وَبَيَانُ ضِدِّهِ الَّذِي هُوَ الشِّرۡكُ بِاللهِ.
Dan penjelasan lawan darinya yaitu syirik kepada Allah[1].
[1] ضِدُّ التَّوۡحِيدِ: الشِّرۡكُ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَالتَّوۡحِيدُ: هُوَ إِفۡرَادُ اللهِ بِالۡعِبَادَةِ، وَالشِّرۡكُ: هُوَ صَرۡفُ شَيۡءٍ مِنۡ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَةِ لِغَيۡرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، كَالذَّبۡحِ وَالنَّذرِ وَالدُّعَاءِ وَالۡاسۡتِغَاثَةِ... إِلَى آخَرِ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَاتِ، هٰذَا هُوَ الشِّرۡكُ، وَالشِّرۡكُ الۡمَقۡصُودُ هُنَا: هُوَ الشِّرۡكُ فِي الۡأُلُوهِيَّةِ، أَمَّا الشِّرۡكُ فِي الرُّبُوبِيَّةِ، فَهٰذَا غَيۡرُ مَوۡجُودٍ فِي الۡغَالِبِ.
Lawan tauhid adalah menyekutukan Allah ‘azza wa jalla. Jadi, tauhid adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Sedangkan syirik adalah memalingkan sesuatu dari jenis-jenis ibadah kepada selain Allah ‘azza wa jalla, seperti menyembelih, nadzar, berdoa, istighatsah, dan lain-lain. Inilah syirik. Dan syirik yang dimaksud di sini adalah syirik dalam perkara uluhiyyah. Adapun syirik dalam perkara rububiyyah jarang terjadi.
فَالۡأُمَمُ كُلُّهَا مُقِرَّةٌ بِتَوۡحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ اضۡطِرَارًا، لَمۡ يَجۡحَدۡهُ إِلَّا مَنۡ تَظَاهَرَ بِالۡإِنۡكَارِ، مَعَ أَنَّهُ يَعۡتَرِفُ بِهِ فِي الۡبَاطِنِ؛ لِأَنَّ الۡإِقۡرَارَ بِهِ ضَرُورِيٌّ، فَالۡجَمِيعُ يَعۡرِفُ أَنَّ هٰذَا الۡخَلۡقَ وَهٰذَا الۡكَوۡنَ لَا بُدَّ لَهُ مِنۡ خَالِقٍ، وَهٰذَا الۡخَلۡقُ الَّذِي يَسِيرُ لَا بُدَّ لَهُ مِنۡ مُدَبِّرٍ، لَيۡسَ مَوۡجُودًا بِمُجَرَّدِ الصَّدفَةِ أَوۡ مَوۡجُودًا مِنۡ نَفۡسِهِ ﴿أَمۡ خُلِقُوا مِنۡ غَيۡرِ شَيۡءٍ أَمۡ هُمُ الۡخَٰلِقُونَ ٣٥ أَمۡ خَلَقُوا السَّمَٰوَٰتِ وَالۡأَرۡضَ بَل لَّا يُوقِنُونَ ٣٦﴾ [الطور: ٣٥-٣٦].
Karena, seluruh umat pasti mengakui tauhid rububiyyah, tanpa bisa menolaknya. Tidak ada yang menentangnya kecuali orang-orang yang terang-terangan mengingkari, namun bersamaan itu ia mengakuinya di dalam batin. Karena pengakuan tauhid rububiyyah adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri. Semuanya mengetahui bahwa makhluk-makhluk dan keberadaan alam ini pasti ada penciptanya dan makhluk yang berjalan teratur ini pasti ada yang mengaturnya. Tidak bisa tercipta dengan begitu saja atau tidak bisa tercipta oleh dirinya sendiri. “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (QS. Ath-Thur: 35-36)
فَالۡإِقۡرَارُ بِتَوۡحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ ضَرُورِيٌّ وَفِطۡرِيٌّ لَكِنَّهُ لَا يَكۡفِي، لَمۡ يَكۡفِ الۡمُشۡرِكِينَ إِقۡرَارُهُمۡ بِهِ كَمَا فِي الۡقُرۡآنِ، فَالۡقُرۡآنُ صَرِيحٌ فِي هٰذَا ﴿وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ مَّنۡ خَلَقَهُمۡ﴾ [الزخروف: ٨٧] مَاذَا يُجِيبُونَ؟ يُجِيبُونَ: (اللهُ)، أَيۡ: اللهُ هُوَ الَّذِي خَلَقَنَا، هٰذَا تَوۡحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ، فَالۡمَطۡلُوبُ هُوَ تَوۡحِيدُ الۡأُلُوهِيَّةِ، هٰذَا الَّذِي حَصَلَ فِيهِ النِّزَاعَ وَالۡخِلَافَ وَالۡخِصَامَ بَيۡنَ الرُّسُلِ وَالۡأُمَمِ، وَبَيۡنَ الدُّعَاةِ إِلَى اللهِ وَبَيۡنَ النَّاسِ، هٰذَا هُوَ الَّذِي فِيهِ الۡخُصُومَةُ، فِيهِ الۡقِتَالُ، وَفِيهِ مَا يَتَعَلَّقُ بِذٰلِكَ مِنَ الۡوَلَاءِ وَالۡبَرَاءِ وَغَيۡرُ ذٰلِكَ.
Jadi, penetapan tauhid rububiyyah adalah hal yang sudah tetap dan fitrah, akan tetapi tidak cukup. Penetapan kaum musyrikin dalam tauhid rububiyyah tidak cukup bagi mereka, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur`an. Al-Qur`an jelas dalam hal ini, “Dan apabila engkau tanya mereka, siapa yang telah menciptakan mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 87). Apa jawaban mereka? Mereka menjawab, Allah. Allah lah yang telah menciptakan kami. Inilah tauhid rububiyyah. Sehingga yang dituntut adalah tauhid uluhiyyah. Inilah yang menyebabkan pertentangan, perselisihan, dan perlawanan antara para rasul dengan umat-umat, antara para dai kepada Allah dengan manusia. Dalam perkara inilah terjadi pertentangan dan peperangan. Dan dalam perkara inilah terdapat hal-hal yang berkaitan dengan itu berupa wala` (loyalitas) dan bara` (berlepas diri) dan yang selain itu.