Tanya: Assalamu'alaikum warohmatulohhi wabarokatuh. Semoga Allah wata'ala merahmati ustadz, saya ingin menayakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan larangan bagi orang yang memakan bawang merah dan bawang putih serta sejenisnya yang menimbulkan bebauan. Yaitu sehubungan dengan hadits dari Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu, bahwa ia berkhutbah pada hari Jum'at kemudian berkata dalam khutbahnya: "Kemudian kalian, wahai manusia memakan dua pohon yang aku tidak melihat keduanya kecuali busuk : bawang merah dan bawang putih. Sungguh aku melihat Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam apabila mendapati bau busuk kedua pohon tersebut dari seseorang dari seseorang di dalam masjid maka beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan ke baqi', karena itu barangsiapa memakan kedua pohon tersebut hendaklah dia menghilangkan (bau) kedua pohon tersebut dengan memasaknya (diriwayatkan oleh Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah dan hadits ini dishohihkan Al Albani dalam shohih targhib wa tarhib 1/205).
Bagaimana dengan makanan lain yang baunya sama atau lebih busuk dari bawang putih dan bawang merah, seperti petai dan jengkol yang walaupun sudah dimasak kadangkala baunya masih tetap tercium? Apakah dibolehkan kita datang ke masjid setelah baunya dapat dihilangkan dengan menggosok gigi atau larutan penyegar mulut? Kemudian bagaimana dengan bau mulut seseorang perokok, apakah larangan ini juga berlaku bagi para perokok? Wassalamu 'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh ( M Rizal, Jatinangor )
Jawab: Wa'alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh, saudara penanya semoga Allah juga merahmatimu, mengenai jawabannya, ada permasalahan yang perlu saudara ketahui.
- Masalah pertama: bahwa memakan bawang merah, bawang putih atau yang sejenisnya adalah boleh dengan kesepakatan ahlil ilmi, hanya sedikit dari kalangan ahli dhohir yang menganggapnya haram dan sahabat Umar menganggapnya makruh bila tidak dimasak terlebih dahulu, tentu saja yang benar adalah boleh berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah ketika disodorkan pada para sahabat Rosulullah, sayur-sayuran / lalab dari jenis buquul dan mereka enggan untuk memakannya karena menimbulkan bau yang tidak sedap, maka Rosulullah mengatakan, "Makanlah … (atau yang semakna dengan ini)." (HR Bukhori dan Muslim). Untuk lebih mudahnya silakan lihat dalam "Umdatul Ahkam" hadits nomor 123.
- Masalah kedua: berkenaan dengan hadits yang saudara kemukakan serta hadits-hadits lain yang ada kaitannya, perlu ada perincian sebagai berikut:
- Pertama, jika memakan bawang merah atau bawang putih dengan maksud meninggalkan sholat jama'ah di masjid maka ini diharamkan.
- Kedua, jika memakannya sekedar karena ingin menikmatinya atau karena menyukainya, ini tidaklah diharamkan (Lihatlah Syarhul Mumti ala Zaadil Mustaqna: 4/454).
- Ketiga, bagi yang memakannya diharamkan untuk masuk masjid bila masih tersisa baunya, ini pendapatnya Al Hanabilah, ibnu Jarir, dan yang lainnya, berkata Imam Nawawi dalam Syarh Shohih Muslim: "Berkata para Ulama: di dalam hadits tersebut dalil akan terlarangnya bagi yang memakan bawang putih dan sejenisnya dari masuk masjid, walaupun masjid dalam keadaan kosong…"
- Keempat, terlarangnya masuk masjid bagi yang memakannya bukan karena keringanan untuk tidak ikut sholat jama'ah, akan tetapi mencegah agar tidak menimbulkan gangguan, sebab malaikat akan terganggu demikian pula halnya dengan sesama bani Adam, seperti dalam hadits Jabir riwayat Muslim.
- Masalah ketiga, larangan masuk masjid bagi yang memakan bawang merah atau bawang putih, ini juga meliputi makanan lain yang menimbulkan bau, seperti yang Saudara sebutkan dalam pertanyaan. Berkata ibnu Rojab, "Ini menyangkut dengan memakan makanan yang menimbulkan bau." (Silahkan lihat juga perkataan ibnu Daqiqil 'Ied dalam Al Ihkam). Demikian pula halnya dengan bau mulut dari perokok (Lihat Syarhul Mumti': 4/456).
- Masalah keempat, tidak dibolehkan bagi mereka yang memakannya untuk masuk masjid bila masih tercium baunya yang dapat mengganggu kecuali bila sudah tidak tercium baunya maka boleh, dengan dalil hadits Umar yang Saudara kemukakan pada pertanyaan. Wal ilmu indallah.
Sumber: Buletin Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-26 Tahun ke-1 / 13 Juni 2003 M / 12 Rabi'uts Tsani 1424 H.