Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 4495

٢١ – بَابُ ﴿إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ﴾ ۝١٥٨
21. Bab “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 158).

شَعَائِرُ: عَلاَمَاتٌ، وَاحِدَتُهَا شَعِيرَةٌ، وَقَالَ ابۡنُ عَبَّاسٍ: الصَّفۡوَانُ الۡحَجَرُ، وَيُقَالُ: الۡحِجَارَةُ الۡمُلۡسُ الَّتِي لَا تُنۡبِتُ شَيۡئًا، وَالۡوَاحِدَةُ صَفۡوَانَةٌ، بِمَعۡنَى الصَّفَا، وَالصَّفَا لِلۡجَمِيعِ.
Sya’a`ir adalah alamat-alamat, bentuk tunggalnya adalah sya’irah. Ibnu ‘Abbas mengatakan: shafwan adalah batu. Dan ada yang berkata: Batu licin yang tidak dapat menumbuhkan sesuatu pun. Bentuk tunggalnya adalah shafwanah semakna dengan shafa, hanya saja shafa untuk jamak.
٤٤٩٥ - حَدَّثَنَا عَبۡدُ اللهِ بۡنُ يُوسُفَ: أَخۡبَرَنَا مَالِكٌ، عَنۡ هِشَامِ بۡنِ عُرۡوَةَ، عَنۡ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ: قُلۡتُ لِعَائِشَةَ زَوۡجِ النَّبِيِّ ﷺ، وَأَنَا يَوۡمَئِذٍ حَدِيثُ السِّنِّ: أَرَأَيۡتِ قَوۡلَ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: ﴿إِنَّ الصَّفَا وَالۡمَرۡوَةَ مِنۡ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنۡ حَجَّ الۡبَيۡتَ أَوِ اعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَنۡ يَطَّوَّفَ بِهِمَا﴾ [١٥٨] فَمَا أُرَى عَلَى أَحَدٍ شَيۡئًا أَنۡ لَا يَطَّوَّفَ بِهِمَا؟ فَقَالَتۡ عَائِشَةُ: كَلَّا، لَوۡ كَانَتۡ كَمَا تَقُولُ، كَانَتۡ: فَلاَ جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَنۡ لَا يَطَّوَّفَ بِهِمَا، إِنَّمَا أُنۡزِلَتۡ هَذِهِ الۡآيَةُ فِي الۡأَنۡصَارِ، كَانُوا يُهِلُّونَ لِمَنَاةَ، وَكَانَتۡ مَنَاةُ حَذۡوَ قُدَيۡدٍ، وَكَانُوا يَتَحَرَّجُونَ أَنۡ يَطُوفُوا بَيۡنَ الصَّفَا وَالۡمَرۡوَةِ، فَلَمَّا جَاءَ الۡإِسۡلَامُ سَأَلُوا رَسُولَ اللهِ ﷺ عَنۡ ذٰلِكَ فَأَنۡزَلَ اللهُ: ﴿إِنَّ الصَّفَا وَالۡمَرۡوَةَ مِنۡ شَعَائِرِ اللهِ فَمَنۡ حَجَّ الۡبَيۡتَ أَوِ اعۡتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَنۡ يَطَّوَّفَ بِهِمَا﴾ [١٥٨]. [طرفه في: ١٦٤٣].
4495. ‘Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik mengabarkan kepada kami, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, beliau berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam keadaan aku masih muda umurnya: Apa pendapatmu tentang firman Allah tabaraka wa ta’ala, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya.” (QS. Al-Baqarah: 158), aku berpendapat tidak ada dosa bagi seseorang yang tidak sai antara Shafa dan Marwah? ‘Aisyah mengatakan: Sekali-kali tidak demikian. Kalau pengertiannya seperti yang engkau katakan, maka ayat itu berarti tidak ada dosa untuk tidak sai antara Shafa dan Marwah. Akan tetapi ayat ini turun tentang kaum Ansar. Mereka dahulu berihram untuk berhala Manat dan Manat menghadap Qudaid. Mereka menjauhi sai antara Shafa dan Marwah karena takut dosa. Ketika Islam datang, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal itu. Lalu Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya.” (QS. Al-Baqarah: 158).