Setiap manusia tidak lepas dari salah, dosa dan lupa, sehingga dikatakan bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa. Bahkan tidak hanya sekali dua kali manusia itu salah dan lupa, tapi banyak melakukan kesalahan dan sering lupa. Akan tetapi bukan berarti manusia harus tunduk menyerah dan pasrah terhadap sifat dan kelemahannya ini, justru dia harus bangkit dan bersemangat untuk kembali kepada Allah ketika dia melakukan suatu kesalahan. Dia tidak boleh terlena dan terus menerus dalam kesalahannya tersebut. Karena salah satu sifat orang-orang yang bertaqwa adalah ketika dia melakukan suatu kesalahan, dia segera memohon ampun dan bertaubat kepada Allah dan tidak terus-menerus dalam kesalahannya, sebagaimana Allah Jalla Wa 'Alaa terangkan dalam firman-Nya:
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَـٰحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمۡ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسۡتَغۡفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمۡ وَمَن يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمۡ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan (terus menerus dalam) perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (Ali 'Imran:135).
Dan juga sebaik-baik orang yang berbuat salah/dosa adalah yang bertaubat, sebagaimana yang terdapat dalam hadits dari shahabat Anas bin Malik yang berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam: "Setiap anak Adam itu mempunyai banyak kesalahan dan sebaik-baik orang yang mempunyai banyak kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat." (Hadits Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dikatakan kuat sanadnya oleh Ibnu Hajar Al-'Asqalaniy serta dihasankan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih Tirmidziy).
Berikut ini akan kami sampaikan ceramahnya Syaikh Shaleh bin 'Abdul 'Aziz Alusy-Syaikh Hafizhahullahu Ta'ala, beliau adalah menteri agama negara Arab Saudi, dalam kaset beliau ketika mensyarh/menjelaskan hadits Arba'in Nawawiyyah. Kami ambilkan potongan hadits yang ke-18 yang artinya: "Maka ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya (dosa perbuatan jelek tersebut-pent)" (Hadits Riwayat Tirmidzi dari Abu Dzar dan Mu'adz bin Jabal dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shahihul Jami'). Berikut ini penjelasan beliau:
Rasulullah bersabda yang artinya: "Maka ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya". Yakni, ikutilah wahai yang melakukan (kesalahan), dan (bahwasanya) perbuatan jelek adalah yang diikuti sedangkan perbuatan baik adalah yang mengikuti, yakni jadikanlah perbuatan baik di belakang perbuatan jelek -setelah perbuatan jelek-, apabila Anda melakukan perbuatan buruk/jelek maka ikutilah dengan perbuatan baik. Karena sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik akan menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan jelek. Sebagaimana firman Allah Jalla Wa 'Alaa:
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيۡلِ ۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَـٰتِ يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكۡرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ
"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (Hud:114).
Dan dalam Ash-Shahih, yakni Shahih Bukhary rahimahullah [dari hadits Ibnu Mas'ud] dan yang lainnya {sesungguhnya seorang laki-laki dari kalangan shahabat telah mencium seorang perempuan maka dia mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan kepada beliau dengan pemberitahuan yang bersifat membesarkan apa yang telah dia lakukan tersebut, lalu dia menanyakan tentang kaffarah (penghapus) hal tersebut, maka turunlah firman Allah Jalla Wa 'Alaa:
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيۡلِ ۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَـٰتِ يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكۡرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ
"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (Hud:114).
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Apakah Anda telah shalat bersama kami di masjid ini? Dia menjawab: Iya. Rasulullah bersabda (kepadanya): " Maka itulah kaffarah dari perbuatan Anda ".}
Ini menunjukkan bahwasanya seorang mukmin wajib atasnya untuk meminta ampun dari perbuatan-perbuatan jelek dan agar dia berusaha dalam menghilangkannya (dosa perbuatan-perbuatan jeleknya tersebut-pent) dan yang demikian itu dengan cara Anda mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Maka dengan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik ini, niscaya Allah akan menghapuskan bermacam-macam kejelekan.
Dan setiap kejelekan ada kebaikan yang setara dengannya, jadi tidaklah setiap kejelekan itu akan terhapuskan dengan sembarang kebaikan, apabila kejelekan itu besar maka tidak dapat dihapus kecuali dengan kebaikan yang besar pula, sebab tiap-tiap kejelekan mempunyai sesuatu yang setara dengannya dari kebaikan-kebaikan.
Oleh karena inilah, bila seseorang keliru atau terucap dari lisannya satu kalimat (seperti): Demi Ka'bah atau bersumpah dengan selain Allah maka sesungguhnya kaffarah (penghapus) yang demikian itu (dari bersumpah dengan (nama) ayah-ayah dan yang sejenisnya), hendaknya dia mengucapkan "Laa ilaaha illallaah", karena hal yang tadi adalah kesyirikan sedangkan kaffarah syirik adalah tauhid dan kalimat tauhid "Laa ilaaha illallaah" ini adalah merupakan kebaikan-kebaikan yang besar.
Kalau begitu, berarti tiap kejelekan ada kebaikan yang Allah Jalla Wa 'Alaa akan hapuskan kejelekan-kejelekan itu dengannya. Di mana hal ini menunjukkan bahwasanya kejelekan itu akan terhapus dan tidak masuk pada muwazanah (penimbangan antara kebaikan dan kejelekan-pent.) dan zhahir hadits (mengindikasikan): bahwa ini (berlaku) bagi yang mengikutinya yakni jika melakukan kejelekan, dia ikuti dengan kebaikan dengan niatan/tujuan agar Allah Jalla Wa 'Alaa menghapuskan kejelekan-kejelekan itu darinya, karena Rasulullah bersabda: "Maka ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya". Dengan kata lain, bila melakukan suatu kejelekan, dia berusaha dalam kebaikan agar terhapuskan kejelekan itu darinya.
