Cari Blog Ini

Syarh Al-Ushulus Sittah - Pondasi Kedua (2)

وَنَهَانَا أَنۡ نَكُونَ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخۡتَلَفُوا قَبۡلَنَا فَهَلَكُوا.
Dan Allah telah melarang kita menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sebelum kita, sehingga mereka binasa[1].
وَذَكَرَ أَنَّهُ أَمَرَ الۡمُسۡلِمِينَ بِالۡاجۡتِمَاعِ فِي الدِّينِ، وَنَهَاهُمۡ عَنِ التَّفَرُّقِ فِيهِ.
Dan Allah menyebutkan bahwa Dia memerintahkan kaum muslimin untuk bersatu di dalam agama dan melarang mereka dari berpecah belah dalam agama[2].
وَيَزِيدُهُ وُضُوۡحًا مَا وَرَدَتۡ بِهِ السُّنَّةُ مِنَ الۡعَجَبِ الۡعُجَّابِ فِي ذٰلِكَ.
Dan seluruh dalil As-Sunnah tentangnya semakin menambah jelas dari keanehan yang paling aneh dalam perkara itu[3]

[1] لَمَّا بَقَوۡا عَلَى اخۡتِلَافِهِمۡ، هَلَكُوا وَتَنَاحَرُوۡا فِيمَا بَيۡنَهُمۡ وَتقَاتَلُوا، هٰذَا شَأۡنُ أَهۡلِ الۡاخۡتِلَافِ، أَمَّا شَأۡنُ أَهۡلِ الۡاجۡتِمَاعِ فَهُوَ الۡقُوَّةُ وَزَوَالُ الۡحِقۡدِ مِنۡ قُلُوبِهِمۡ. 
﴿فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِيٓ أَنۡفُسِهِمۡ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُوا تَسۡلِيمًا ۝٦٥﴾ [النساء: ٦٥]. 
وَلَا يُرۡضِي النَّاسَ وَلَا يُنۡهِي النِّزَاعَ إِلَّا الرُّجُوعُ إِلَى كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ ﷺ. 
Tatkala mereka tetap berada di atas perselisihan mereka, mereka akan binasa, berseteru, dan bertengkar di antara mereka. Ini adalah keadaan orang-orang yang berselisih. Adapun keadaan orang-orang yang bersatu, mereka kuat dan hilang kedengkian dari hati-hati merka. 
“Demi Rabbmu, mereka tidak akan beriman sehingga mereka menjadikan engkau sebagai hakim pada perkara yang mereka perselisihkan kemudian mereka tidak mendapatkan sedikit pun keberatan dalam diri-diri mereka dari apa yang telah engkau putuskan dan mereka sepenuhnya menerima.” (QS. An-Nisa`: 65). 
Sehingga tidak ada yang membuat manusia ridha dan menyelesaikan perselisihan kecuali kembali kepada Kitab Allah dan Sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam
[2] قَالَ تَعَالَى: ﴿شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ أَنۡ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ﴾ [الشورى: ١٣]. أَيۡ: لَا يَصِيرُ كُلُّ وَاحِدٍ لَهُ دِينٌ؛ لِأَنَّ الدِّينَ وَاحِدٌ لَيۡسَ فِيهِ تَفَرُّقٌ. 
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dia telah mensyari'atkan bagi kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya.” (QS. Asy-Syura: 13). Yaitu, janganlah setiap orang memiliki agama sendiri-sendiri karena sungguh agama ini hanya satu tidak ada perpecahan di dalamnya. 
[3] نَعَمۡ، ثَبَتَ عَنِ الرَّسُولِ ﷺ مِنَ الۡأَحَادِيثِ مَا يَحُثُّ عَلَى الۡاجۡتِمَاعِ وَيَنۡهَى عَنِ التَّفَرُّقِ وَالۡاخۡتِلَافِ. 
مِثۡلُ حَدِيثِ: (فَإِنَّهُ مَنۡ يَعِشۡ مِنۡكُمۡ فَسَيَرَى اخۡتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيۡكُمۡ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الۡخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ) الۡحَدِيث. 
Ya, telah tetap hadits-hadits dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganjurkan untuk bersatu dan melarang dari berpecah belah dan berselisih. Seperti hadits yang artinya, “Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup (setelahku), maka ia akan melihat banyak perselisihan. Maka, kalian wajib berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin.”