Cari Blog Ini

Isra Mikraj

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Syarh Lum'atil I'tiqad berkata:

الۡإِسۡرَاءُ لُغَةً: السَّيۡرُ بِالشَّخۡصِ لَيۡلًا وَقِيلَ: بِمَعۡنَى سَرَى.

وَشَرۡعًا: سَيۡرُ جِبۡرِيلُ بِالنَّبِيِّ ﷺ مِنۡ مَكَّةَ إِلَى بَيۡتِ الۡمَقۡدِسِ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿سُبۡحَانَ الَّذِي أَسۡرَى بِعَبۡدِهِ لَيۡلًا مِنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ إِلَى الۡمَسۡجِدِ الۡأَقۡصَا﴾ الۡآيَة [الإسراء: ١].

Isra secara bahasa Arab artinya memperjalankan seseorang di malam hari. Ada pula yang berpendapat isra semakna dengan sara (berjalan di malam hari). Adapun secara syariat artinya perjalanan malam Jibril dengan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dari Makkah sampai Baitulmakdis, berdasarkan firman Allah taala, “Mahasuci Allah yang memperjalankan hamba-Nya di malam hari dari Masjidilharam sampai Masjidilaqsa...” (QS. Al-Isra`: 1).

وَالۡمِعۡرَاجُ: لُغَةً: الۡآلَةُ الَّتِي يُعۡرَجُ بِهَا وَهِيَ الۡمِصۡعَدُ.

وَشَرۡعًا: السُّلَّمُ الَّذِي عَرَجَ بِهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ مِنَ الۡأَرۡضِ إِلَى السَّمَاءِ لِقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ ۝١ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ﴾ [النجم: ١، ٢] إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿لَقَدۡ رَأَىٰ مِنۡ ءَايَٰتِ رَبِّهِ ٱلۡكُبۡرَىٰٓ﴾ [النجم: ١٨].

Mikraj secara bahasa Arab artinya alat yang digunakan untuk naik. Secara syariat artinya tangga yang digunakan oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—untuk naik dari bumi ke langit, berdasarkan firman Allah taala, “Demi bintang ketika telah terbenam. Sahabat kalian tidak tersesat dan tidak keliru.” (QS. An-Najm: 1-2). Sampai firman-Nya, “Dia telah melihat sebagian tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 18).

وَكَانَا فِي لَيۡلَةٍ وَاحِدَةٍ عِنۡدَ الۡجُمۡهُورِ.

وَلِلۡعُلَمَاءِ خِلَافٌ مَتَى كَانَتۡ؟

فَيُرۡوَى بِسَنَدٍ مُنۡقَطِعٍ عَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ وَجَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُمۡ أَنَّهَا لَيۡلَةُ الۡاِثۡنَيۡنِ الثَّانِي عَشَرَ مِنۡ رَبِيعِ الۡأَوَّلِ وَلَمۡ يُعَيِّنَا السَّنَةَ. رَوَاهُ ابۡنُ أَبِي شَيۡبَةَ.

Kedua kejadian ini terjadi dalam satu malam menurut jumhur ulama. Ulama berbeda pendapat kapan peristiwa ini terjadi. Diriwayatkan dengan sanad yang terputus dari Ibnu ‘Abbas dan Jabir—radhiyallahu ‘anhum—bahwa peristiwa ini terjadi pada malam Senin tanggal dua belas Rabiulawal namun tahunnya tidak disebutkan. Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah.

وَيُرۡوَى عَنِ الزُّهۡرِيِّ وَعُرۡوَةَ: أَنَّهَا قَبۡلَ الۡهِجۡرَةِ بِسَنَةٍ، رَوَاهُ الۡبَيۡهَقِيُّ فَتَكُونُ فِي رَبِيعِ الۡأَوَّلِ وَلَمۡ يُعَيِّنَا اللَّيۡلَةَ، وَقَالَهُ ابۡنُ سَعۡدٍ وَغَيۡرُهُ وَجَزِمَ بِهِ النَّوَوِيُّ.

