Cari Blog Ini

Tubba', Raja yang Saleh dan Rakyatnya yang Durhaka

Allah subhanahu wa taala selalu mengutus pada setiap umat seorang rasul, yang menyeru mereka agar menyembah-Nya saja, takut kepada-Nya dan menaati utusan-Nya.
وَإِن مِّنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌ
“Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” [Q.S. Fathir: 24]

Mereka diutus untuk diimani, diyakini segala yang disampaikan, ditaati segala yang dititahkan. Namun banyak dari umat manusia yang justru ingkar kepada utusan Allah, mendustakan berita yang tersampaikan, membangkang dari apa yang diperintahkan. Kebanyakan mereka adalah para pembesar kaum, orang-orang yang bergelimang dengan kemewahan.
وَمَآ أَرْسَلْنَا فِى قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَآ إِنَّا بِمَآ أُرْسِلْتُم بِهِۦ كَـٰفِرُونَ
“Dan tidaklah Kami mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, ‘Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya.’” [Q.S. Saba: 34]

Tatkala suatu kaum mendustakan utusan Allah, maka Allah subhanahu wa taala pun mengazab mereka di dunia. Sedangkan azab yang telah disiapkan di akherat bagi orang-orang yang berbuat zalim lebih menyakitkan. Lihatlah kesudahan kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam, umat manusia yang pertama kali diutus kepada mereka rasul-Nya.
وَقَوْمَ نُوحٍ لَّمَّا كَذَّبُوا۟ ٱلرُّسُلَ أَغْرَقْنَـٰهُمْ وَجَعَلْنَـٰهُمْ لِلنَّاسِ ءَايَةً ۖ وَأَعْتَدْنَا لِلظَّـٰلِمِينَ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih.” [Q.S. Al Furqan: 37]

Tersebit di dalam Al Quran, sebuah kaum yang juga Allah subhanahu wa taala hancurkan karena membangkang Rasul dan tidak mengimani hari kebangkitan. Kaum Tubba’, sekelompok umat manusia yang menurut sejarawan tinggal di negeri Yaman, negeri yang berada di pesisir selatan jazirah Arabia. Mereka adalah orang Arab dari garis keturunan Qahthan, yang juga dikenal dengan suku Arab ‘Aribah.

Kaum ini dan nasib mereka Allah subhanahu wa taala sebutkan dalam Surat Qaf:
وَقَوْمُ تُبَّعٍ ۚ كُلٌّ كَذَّبَ ٱلرُّسُلَ فَحَقَّ وَعِيدِ
“Serta kaum Tubba’, semuanya telah mendustakan rasul-rasul maka sudah semestinyalah mereka mendapat ancaman-Ku.” [Q.S. Qaf: 14]

Dan juga dalam Surat Ad Dukhan:
إِنَّ هَـٰٓؤُلَآءِ لَيَقُولُونَ ۝٣٤ إِنْ هِىَ إِلَّا مَوْتَتُنَا ٱلْأُولَىٰ وَمَا نَحْنُ بِمُنشَرِينَ ۝٣٥ فَأْتُوا۟ بِـَٔابَآئِنَآ إِن كُنتُمْ صَـٰدِقِينَ ۝٣٦ أَهُمْ خَيْرٌ أَمْ قَوْمُ تُبَّعٍ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۚ أَهْلَكْنَـٰهُمْ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ مُجْرِمِينَ
“Sesungguhnya mereka (kaum musyrik) itu benar-benar berkata, ‘Tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan. “Maka datangkanlah (kembali) bapak-bapak kami jika kamu memang orang-orang yang benar.” Apakah mereka (kaum musyrikin) yang lebih baik ataukah kaum Tubba’ dan orang-orang yang sebelum mereka. Kami telah membinasakan mereka karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdosa.” [Q.S. Ad Dukhan: 34-37]

Allah subhanahu wa taala hanya menyebutkan bahwa mereka adalah kaum yang telah mendustakan Rasul. Tidaklah disebutkan dalam Al Kitab, siapa rasul yang telah diutus kepada kaum ini. Keberadaan mereka dan kisah mereka pun secara detail tak disinggung dalam riwayat-riwayat hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang jelas, menurut keterangan ahli tafsir dan sejarawan, Tubba’ bukanlah nama kaum ini. Ia adalah gelar bagi raja yang berkuasa atas tiga bangsa besar di Negeri Yaman yaitu Himyar, Saba’, dan Hadhramaut.

Ada beberapa kemungkinan, kenapa raja-raja Yaman digelari Tubba’. Sebagian menilai dikarenakan raja ini banyak ditaati oleh raja-raja yang berada di sepanjang pesisir Yaman. Memang, ada hubungan makna dengan asal kata tubba’ yaitu (تبع) yang maknanya adalah ditaati.

Pendapat lain menyebutkan bahwa penamaan raja Yaman dengan gelar tubba’ dikarenakan ia selalu mengikuti arah terbitnya matahari, ibarat bayangan yang selalu muncul di tempat manapun yang mendapat pancaran sinar mentari. Maksud ucapan mereka wallahu A’lam, tubba’ diberi kekuatan untuk berjalan dan menjelajah muka bumi, berekspansi ke berbagai penjuru dunia. Di manapun matahari itu terbit di suatu negeri maka negeri itu pun berusaha ia tuju dan ia taklukkan hingga bertekuk lutut di bawah kekuasaannya.

