وَكَوۡنُ أَكۡثَرُ الۡقُرۡآنِ فِي بَيَانِ هٰذَا الۡأَصۡلِ مِنۡ وُجُوهٍ شَتَّى بِكَلَامٍ يَفۡهَمُهُ أَبۡلَدُ الۡعَامَّةِ.
Dan isi Al-Qur`an paling banyak menjelaskan pondasi ini dari berbagai sisi dengan pembicaraan yang dapat dipahami oleh orang awam yang paling bodoh.
اللهُ -جَلَّ وَعَلَا- يَقُولُ: ﴿وَاعۡبُدُوا اللهَ وَلَا تُشۡرِكُوا بِهِ شَيۡئًا﴾ [النساء: ٣٦] هَلۡ هٰذَا كَلَامٌ غَامِضٌ؟ الۡعَوَامُّ يَفۡهَمُونَهُ ﴿وَاعۡبُدُوا اللهَ وَلَا تُشۡرِكُوا بِهِ شَيۡئًا﴾ يَفۡهَمُونَ مِنۡ هٰذِهِ الۡأَمۡرِ بِالۡعِبَادَةِ وَالنَّهۡيِ عَنِ الشِّرۡكِ، وَلَوۡ أَنَّهُمۡ لَمۡ يَتَعَلَّمُوا، يَعۡرِفُونَ هٰذَا مِنۡ لُغَاتِهِمۡ، هٰذِهِ آيَةٌ وَاحِدَةٌ، وَالۡقُرۡآنُ مَمۡلُوءٌ مِنۡ مِثۡلِ هٰذَا.
Allah jalla wa ‘ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kalian sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nisa`: 36). Apakah ini perkataan yang sulit dimengerti? Orang-orang awam pun memahaminya. “Sembahlah Allah dan janganlah kalian sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun.” Mereka memahami perintah untuk beribadah dan larangan dari syirik, walaupun mereka tidak mempelajarinya. Mereka mengetahuinya dari bahasa mereka. Ini baru satu ayat, sedangkan Al-Qur`an dipenuhi dengan ayat semisal ini.
هٰذِهِ الۡآيَاتُ يَمُرُّونَ عَلَيۡهَا وَيَقۡرَءُونَهَا، لَكِنۡ لَا يُفَكِّرُونَ فِيهَا، يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَاعۡبُدُوا اللهَ وَلَا تُشۡرِكُوا بِهِ شَيۡئًا﴾ [النساء: ٣٦].
Ayat-ayat tersebut mereka lewati dan baca namun mereka tidak memikirkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kalian sekutukan Dia dengan sesuatu apa pun.” (QS. An-Nisa`: 36).
وَهُمۡ يَقُولُونَ: يَا عَلِيُّ، يَا حُسَيۡنُ، يَا بَدَوِيُّ، يَا تِيجَانِيُّ، يَا عَبۡدَ الۡقَادِرِ، يَصۡرُخُونَ وَيَصِيحُونَ وَيُنَادُونَ بِأَعۡلَى أَصۡوَاتِهِمۡ: يَا فُلَانُ يَا فُلَانُ، وَفُلَانٌ هٰذَا مَيِّتٌ!!!
Namun, mereka juga mengatakan: Wahai ‘Ali, wahai Husain, wahai Badawi, wahai Tijani, wahai ‘Abdul Qadir. Mereka menjerit, berteriak, dan menyeru dengan suara yang paling keras: Wahai Fulan, wahai Fulan. Padahal si Fulan ini sudah mati.
وَهٰذَا الَّذِي يُنَادِي الۡمَيِّتَ وَيَصۡرُخُ رُبَّمَا أَنَّهُ يَحۡفَظُ الۡقُرۡآنَ بِالۡقِرَاءَاتِ السَّبۡعِ أَوۡ الۡعَشۡرِ، وَيُجَوِّدُهُ تَجۡوِيدًا مُنۡقَطِعَ النَّظِيرِ، (يُقِيمُهُ إِقَامَةَ السَّهۡمِ) -كَمَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ- لَكِنَّهُ يَعۡتَنِي بِحُرُوفِهِ وَيُضَيِّعُ حُدُودَهُ.
Orang yang menyeru dan berteriak kepada orang mayit ini terkadang ia hafal Al-Qur`an dengan tujuh atau sepuluh qiraat dan ia membacanya dengan tajwid yang tiada tandingnya. “Mereka menegakkannya selurus anak panah” sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan, akan tetapi ia memperhatikan huruf-hurufnya namun menyia-nyiakan batasan-batasannya.
يَقُولُ الۡإِمَامُ ابۡنُ الۡقَيِّمِ: الۡقُرۡآنُ كُلُّهُ فِي التَّوۡحِيدِ؛ لِأَنَّهُ إِمَّا أَمۡرٌ بِعِبَادَةِ اللهِ وَتَرۡكِ الشِّرۡكِ، وَإِمَّا بَيَانٌ لِجَزَاءِ أَهۡلِ التَّوۡحِيدِ، وَجَزَاءِ أَهۡلِ الشِّرۡكِ، وَإِمَّا فِي أَحۡكَامِ الۡحَلَالِ وَالۡحَرَامِ، وَهٰذِهِ مِنۡ حُقُوقِ التَّوۡحِيدِ، وَإِمَّا قَصَصٌ عَنِ الرُّسُلِ وَأُمَمِهِمۡ وَمَا حَصَلَ بَيۡنَهُمۡ مِنَ الۡخُصُومَاتِ، وَهٰذَا جَزَاءُ التَّوۡحِيدِ وَالشِّرۡكِ.