وَيُرۡوَى عَنِ السُّدِّيِّ: أَنَّهَا قَبۡلَ الۡهِجۡرَةِ بِسِتَّةِ عَشَرَ شَهۡرًا، رَوَاهُ الۡحَاكِمُ، فَتَكُونُ فِي ذِي الۡقَعۡدَةِ

وَقِيلَ: قَبۡلَ الۡهِجۡرَةِ بِثَلَاثِ سِنِينَ.

وَقِيلَ: بِخَمۡسٍ.

وَقِيلَ: بِسِتٍّ.

Juga diriwayatkan dari Az-Zuhri dan ‘Urwah bahwa peristiwa ini terjadi satu tahun sebelum hijrah. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Berarti peristiwa ini terjadi di bulan Rabiulawal namun tidak disebutkan malam apa. Ini adalah pendapat Ibnu Sa’d dan selain beliau. An-Nawawi memastikan kebenaran pendapat ini.

Diriwayatkan pula dari As-Suddi bahwa peristiwa ini terjadi enam belas bulan sebelum hijrah. Ini diriwayatkan oleh Al-Hakim. Berarti peristiwa ini terjadi di bulan Zulkaidah.

Ada juga yang berpendapat tiga tahun sebelum hijrah. Ada yang berpendapat lima tahun dan ada yang berpendapat enam tahun.

وَكَانَ يَقۡظَةً لَا مَنَامًا؛ لِأَنَّ قُرَيۡشًا أَكۡبَرَتۡهُ وَأَنۡكَرَتۡهُ وَلَوۡ كَانَ مَنَامًا لَمۡ تُنۡكِرۡهُ لِأَنَّهَا لَا تُنۡكَرُ الۡمَنَامَاتُ.

Beliau dalam keadaan terjaga dan tidak tertidur karena orang-orang Quraisy mengingkarinya. Kalau beliau mimpi dalam keadaan tertidur, tentu mereka tidak mengingkarinya karena kalau hanya mimpi, tentu tidak akan diingkari.

وَقِصَّتُهُ أَنَّ جِبۡرِيلَ أَمَرَهُ اللهُ أَنۡ يَسۡرِيَ بِالنَّبِيِّ ﷺ إِلَى بَيۡتِ الۡمَقۡدِسِ عَلَى الۡبُرَاقِ ثُمَّ يَعۡرُجَ بِهِ إِلَى السَّمَوَاتِ الۡعُلَا سَمَاءً سَمَاءً، حَتَّى بَلَغَ مَكَانًا سَمِعَ فِيهِ صَرِيفَ الۡأَقۡلَامِ وَفَرَضَ اللهُ عَلَيۡهِ الصَّلَوَاتِ الۡخَمۡسَ وَاطَّلَعَ عَلَى الۡجَنَّةِ وَالنَّارِ وَاتَّصَلَ بِالۡأَنۡبِيَاءِ الۡكِرَامِ وَصَلَّى بِهِمۡ إِمَامًا، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مَكَّةَ فَحَدَثَ النَّاسَ بِمَا رَأَى فَكَذَّبَهُ الۡكَافِرُونَ وَصَدَّقَ بِهِ الۡمُؤۡمِنُونَ وَتَرَدَّدَ فِيهِ آخَرُونَ.

Kisahnya bahwa Jibril diperintah oleh Allah untuk memperjalankan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—ke Baitulmaqdis di atas Buraq kemudian menaikkannya ke langit yang tinggi. Satu langit demi satu langit hingga beliau sampai di suatu tempat yang beliau bisa mendengar goresan pena. Allah mewajibkan kepada beliau salat lima waktu dan memperlihatkan janah dan neraka. Beliau bisa bertemu langsung dengan para nabi yang mulia. Beliau salat mengimami mereka kemudian kembali ke Makkah. Beliau menceritakan apa yang beliau lihat kepada orang-orang. Orang-orang kafir mendustakan beliau, kaum mukminin membenarkan beliau, sedangkan yang lain meragukannya.