Adapun hadits yang telah kami sebutkan (hadits riwayat Bukhary-pent) dan keumuman ayat ke-14 dari surat Hud, mengindikasikan atas tidak adanya niat sedangkan hadits ini (yang tengah kita bicarakan di awal-pent.) mengindikasikan atas adanya niat yakni mengikuti (kejelekan dengan kebaikan-pent) yang dilandasi suatu niat. Sementara ayat ke-14 dari surah Hud dan hadits Ibnu Mas'ud yang terdapat dalam Shahih Bukhary menunjukkan tidak menganggap mesti adanya niat, lalu apakah ini berlaku pada setiap amalan? Ataukah justru dalam mengikuti kejelekan dengan kebaikan membutuhkan niat sehingga Allah Jalla Wa 'Alaa akan menghapuskan kejelekannya tersebut?
Hal ini jelas ada pengaruhnya, maka pengaruh yang paling besar yang Allah Jalla Wa 'Alaa akan menghapuskan dengannya kejelekan-kejelekan ialah melakukan kebaikan dengan niat penghapusan (terhadap kejelekan), dengannyalah Allah Jalla Wa 'Alaa akan menghapuskan kesalahan-kesalahan, karena telah mengumpulkan/menyatukan antara perbuatan dan niat, sedangkan niat di dalamnya terdapat taubat dan penyesalan atas kejelekan tersebut serta pengharapan kepada Allah Jalla Wa 'Alaa agar menghapuskan kejelekan-kejelekannya.
Kalau demikian, maka hal ini (mengikuti kejelekan dengan kebaikan) mempunyai dua tingkatan:
- Tingkatan pertama: berniat - dan ini derajat yang tinggi - yaitu dia berniat agar kejelekan itu sirna dengan kebaikan yang dilakukannya, dan bersamaan dengan itu hatinya berlepas diri dari dosa tersebut dan berharap (bersemangat) untuk menghilangkannya serta mendekatkan diri kepada Allah Jalla Wa 'Alaa dengan kebaikan-kebaikan sehingga Allah Jalla Wa 'Alaa meridhainya, maka di dalam hatinya terdapat bermacam-macam 'ubudiyyah (penghambaan) yang dia iringi dengan beramal kebaikan, dengan tujuan agar Allah Jalla Wa 'Alaa menghapuskan apa yang telah dia lakukan dari kejelekan-kejelekan dengan perbuatan kebaikannya itu.
- Tingkatan kedua: melakukan kebaikan secara mutlak, dan kebaikan-kebaikan akan menghapuskan (dosa) kejelekan-kejelekan secara umum. Setiap kebaikan akan menghapuskan sesuatu yang setara dari kejelekan, maka Allah Jalla Wa 'Alaa adalah Dzat yang mempunyai keutamaan yang besar.
Apabila Anda telah menetapkan hal tersebut, maka kebaikan yang dimaksud dengannya adalah kebaikan dalam syari'at sedangkan kejelekan adalah kejelekan dalam syari'at. Kebaikan dalam syari'at artinya apa-apa yang akan diberi pahala atasnya sedangkan kejelekan dalam syari'at adalah apa-apa yang dipaparkan oleh dalil bahwasanya akan disiksa atasnya.
Kalau begitu, maka kejelekan-kejelekan adalah hal-hal yang diharamkan dari dosa-dosa kecil dan dosa-dosa besar sedangkan kebaikan-kebaikan adalah ketaatan-ketaatan dari amalan-amalan sunnah dan kewajiban-kewajiban.
Sampai di sini keterangan Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh tentang penjelasan hadits: "Maka ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya" yang selayaknya bagi seorang muslim untuk mengambilnya sebagai pelajaran dan bersemangat dalam melakukan ketaatan kepada Allah dan tidak berputus asa ketika terjerumus dalam suatu dosa, sebagaimana firman-Nya:
قُلۡ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُوا۟ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zumar:53).
Dan hal lain yang perlu diingat adalah jangan sampai kita menunda-nunda taubat dan terlena dengan dosa serta hanya berangan-angan/bersandar terhadap rahmat Allah tanpa disertai dengan taubat dan perbuatan baik. Karena kita diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar bersegera dalam bertaubat kepada-Nya dan jangan terlena/terus menerus dengan dosa yang akan menjadikan hati kita hitam dan keras serta sebelum datangnya adzab-Nya. Ingatah firman Allah Ta'ala:
وَأَنِيبُوٓا۟ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَأَسۡلِمُوا۟ لَهُۥ مِن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَكُمُ ٱلۡعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ
"Dan kembalilah kamu kepada Tuhan-Mu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang 'adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (Az-Zumar:54).
Allaahumma innaa na'uudzubika min annusyrikabika syai`anna'lamuh, wanastaghfiruka limaa laa na'lam.
Allaahummaj'alnaa minattawwaabiina waj'alnaa minalmutathahhiriin. Aamiin Yaa Mujiibassaa`iliin. Wallaahu a'lam.
Sumber: Buletin Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-26 Tahun ke-1 / 13 Juni 2003 M / 12 Rabi'uts Tsani 1424 H.