Siapakah Tubba’ yang Allah subhanahu wa taala sebutkan dalam Al Quran? Terjadi silang pendapat, apakah ia juga seorang Rasul yang diutus kepada kaumnya. Atau hanya seorang raja dan penguasa saja? Wallahu A’lam, pendapat yang dipilih oleh para ahli sejarah bahwa Tubba’ hanyalah seorang raja/penguasa yang saleh. Seorang raja yang beriman dan menjalankan syariat Nabi di zamannya.

Ibnu Katsir dan para ahli sejarah menuturkan bahwa Tubba’ yang disebut dalam Al Quran bernama As’ad Abu Kuraib. Berkuasa selama 326 tahun.

Adapun rakyatnya, mereka adalah umat pembangkang. Tak patuh dengan sang raja, tidak mau menempuh hidayah yang telah ditempuh dan dijalani rajanya sendiri. Oleh sebab itu Allah subhanahu wa taala mencela kaum Tubba’ dan bukan mencela Tubba’.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Tubba’ singgah sesaat di Yatsrib di tengah-tengah perjalanannya. Dia mengutus duta guna menemui para pendeta Yahudi yang tinggal di sana. Dalam pesan yang dibawa oleh utusan itu disampaikan, “Aku ingin menghancurkan negeri ini agar tidak dihuni lagi oleh penganut Yahudi sehingga agama bangsa Arab menjadi jaya.”

Berkata Samuel - pendeta Yahudi yang paling berilmu saat itu di Yatsrib, “Wahai raja, ini adalah sebuah negeri yang akan menjadi tempat hijrah Nabi dari keturunan Isma’il. Nabi itu akan terlahir di Makkah. Namanya “Ahmad.” Kemudian Samuel menyebutkan ciri-ciri nabi tersebut seperti yang ia dapatkan dari Kitab Taurat.

Mendengar jawaban ini Tubba’ berujar, “Kalau begitu tidak ada jalan bagi saya untuk berbuat banyak di sini. Aku tidak mau kehancuran kota ini terjadi gara-gara tanganku. Ia berpesan secara khusus untuk Kabilah Aus dan Khazraj agar tetap bermukim di Yatsrib. Apabila datang Nabi yang telah dijanjikan, bantu dan tolonglah dia. Dan jangan lupa, sampaikan pesan-pesanku ini kepada anak-cucu kalian.

Ditulislah sepucuk surat berisi pernyataan keimanannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lantas dititipkan kepada penduduk Yatsrib. Diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi hingga berada di tangan Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang rumahnya menjadi tempat persinggahan Nabi ketika baru sampai di Kota Madinah.

Raja inilah yang berhasil menjalankan ekspansi ke beberapa negeri-negeri nun jauh di sana. Berhasil menembus India dan menaklukkan negeri-negeri di dalamnya. Diceritakan juga bahwa ia berjalan menuju Makkah dengan niat merobohkan Ka’bah. Tiba-tiba saja dia tertimpa penyakit aneh yang tak bisa ditangani oleh para tabib.

Dalam barisan ajudan-ajudannya ada sejumlah orang alim yang menerka bahwa penyakit yang diderita sang raja adalah akibat niat buruknya terhadap Rumah Allah. Karenanya mereka menasihati supaya raja meminta ampun kepada Allah dan membatalkan segala niatan jeleknya.

Raja menerima nasehat tersebut dan bernazar untuk selalu memuliakan Ka’bah. Benarlah apa yang diperkirakan oleh para pengawalnya. Dengan izin Allah subhanahu wa taala, penyakit itu pun hilang setelah dia beristighfar dan dialah yang kemudian menutup Ka’bah dengan kain beludru dari Yaman. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-5 masehi, kurang lebih satu abad sebelum kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kisah kaum Tubba’ walaupun tidak disebutkan secara rinci dalam Al Quran, namun demikian tersohor di kalangan Bangsa Arab. Zaman mereka tidak sebegitu jauh dengan masa Islam. Dan negeri mereka pun juga negeri yang dekat, masih dalam satu jazirah, jazirah Arabia. Oleh sebab itu Allah menyebutkannya dan menjadikan nasib buruk dan kebinasaan mereka sebagai peringatan bagi orang-orang yang mendustakan Rasul-Nya.

Tubba’, sang raja yang saleh begitu gigih mengajak kaumnya untuk beriman kepada Allah dan rasul yang diutus di zaman itu. Kaumnya pun beriman secara lahiriah. Sayang, ketika sang raja mangkat, mereka murtad dan kembali menyembah berhala-berhala serta api. Itulah yang menyebabkan Allah subhanahu wa taala murka lalu menurunkan azab pedih yang membinasakan mereka semua.
وَمَا ظَلَمْنَـٰهُمْ وَلَـٰكِن ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ۖ فَمَآ أَغْنَتْ عَنْهُمْ ءَالِهَتُهُمُ ٱلَّتِى يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مِن شَىْءٍ لَّمَّا جَآءَ أَمْرُ رَبِّكَ ۖ وَمَا زَادُوهُمْ غَيْرَ تَتْبِيبٍ
“Dan Kami tidaklah menzalimi mereka. Tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, maka tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Rabbmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” [Q.S. Huud: 101].


Sumber: Majalah Qudwah edisi 31 vol. 3 1436 H/ 2015 M rubrik Samawi. Pemateri: Ustadz Abu Humaid Fauzi bin Isnaini.