٢٠ - بَابٌ فِي الۡوَلِيِّ
20. Bab tentang wali
٢٠٨٣ – (صحيح) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بۡنُ كَثِيرٍ، أنا سُفۡيَانُ، حَدَّثَنَا ابۡنُ جُرَيۡجٍ، عَنۡ سُلَيۡمَانَ بۡنِ مُوسَى، عَنِ الزُّهۡرِيِّ، عَنۡ عُرۡوَةَ، عَنۡ عَائِشَةَ قَالَتۡ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (أَيُّمَا امۡرَأَةٍ نَكَحَتۡ بِغَيۡرِ إِذۡنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ) ثَلَاثَ مَرَّاتٍ (فَإِنۡ دَخَلَ بِهَا فَالۡمَهۡرُ لَهَا بِمَا أَصَابَ مِنۡهَا، فَإِنۡ تَشَاجَرُوا فَالسُّلۡطَانُ وَلِيُّ مَنۡ لَا وَلِيَّ لَهُ).
2083. Muhammad bin Katsir telah menceritakan kepada kami: Sufyan memberitakan kepada kami: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dari Sulaiman bin Musa, dari Az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wanita mana saja yang menikah tanpa seizin wali-walinya, maka nikahnya batil.” Sebanyak tiga kali. “Jika si pria sudah menggaulinya, maka dia berhak mendapatkan mahar dengan sebab ia menggaulinya. Jika mereka saling berselisih, maka penguasa adalah wali bagi siapa saja yang tidak memiliki wali.”