Imam Ibnul Qayyim berkata: Al-Qur`an seluruhnya tentang tauhid. Karena Al-Qur`an itu berisi perintah untuk beribadah kepada Allah dan meninggalkan kesyirikan, atau penjelasan balasan orang yang bertauhid dan balasan orang yang berbuat kesyirikan, atau mengenai hukum-hukum halal dan haram yang merupakan hak-hak tauhid. Atau berisi kisah-kisah para rasul dan umat mereka, serta pertentangan yang terjadi antara mereka, dan ini merupakan balasan tauhid dan syirik.
فَالۡقُرۡآنُ كُلُّهُ تَوۡحِيدٌ، مِنۡ أَوَّلِهِ إِلَى آخِرِهِ، وَمَعَ هٰذَا يَقۡرَءُونَ هٰذَا الۡقُرۡآنَ وَهُمۡ مُقِيمُونَ عَلَى الشِّرۡكِ الۡأَكۡبَرِ، وَيَقُولُونَ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا يَعۡلَمُونَ بِهَا، هُمۡ فِي وَادٍ، وَالۡقُرۡآنُ وَلَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ فِي وَادٍ آخَرَ، إِنَّمَا هِيَ أَلۡفَاظٌ عَلَى اللِّسَانِ فَقَطۡ.
Sehingga, Al-Qur`an seluruhnya adalah tauhid dari awal sampai akhirnya. Meski demikian keadaannya dan mereka membaca Al-Qur`an ini, akan tetapi mereka tetap melakukan perbuatan syirik akbar. Mereka mengatakan laa ilaaha illallaah, tapi tidak memahaminya. Mereka ada satu lembah, sedang Al-Qur`an dan laa ilaaha illallaah ada di lembah lain. Itu hanya lafazh-lafazh yang mereka ucapkan di bibir saja.
لَوۡ تَسۡأَلُ وَاحِدًا مِنۡهُمۡ: مَا مَعۡنَى لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ؟ لَقَالَ لَكَ: لَا أَدۡرِي، أَنَا لَمۡ أَتَعَلَّمۡ.
فَنَقُولُ لَهُ: إِذَنۡ أَنۡتَ تَقُولُ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا تَعۡلَمُ مَا مَعۡنَاهَا، هَلۡ هٰذَا يَلِيقُ بِالۡمُسۡلِمِ؟!
Kalau engkau tanya salah seorang dari mereka: Apa makna laa ilaaha illallaah? Niscaya ia akan menjawab: Aku tidak tahu, aku belum mempelajarinya. Maka kita katakan kepadanya: Kalau begitu, engkau katakan laa ilaaha illallaah dalam keadaan engkau tidak mengetahui maknanya. Apakah hal ini pantas bagi seorang muslim?!
تَقُولُ كَلَامًا لَا تَعۡرِفُ مَعۡنَاهُ وَلَا تَهۡتَمُّ بِهِ، أَوۡ تَقُولُ: سَمِعۡتُ النَّاسَ يَقُولُونَ شَيۡئًا فَقُلۡتُهُ، مِثۡلَمَا يَقُولُ الۡمُنَافِقُ فِي الۡقَبۡرِ إِذَا سُئِلَ: يَقُولُ: (سَمِعۡتُ النَّاسَ يَقُولُونَ شَيۡئًا فَقُلۡتُهُ) مُجَرَّدُ مُحَاكَاةٍ.
Engkau mengatakan suatu perkataan yang engkau tidak mengerti maknanya dan tidak memberikan perhatian padanya. Atau engkau mengatakan: Aku mendengar orang-orang berkata sesuatu, lalu aku pun ikut mengatakannya. Seperti ucapan orang munafik di alam kubur ketika ditanya, lalu ia mengatakan: Aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku pun ikut mengatakannya. Yaitu, karena ikut-ikutan.
كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنۡعِقُ بِمَا لَا يَسۡمَعُ إِلَّا دُعَآءً وَنِدَآءً صُمٌّ بُكۡمٌ عُمۡيٌ فَهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ ١٧١﴾ [البقرة: ١٧١] شَبَّهَهُمُ اللهُ بِالۡبَهَائِمِ الَّتِي تَسۡمَعُ صَوۡتَ الرَّاعِي وَتَسۡمَعُ الۡحُدَّاءَ، وَتَمۡشِي عَلَى صَوۡتِ الرَّاعِي وَهِيَ لَا تَفۡهَمُ مَعۡنَاهُ.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Perumpamaan orang-orang kafir seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” (QS. Al-Baqarah: 171). Allah menyerupakan mereka dengan binatang-binatang ternak yang mendengar suara dan seruan penggembala dan berjalan menuruti suara si penggembala dalam keadaan ia tidak mengerti maknanya.