Cari Blog Ini

Shahih Muslim hadits nomor 121

٥٤ - بَابُ كَوۡنِ الۡإِسۡلَامِ يَهۡدِمُ مَا قَبۡلَهُ، وَكَذَا الۡهِجۡرَةُ وَالۡحَجُّ
54. Bab Islam memusnahkan dosa sebelumnya, demikian pula hijrah dan haji

١٩٢ - (١٢١) - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ الۡمُثَنَّى الۡعَنَزِيُّ وَأَبُو مَعۡنٍ الرَّقَاشِيُّ وَإِسۡحَاقُ بۡنُ مَنۡصُورٍ، كُلُّهُمۡ عَنۡ أَبِي عَاصِمٍ - وَاللَّفۡظُ لِابۡنِ الۡمُثَنَّى -: حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ - يَعۡنِي أَبَا عَاصِمٍ - قَالَ: أَخۡبَرَنَا حَيۡوَةُ بۡنُ شُرَيۡحٍ قَالَ: حَدَّثَنِي يَزِيدُ بۡنُ أَبِي حَبِيبٍ، عَنِ ابۡنِ شِمَاسَةَ الۡمَهۡرِيِّ، قَالَ: حَضَرۡنَا عَمۡرَو بۡنَ الۡعَاصِ وَهُوَ فِي سِيَاقَةِ الۡمَوۡتِ، فَبَكَيٰ طَوِيلًا وَحَوَّلَ وَجۡهَهُ إِلَى الۡجِدَارِ، فَجَعَلَ ابۡنُهُ يَقُولُ: يَا أَبَتَاهُ أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِكَذَا؟ أَمَا بَشَّرَكَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِكَذَا؟ قَالَ: فَأَقۡبَلَ بِوَجۡهِهِ فَقَالَ: إِنَّ أَفۡضَلَ مَا نُعِدُّ شَهَادَةُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، إِنِّي قَدۡ كُنۡتُ عَلَى أَطۡبَاقٍ ثَلَاثٍ.
192. (121). Muhammad bin Al-Mutsanna Al-‘Anazi, Abu Ma’n Ar-Raqasyi, dan Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami. Mereka semua dari Abu ‘Ashim. Lafal hadis ini milik Ibnu Al-Mutsanna. Adh-Dhahhak, yakni Abu ‘Ashim, menceritakan kepada kami. Beliau berkata: Haiwah bin Syuraih mengabarkan kepada kami. Beliau berkata: Yazid bin Abu Habib menceritakan kepadaku dari Ibnu Syimasah Al-Mahri. Beliau berkata:
Kami hadir di tempat ‘Amr bin Al-‘Ash ketika beliau hampir meninggal. Beliau menangis lama dan memalingkan wajahnya ke arah tembok, sehingga putranya berkata, “Duhai ayahanda, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberimu kabar gembira dengan ini? Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberimu kabar gembira dengan ini?”
Perawi berkata: Beliau menghadapkan wajahnya seraya berkata, “Sesungguhnya seutama-utama yang kami persiapkan adalah syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Sesungguhnya aku dulu mengalami tiga fase.”
لَقَدۡ رَأَيۡتُنِي وَمَا أَحَدٌ أَشَدَّ بُغۡضًا لِرَسُولِ اللهِ ﷺ مِنِّي، وَلَا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنۡ أَكُونَ قَدِ اسۡتَمۡكَنۡتُ مِنۡهُ فَقَتَلۡتُهُ، فَلَوۡ مُتُّ عَلَى تِلۡكَ الۡحَالِ لَكُنۡتُ مِنۡ أَهۡلِ النَّارِ، فَلَمَّا جَعَلَ اللهُ الۡإِسۡلَامَ فِي قَلۡبِي أَتَيۡتُ النَّبِيَّ ﷺ فَقُلۡتُ: ابۡسُطۡ يَمِينَكَ فَلۡأُبَايِعۡكَ، فَبَسَطَ يَمِينَهُ. قَالَ: فَقَبَضۡتُ يَدِي. قَالَ: (مَا لَكَ يَا عَمۡرُو؟) قَالَ: قُلۡتُ: أَرَدۡتُ أَنۡ أَشۡتَرِطَ. قَالَ: (تَشۡتَرِطُ بِمَاذَا؟) قُلۡتُ: أَنۡ يُغۡفَرَ لِي. قَالَ: (أَمَا عَلِمۡتَ أَنَّ الۡإِسۡلَامَ يَهۡدِمُ مَا كَانَ قَبۡلَهُ؟ وَأَنَّ الۡهِجۡرَةَ تَهۡدِمُ مَا كَانَ قَبۡلَهَا؟ وَأَنَّ الۡحَجَّ يَهۡدِمُ مَا كَانَ قَبۡلَهُ؟)
