Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 620 H) di dalam kitabnya Lum'atul I'tiqad Al-Hadi ila Sabilir Rasyad berkata,
وَقَوۡلُهُ فِي الۡكُفَّارِ: ﴿وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ﴾ [الفتح: ٦].
Firman Allah taala tentang orang-orang kafir, “Allah memurkai mereka.” (QS. Al-Fath: 6).[1]
وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿ٱتَّبَعُوا۟ مَآ أَسۡخَطَ ٱللَّهَ﴾ [محمد: ٢٨].
Firman Allah taala yang artinya, “Hal itu karena mereka mengikuti hal-hal yang membuat Allah murka.” (QS. Muhammad: 28).[2]
Syekh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam syarahnya berkata,
[1] الصِّفَةُ السَّابِعَةُ: الۡغَضَبُ: الۡغَضَبُ مِنۡ صِفَاتِ اللهِ الثَّابِتَةِ لَهُ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ السَّلَفِ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيمَنۡ قَتَلَ مُؤۡمِنًا مُتَعَمِّدًا: ﴿وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ﴾ [النساء: ٩٣].
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: (إِنَّ اللهَ كَتَبَ كِتَابًا عِنۡدَهُ فَوۡقَ الۡعَرۡشِ إِنَّ رَحۡمَتِي تَغۡلِبُ غَضَبِي). متفق عليه.
وَأَجۡمَعَ السَّلَفُ عَلَى ثُبُوتِ الۡغَضَبِ لِلهِ فَيَجِبُ إِثۡبَاتُهُ مِنۡ غَيۡرِ تَحۡرِيفٍ وَلَا تَعۡطِيلٍ وَلَا تَكۡيِيفٍ وَلَا تَمۡثِيلٍ. وَهُوَ غَضَبٌ حَقِيقِيٌّ يَلِيقُ بِاللهِ.
Sifat ketujuh: Ghadhab (marah/murka).
Marah/murka termasuk sifat Allah yang pasti untuk-Nya berdasarkan Alquran, sunah, dan kesepakatan ulama salaf.
Allah taala berfirman tentang orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, “Allah memurkainya dan melaknatnya.” (QS. An-Nisa`: 92).
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis suatu tulisan di sisi-Nya di atas arasy: Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih; HR. Al-Bukhari nomor 3194 dan Muslim nomor 2751).
Ulama salaf sepakat akan kepastian sifat murka bagi Allah. Maka, wajib menetapkannya tanpa tahrif (menyelewengkan makna), ta’thil (menolaknya), takyif (mempertanyakan bagaimananya), dan tamtsil (menyerupakannya). Itu adalah kemarahan hakiki yang layak untuk Allah.
وَفَسَّرَهُ أَهۡلُ التَّعۡطِيلِ بِالۡاِنۡتِقَامِ وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِمَا سَبَقَ فِي الۡقَاعِدَةِ الرَّابِعَةِ وَبِوَجۡهٍ رَابِعٍ أَنَّ اللهَ تَعَالَى غَايَرَ بَيۡنَ الۡغَضَبِ وَالۡاِنۡتِقَامِ فَقَالَ تَعَالَى: ﴿فَلَمَّآ ءَاسَفُونَا﴾ أَيۡ: أَغۡضَبُونَا، ﴿ٱنتَقَمۡنَا مِنۡهُمۡ﴾ [الزخرف: ٥٥] فَجَعَلَ الۡاِنۡتِقَامَ نَتِيجَةً لِلۡغَضَبِ فَدَلَّ عَلَى أَنَّهُ غَيَّرَهُ.
Para penolak sifat menafsirkannya dengan penyiksaan. Namun kita bantah mereka dengan kaidah keempat yang telah lewat. Juga dengan sisi keempat, bahwa Allah taala membedakan antara kemurkaan dengan penyiksaan. Allah taala berfirman yang artinya, “Ketika mereka membuat Kami murka, maka Kami siksa mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 55).
Allah menjadikan penyiksaan sebagai hasil dari kemurkaan. Ini menunjukkan bahwa Allah membedakannya.
[2] الصِّفَةُ الثَّامِنَةُ: السَّخَطُ:
السَّخَطُ مِنۡ صِفَاتِ اللهِ الثَّابِتَةِ بِالۡكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَإِجۡمَاعِ السَّلَفِ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ ٱتَّبَعُوا۟ مَآ أَسۡخَطَ ٱللَّهَ﴾ [محمد: ٢٨].
وَكَانَ مِنۡ دُعَاءِ النَّبِيِّ ﷺ: (اللّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مَنۡ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنۡ عُقُوبَتِكَ...) الۡحَدِيث رَوَاهُ مُسۡلِمٌ.
وَأَجۡمَعَ السَّلَفُ عَلَى ثُبُوتِ السَّخَطِ لِلهِ.
Sifat kedelapan: Sakhath (murka).
Murka termasuk sifat Allah yang pasti berdasarkan Alquran, sunah, dan kesepakatan ulama salaf.
Allah taala berfirman yang artinya, “Hal itu karena mereka mengikuti hal-hal yang membuat Allah murka.” (QS. Muhammad: 28).
Termasuk doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Ya Allah, aku berlindung dengan rida-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan pemaafan-Mu dari hukuman-Mu...” (HR. Muslim nomor 486).
Ulama salaf bersepakat akan kepastian sifat murka bagi Allah.
فَيَجِبُ إِثۡبَاتُهُ لَهُ مِنۡ غَيۡرِ تَحۡرِيفٍ وَلَا تَعۡطِيلٍ وَلَا تَكۡيِيفٍ وَلَا تَمۡثِيلٍ.
وَهُوَ سَخَطٌ حَقِيقِيٌّ يَلِيقُ بِاللهِ.
وَفَسَّرَهُ أَهۡلُ التَّعۡطِيلِ بِالۡاِنۡتِقَامِ، وَنَرُدُّ عَلَيۡهِمۡ بِمَا سَبَقَ فِي الۡقَاعِدَةِ الرَّابِعَةِ.
Maka wajib menetapkan sifat murka bagi Allah tanpa tahrif (menyelewengkan makna), ta’thil (menolaknya), takyif (mempertanyakan bagaimananya), dan tamtsil (menyerupakannya).
Itu adalah sifat murka yang hakiki yang layak untuk Allah.
Para penolak sifat Allah menafsirkannya dengan penyiksaan, namun kita bantah mereka dengan kaidah keempat yang telah lewat.