Cari Blog Ini

Manhajus Salikin - Kitab Shalat (8), Bab Shalat Orang yang Mempunyai Udzur

Orang yang sakit dimaafkan untuk tidak menghadiri jama’ah. Jika shalat dengan berdiri akan menambah sakitnya, maka dia shalat dengan duduk. Jika tidak mampu duduk, maka shalat dengan berbaring. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Imran bin Hushain,
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبِكَ
“Shalatlah dengan berdiri. Jika engkau tidak mampu, maka dengan duduk. Jika engkau tidak mampu, maka dengan berbaring.” (HR. Al-Bukhari[1]).
Jika sulit untuk mengerjakan shalat pada tiap waktunya, maka boleh baginya untuk menjama’ zhuhur dengan ‘ashr atau maghrib dengan ‘isya` dalam salah satu waktu. Begitu pula bagi musafir boleh untuk menjama’. Disunnahkan bagi musafir untuk mengqashar shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at, dan boleh berbuka ketika bulan Ramadhan.
Boleh dilakukan shalat khauf sesuai dengan cara yang pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Di antaranya hadits Shalih bin Khawwaat dari orang yang pernah shalat khauf bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari perang Dzatur Riqaa’,
أَنَّ طَائِفَةً صَفَّتْ مَعَهُ وَطَائِفَةً وِجَاهَ الْعَدُوِّ فَصَلَّى بِالَّذِينَ مَعَهُ رَكْعَةً ثُمَّ ثَبَتَ قَائِمًا وَأَتِمُّوا لأَنْفُسِهِمْ ثُمَّ انْصَرَفُوا وَصَفُّواوِجَاهَ الْعَدُوِّ، وَجَاءَتِ الطَّائِفَةُ الأُخْرَى فَصَلَّى بِهِمُ الرَّكْعَةَ الَّتِي بَقِيَتْ ثُمَّ ثَبَتَ جَالِسًا وَأَتِمُّوا لأَنْفُسِهِمْ ثُمَّ سَلَّمَ بِهِمْ
“Sekelompok pasukan berbaris bersama beliau, sekelompok yang lain menghadap ke musuh. Kemudian beliau shalat dengan orang-orang yang bersama beliau satu raka’at. Lalu beliau tetap berdiri dan orang-orang menyempurnakan shalat mereka sendiri. Kemudian mereka beranjak pergi dan berbaris menghadap ke musuh. Lalu sekelompok pasukan yang lain datang, kemudian Nabi shalat bersama mereka satu raka’at yang tersisa. Kemudian beliau tetap duduk dan orang-orang menyempurnakan shalat mereka, lalu beliau salam bersama mereka.” (Muttafaqun ‘alaih[2]).
Apabila rasa takut sangat kuat, maka shalatlah dengan berjalan kaki atau berkendara, baik menghadap kiblat atau selainnya, berisyarat ketika ruku’ dan sujud. Demikian pula bagi setiap orang yang mengkhawatirkan dirinya, dia shalat sesuai dengan keadaannya. Dia boleh melakukan setiap apa yang dia butuhkan untuk melakukannya, seperti ketika sedang melarikan diri atau selainnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Jika aku perintahkan kalian suatu perkara, maka kerjakanlah semampu kalian.” (Muttafaqun ‘alaih[3]).

[1] Nomor 1117.
[3] HR. Al-Bukhari (7288) dan Muslim (1337) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.