Aku pernah mengalami saat ketika tidak ada seorang pun yang lebih membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada aku dan tidak ada yang lebih aku sukai hingga aku mampu membunuhnya. Andai aku meninggal pada keadaan itu, niscaya aku termasuk penduduk neraka. Lalu ketika Allah menjadikan Islam di dalam hatiku, aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Aku berkata, “Julurkan tangan kananmu agar aku bisa membaiatmu.” 
Lalu Nabi menjulurkan tangan kanannya. ‘Amr berkata: Aku menarik tanganku. 
Nabi bertanya, “Mengapa engkau wahai ‘Amr?” 
‘Amr berkata: Aku berkata, “Aku ingin mengajukan syarat.” 
Nabi bertanya, “Engkau minta syarat apa?” 
Aku berkata, “Syaratnya adalah aku diampuni.” 
Nabi bersabda, “Tidakkah engkau tahu bahwa Islam memusnahkan dosa yang sebelumnya? Dan bahwa hijrah memusnahkan dosa sebelumnya? Dan bahwa haji memusnahkan dosa sebelumnya?” 
وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ وَلَا أَجَلَّ فِي عَيۡنِي مِنۡهُ، وَمَا كُنۡتُ أُطِيقُ أَنۡ أَمۡلَأَ عَيۡنَيَّ مِنۡهُ إِجۡلَالًا لَهُ. وَلَوۡ سُئِلۡتُ أَنۡ أَصِفَهُ مَا أَطَقۡتُ، لِأَنِّي لَمۡ أَكُنۡ أَمۡلَأُ عَيۡنَيَّ مِنۡهُ، وَلَوۡ مُتُّ عَلَى تِلۡكَ الۡحَالِ لَرَجَوۡتُ أَنۡ أَكُونَ مِنۡ أَهۡلِ الۡجَنَّةِ. ثُمَّ وَلِينَا أَشۡيَاءَ مَا أَدۡرِي مَا حَالِي فِيهَا، فَإِذَا أَنَا مُتُّ، فَلَا تَصۡحَبۡنِي نَائِحَةٌ وَلَا نَارٌ، فَإِذَا دَفَنۡتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا، ثُمَّ أَقِيمُوا حَوۡلَ قَبۡرِي قَدۡرَ مَا تُنۡحَرُ جَزُورٌ، وَيُقۡسَمُ لَحۡمُهَا، حَتَّى أَسۡتَأۡنِسَ بِكُمۡ، وَأَنۡظُرَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي.
“Saat itu, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada orang yang lebih mulia di mataku daripada beliau. Aku tidak mampu menatapi beliau karena memuliakan beliau sehingga kalau aku ditanya bagaimana ciri-ciri beliau, tentu aku tidak mampu karena aku tidak pernah menatapi beliau. Kalau aku mati dalam keadaan itu, aku sungguh berharap bahwa aku menjadi penduduk janah. Kemudian banyak kejadian kami alami. Aku tidak tahu bagaimana keadaanku dalam menyikapinya. Jika aku meninggal, jangan sampai ada orang yang meratapi dan api yang menyertai pemakamanku. Jika kalian telah menguburkan aku, maka taburkan tanah ke atasku dengan hati-hati kemudian berdirilah di sekitar kuburku sekadar waktu yang diperlukan untuk menyembelih seekor unta dan membagi dagingnya sehingga aku merasa tenang dengan kalian sembari aku menunggu jawaban apa yang aku berikan kepada para (malaikat) utusan Rabb-ku.”