Cari Blog Ini

Syarh Al-Ajurrumiyyah - Tanda Jazm: Sukun

مَوۡضِعُ السُّكُونِ: 

Tempat sukun: 

قَوۡلُهُ: (فَأَمَّا السُّكُونُ فَيَكُونُ عَلَامَةً لِلۡجَزۡمِ فِي الۡفِعۡلِ الۡمُضَارِعِ الصَّحِيحِ الۡآخِرِ). 

وَقَوۡلُهُ: (فِي الۡفِعۡلِ) خَرَجَ بِهِ الۡاسۡمُ. (الۡمُضَارِعِ): خَرَجَ بِهِ الۡأَمۡرُ وَالۡمَاضِي. (الصَّحِيحِ الۡآخِرِ) خَرَجَ بِهِ: الۡمُعۡتَلُّ الۡآخِرِ؛ لِأَنَّهُ سَيَأۡتِي حُكۡمُهُ. لَكِنۡ لَا بُدَّ أَنۡ نُضِيفَ: الۡفِعۡلَ الۡمُضَارِعَ غَيۡرَ الۡمَبۡنِيِّ (الصَّحِيحَ الۡآخِرَ). 

فَلَوۡ قُلۡتَ: (لَا يَقُومَنَّ زَيۡدٌ) (لَا): نَاهِيَةٌ. (يَقُومَنَّ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ، وَلَمۡ يُجۡزَمۡ، مَعَ أَنَّ (لَا) النَّاهِيَةَ تَجۡزِمُ، لِأَنَّهُ مَبۡنِيٌّ. 

Ucapan mualif, “Adapun sukun, menjadi tanda jazm pada fiil mudhari’ yang huruf terakhirnya sahih.” 

Ucapan beliau, “Pada fiil” berarti isim tidak termasuk. “Mudhari’” berarti fiil amr dan madhi tidak termasuk. “Yang huruf terakhirnya sahih” berarti yang huruf terakhirnya sakit tidak termasuk, karena akan datang aturannya. Tetapi kita harus tambahkan: fiil mudhari’ yang huruf terakhirnya sahih yang tidak mabni

Andai engkau katakan, “لَا يَقُومَنَّ زَيۡدٌ (Zaid benar-benar tidak berdiri).” لَا nahiyah (larangan). يَقُومَنَّ adalah fiil mudhari’ namun tidak di-jazm padahal لَا nahiyah sebenarnya men-jazm-kan fiil mudhari’. Hal ini karena kata يَقُومَنَّ mabni

إِذَنۡ لَا بُدَّ مِنَ الۡإِضَافَةِ فِي الۡفِعۡلِ الۡمُضَارِعِ الصَّحِيحِ الۡآخِرِ غَيۡرِ الۡمَبۡنِيِّ. 

مِثَالُهُ أَنۡ تَقُولَ: (لَمۡ يَقُمۡ زَيۡدٌ) (يَقُمۡ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ صَحِيحُ الۡآخِرِ؛ وَلِهَٰذَا جُزِمَ بِالسُّكُونِ. 

Jadi harus dilengkapi pada fiil mudhari’ yang huruf terakhirnya sahih dan tidak mabni

Contohnya engkau katakan, “لَمۡ يَقُمۡ زَيۡدٌ (Zaid tidak berdiri).” يَقُمۡ adalah fiil mudhari’ yang huruf terakhirnya sahih, oleh karena itu di-jazm menggunakan sukun. 

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿أَلَمۡ يَعۡلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ﴾ [العلق: ١٤]. 

(يَعۡلَمۡ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ صَحِيحُ الۡآخِرِ غَيۡرُ مَبۡنِيٍّ؛ وَلِهَٰذَا جُزِمَ بِالسُّكُونِ. 

Allah taala berfirman, “أَلَمۡ يَعۡلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ (Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?).” (QS. Al-‘Alaq: 14). 

يَعۡلَمۡ adalah fiil mudhari’ yang huruf terakhirnya sahih dan bukan mabni, oleh karena ini kata ini di-jazm menggunakan sukun. 

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡ﴾ [القصص: ٧٦]. 

(تَفۡرَحۡ): مَجۡزُومٌ بِالسُّكُونِ؛ لِأَنَّهُ فِعۡلٌ مُضَارِعٌ صَحِيحُ الۡآخِرِ غَيۡرُ مَبۡنِيٍّ. 

Allah taala berfirman, “إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡ ((Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: Janganlah kamu terlalu bangga).” (QS. Al-Qashash: 76). 

تَفۡرَحۡ di-jazm dengan sukun karena merupakan fiil mudhari’ yang huruf akhirnya sahih dan bukan mabni

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱللَّهَ غَـٰفِلًا﴾ [إبراهيم: ٤٢]. 

(لَا): نَاهِيَةٌ. 

(تَحۡسَبَنَّ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ لَكِنۡ لَمۡ يُجۡزَمۡ؛ لِأَنَّهُ مَبۡنِيٌّ، وَإِنَّمَا كَانَ مَبۡنِيًّا لِاتِّصَالِهِ بِنُونِ التَّوۡكِيدِ. 

Allah taala berfirman, “وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱللَّهَ غَـٰفِلًا (Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai).” (QS. Ibrahim: 42). 

لَا adalah nahiyah/larangan. 

تَحۡسَبَنَّ adalah fiil mudhari’ tetapi tidak di-jazm karena kata tersebut mabni. Kata tersebut mabni karena bersambung dengan nun taukid

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ﴾ [الإخلاص: ٤]، (يَكُنۡ) مَجۡزُومٌ بِالسُّكُونِ، لِأَنَّهُ فِعۡلٌ مُضَارِعٌ صَحِيحُ الۡآخِرِ غَيۡرُ مَبۡنِيٍّ. 

Allah taala berfirman, “وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ (dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia).” (QS. Al-Ikhlash: 4). يَكُنۡ di-jazm dengan sukun karena merupakan fiil mudhari’ yang huruf terakhirnya sahih dan bukan mabni

(لَمۡ يَقُمۡ). 

(لَمۡ): حَرۡفُ نَفۡيٍ وَجَزۡمٍ وَقَلۡبٍ. 

(يَقُمۡ): فِعۡلٌ مُضَارِعٌ مَجۡزُومٌ بِـ(لَمۡ) وَعَلَامَةُ جَزۡمِهِ السُّكُونُ. 

“لَمۡ يَقُمۡ (Dia tidak berdiri).” 

لَمۡ adalah huruf nafi, jazm, dan qalb

يَقُمۡ adalah fiil mudhari’ yang di-jazm dengan لَمۡ. Tanda jazm-nya adalah sukun. 

إِذَنۡ، مَتَى كَانَ الۡفِعۡلُ الۡمُضَارِعُ مَجۡزُومًا، وَهُوَ صَحِيحُ الۡآخِرِ غَيۡرُ مَبۡنِيٍّ، وَجَبَ أَنۡ نُسَكِّنَهُ، فَنَقُولُ: (لَمۡ يَكُنۡ)، (لَمۡ يَضۡرِبۡ)، (لَمۡ يَحۡسَبۡ) وَالۡأَمۡثِلَةُ كَثِيرَةٌ جَدًّا. 

Jadi kapan saja fiil mudhari’ di-jazm dalam keadaan huruf akhirnya sahih dan tidak mabni, maka harus kita sukun. Sehingga kita katakan, “لَمۡ يَكُنۡ”, “لَمۡ يَضۡرِبۡ”, “لَمۡ يَحۡسَبۡ”. Dan contoh-contoh dalam bab ini sangat banyak.