Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah pejuang Islam yang masuk Islam di Makkah sebelum adanya syariat hijrah. Nama beliau adalah Martsad bin Kannaz bin Hushain bin Yarbu’ bin Tharif bin Kharatsah bin Ubaid bin Saad bin Auf bin Kaab bin Jilaan bin Ghanam Al Ghanawi. Beliau, ayah beliau, serta putra beliau Abu Yazid Unais bin Martsad adalah shahabat Nabi. Beliau dan ayah beliau termasuk dari para pembesar shahabat yang mengikuti peristiwa hijrah ke Madinah. Selain memiliki keistimewaan mengikuti hijrah, Martsad bin Abi Martsad turut serta pula dalam mengikuti perang Badar dan perang Uhud. Dalam perang Badar, beliau menjadi pasukan penunggang kuda. Dalam perang Badar, pasukan kuda hanya berjumlah tiga orang. Hal itu dikarenakan niatan utama pasukan muslimin adalah untuk mencegat kafilah dagang saja, tanpa ada niatan perang. Mereka adalah Miqdad bin Amr sebagai pemimpinnya, Martsad bin Abi Martsad, dan Zubair bin Awwam. Oleh karenanya ketiganya mendapatkan ghanimah lebih banyak dibanding pasukan lainnya, disebabkan dalam Islam bagian ghanimah untuk para penunggang kuda yang berperang lebih banyak dibanding yang lainnya.
Beliau dan ayahnya adalah termasuk halif (sekutu) Hamzah bin Abdil Muthalib. Di Negeri Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan beliau dengan Aus bin Ash Shamit, adapun ayah beliau dipersaudarakan dengan saudara Aus, yaitu Ubadah bin Ash Shamit. Tercatat bahwa ayah beliau termasuk ahlu shuffah.
Dahulu Martsad adalah seorang yang memiliki peran penting dalam membantu kaum muslimin yang tertahan di Makkah untuk hijrah ke Negeri Madinah. Di antara mereka ada yang ditahan keluarganya sehingga membutuhkan pertolongan untuk lepas dari penahanan tersebut. Maka, Martsad adalah seorang yang diberi tugas oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengambil kaum muslimin di Makkah agar bisa berhijrah ke Madinah. Tentu saja ini adalah tugas yang berat, mengingat jarak tempuh dan risiko yang harus dihadapi. Maka tugas inipun dibebankan kepada beliau. Hal ini karena kekuatan, ketangkasan, dan kemampuan beliau yang besar.
Di antara ayat Al Quran ada yang turun tentang beliau. Ayat tersebut adalah:
ٱلزَّانِى لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوۡ مُشۡرِكَةً وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوۡ مُشۡرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“Orang laki-laki pezina, yang dinikahinya ialah perempuan pezina pula atau perempuan musyrik. Perempuan pezina jodohnya ialah laki-laki pezina pula atau laki-laki musyrik, dan diharamkan yang demikian itu atas orang yang beriman.” [Q.S. An Nur: 3]
Ayat ini turun dikarenakan beliau meminta saran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang niatan untuk menikahi seorang wanita pezina yang merupakan teman beliau dahulu di masa jahiliyah di Makkah. Maka turunlah ayat tentang larangan menikahi wanita pezina ini. Maka beliau pun tunduk dengan hukum Allah subhanahu wa ta’ala.
KISAH HEROIK MENJEMPUT SYAHID
Berita kematian beliau adalah berita heroik tentang perjuangan dalam menegakkan Islam. Bagaimana tidak, sekelompok kecil muslimin, tak lebih dari jumlah sepuluh harus menghadapi kabilah-kabilah musyrikin yang menyerang mereka dengan cara yang curang. Inilah kisah pertempuran Ar Rajii’. Peristiwa Ar Rajii’ adalah di antara peristiwa yang menyebabkan kesedihan mendalam bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin. Kejadian ini terjadi di awal tahun 3-4 hijriyyah di bulan Shafar, tepatnya 36 bulan setelah hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah kejadian pertempuran Uhud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim sekelompok para penghapal Al Quran berjumlah enam orang ke Adhal, Al Qaarah, dan Bani Lihyaan setelah mereka secara langsung meminta delegasi kepada Rasulullah untuk mengajari Al Quran. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengirimkan orang-orang Islam terbaik. Mereka adalah Martsad bin Abi Martsad, Ashim bin Tsabit bin Abil Aqlah, Hubaib bin Ady, Khalid bin Al Bukair, Zaid bin Ad Datsinah, dan Abdullah bin Taariq. Tujuan pengiriman ini adalah untuk mengajarkan Al Quran dan syariat Islam. Diperselisihkan siapakah yang menjadi ketua rombongan. Ada yang menyebut Martsad, ada pula yang menyebut Ashim bin Tsabit.
Akan tetapi saat tiba di Al Had’ah, sebuah daerah yang terletak antara Makkah dan Ashfan, suku Adhal dan Al Qarrah berkhianat dan meminta bantuan kepada kabilah Hudhail untuk memerangi mereka. Terbunuhlah 3 orang di antara mereka, setelah pertempuran mati-matian menyelamatkan akidah dan keyakinan. Mereka yang terbunuh adalah Martsad bin Abi Martsad, Ashim bin Tsabit, dan Khalid bin Al Bukair. Adapun tiga yang lainnya berhasil ditawan. Mereka berhasil menawan ketiga shahabat ini setelah mereka tidak bisa menghujani ketiganya dengan anak panah, dikarenakan ketiganya naik ke daerah yang tinggi. Maka mereka pun mengiming-imingi jaminan keamanan apabila menyerah. Maka, tatkala janji keamanan ini diterima, justru mereka menawan ketiganya. Kemudian mereka yang tertawan dengan cara licik ini dijual kepada kabilah-kabilah yang memiliki dendam terhadap ketiganya untuk dibunuh mereka. Dendam untuk membalas terbunuhnya pembesar-pembesar musyrikin dalam pertempuran Badar.
Adapun Abi Martsad, ayah beliau, tetap hidup hingga di masa Abu Bakar Ash Shidiq menjadi khalifah di tahun kedua belas hijriyyah pada umur 66 tahun. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhoi para shahabat semuanya.
[Ustadz Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 80 vol.07 1439H-2018H rubrik Figur.