannya untuk mengiringi Musa dalam ekspedisi tersebut. Masing-masing suku besar membawa bendera dengan panglimanya sendiri-sendiri. Namun, sebelum rencana tersebut tergapai, Nabi Musa wafat.

Ekspedisi itu tetap dilaksanakan dengan Yusya' bin Nun sebagai panglima tertinggi. Sebelum berangkat, Yusya' memberikan perintah untuk beberapa kalangan agar tidak turut dalam ekspedisi tersebut. Mereka adalah:
  1. Laki-laki yang baru saja menikah, sementara ia belum sempat menikmati hari-hari pertamanya.
  2. Seseorang yang sedang membangun rumahnya, sementara atap belum terpasang.
  3. Seseorang yang memiliki kambing atau unta bunting, dan ia sedang menanti kelahirannya.
Hikmah dari instruksi tersebut sangat jelas, agar setiap prajurit Bani Israil yang berangkat dapat fokus dan konsentrasi dalam tugas.

Iring-iringan pasukan besar itu pun mulai merayap. Peperangan telah dimulai. Target utama adalah merebut Baitul Maqdis dari tangan orang-orang jahat nan zalim. Sungai Yordan dilintasi, padang pasir diseberangi. Semua dijalani demi menjalankan janji kepada ilahi.

Di antara kota yang dilewati dan ditaklukkan adalah Ariiha. Ariiha termasuk dalam kategori kota padat di wilayah Yordan, Syam. Jarak Ariiha dari Baitul Maqdis dapat ditempuh dalam sehari dengan berkuda. Ariiha adalah kota yang ditunjuk Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu sebagai lokasi penampungan kaum Yahudi yang diusir dari kota Madinah pada masa kekhilafahannya.

Selama enam bulan Ariiha dikepung oleh prajurit-prajurit Bani Israil. Memang relatif lama pengepungan tersebut. Sebab, Ariiha dipagari oleh benteng-benteng kokoh dengan lokasi di ketinggian. Hingga pada suatu hari, pasukan Yusya' yang sedang melakukan pengepungan, meniup sangkakala lalu bertakbir serentak. Akibatnya? Luar biasa. Dinding-dinding benteng pecah dan runtuh. Ariiha pun takluk.

DI BAITUL MAQDIS


Ekspedisi Baitul Maqdis kembali dilanjutkan. Saat posisi pasukan Bani Israil benar-benar dekat dari Baitul Maqdis, dan masing-masing telah menempatkan diri, matahari telah bergerak condong ke barat sekira waktu Ashar. Untuk menaklukkan dan merebut Baitul Maqdis, tentu membutuhkan waktu lebih dari sekadar rentang antara Ashar sampai tenggelamnya matahari.

Padahal hari itu adalah hari Jumat. Sebentar saja terlambat, pertempuran akan melewati senja tenggelam di ufuk barat dan hari pun berganti, Jumat menjadi Sabtu. Sementara, hari Sabtu adalah hari suci bagi Bani Israil. Hari yang sangat dihormati dan dimuliakan. Di sanalah peran penting seorang panglima: memutuskan dengan cepat dalam waktu singkat dengan tepat. Kondisi dan situasi mengharuskan penaklukan Baitul Maqdis tidak dapat ditunda. Apa yang dilakukan nabi Yusya' bin Nun, Sang Panglima?

Beliau bercakap kepada matahari:
أَنۡتِ مَأۡمُورَةٌ، وَأَنَا مَأۡمُورٌ، اللّٰهُمَّ احۡبِسۡهَا عَلَيَّ شَيۡئًا
“Engkau sedang menjalankan perintah, aku juga saat ini sedang melaksanakan perintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini barang sesaat untukku.”

Doa Yusya' dikabulkan Allah. Kemenangan Bani Israil pun dapat diraih sebelum matahari tenggelam di ujung barat. Pertempuran yang singkat dengan hasil memuaskan.

Pasukan Yusya' kemudian mengumpulkan ghanimah, harta-harta milik musuh. Sebelum masa kenabian Muhammad bin Abdullah shallallahu 'alaihi wa sallam, harta ghanimah tidak halal untuk dimiliki. Harta ghanimah harus diserahkan dan dipersembahkan kepada Allah. Caranya? Dengan mengumpulkannya di sebuah lokasi. Kemudian akan ada kobaran api yang turun dari langit untuk menghanguskan dan membakar habis harta tersebut. Kecuali masih ada perbuatan ghulul.

Ghulul adalah menyimpan sebagian harta ghanimah tanpa alasan yang dibenarkan. Saat harta ghanimah telah dikumpulkan oleh para petugas dari pasukan Yusya' dan ditumpuk menggunung, api yang dinanti-nanti benar-benar turun. Namun, api tersebut tidak membakar dan menghanguskan. Ada apa gerangan?

Nabi Yusya' menegur, “Pasti ada ghulul di antara kalian! Masing-masing suku harus mengirimkan satu orang perwakilannya untuk berbaiat kepadaku!”

Ternyata, ada satu orang di antara mereka yang tanggannya lengket di tangan Yusya'. Beliau lalu memastikan, “Di suku kalianlah perbuatan ghulul itu! Sekarang, seluruh prajurit dari suku kalian harus berbaiat kepadaku!”

Akhirnya, dari semua anggota suku yang berbaiat ada dua tau tiga dari mereka yang tangannya lengket di tangan Yusya'. Beliau pun memutuskan, “Ghulul itu ada pada kalian! Kalianlah yang berbuat ghulul!”

Kemudian, orang-orang tadi mengeluarkan emas sebesar kepala sapi yang disembunyikan sebelumnya. Lalu emas tersebut dikumpulkan menjadi satu dengan harta ghanimah yang telah ada sebelumnya. Api pun turun dari langit dan menghanguskan harta itu semua.

Setelah itu, seterusnya Baitul Maqdis dikuasai oleh Bani Israil. Yusya' bin Nun tetap berada di tengah-tengah mereka untuk membimbing, mengarahkan, dan memimpin sampai beliau meninggal dunia pada usia 127 tahun. Jarak waktu antara wafatnya Musa dengan Yusya' adalah 27 tahun. Semoga keberkahan selalu tercurah untuk Yusya' bin Nun. Wallahu a'lam.


Sumber: Majalah Qudwah edisi 3 volume 01/ 1433 Hijriyah/ 2012 Masehi rubrik Anbiya'. Pemateri: Ustadz Abu Nasim Mukhtar.