Tak selamanya, orang tua yang kafir menurunkan kekafiran kepada anak-anaknya. Sebab hidayah taufik adalah milik Allah, Ialah yang memberikan hidayah Islam kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Oleh karenanya, janganlah kita berputus asa untuk senantiasa mengharap hidayah kepada siapapun, selama ia masih hidup. Sebab masih ada kesempatan bagi setiap orang untuk berubah, selama nyawa masih dikandung badan. Sebagaimana harapan datangnya hidayah juga telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk penduduk Thaif saat beliau diusir dan dilempari batu oleh para penduduk Thaif. Sedangkan Allah telah mengizinkan beliau untuk mendoakan keburukan untuk mereka. Namun, justru beliau memaafkan mereka dan mengatakan:
بَلۡ أَرۡجُو أَنۡ يُخۡرِجَ اللهُ مِنۡ أَصۡلَابِهِمۡ مَنۡ يَعۡبُدُ اللهَ وَحۡدَهُ لَا يُشۡرِكُ بِهِ شَيۡئًا
“(Tidak), namun aku berharap supaya Allah subhanahu wa ta’ala melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim].
Pembaca, figur kita kali ini adalah seorang shahabat yang mulia Abdullah bin Abdillah bin Ubay radhiyallahu ‘anhu. Salah seorang shahabat Rasul dari kalangan Anshar. Nama beliau adalah Abdullah bin Abdillah bin Ubay bin Abi Malik bin Al Harits bin Ubaid bin Malik bin Salim bin Ghanam bin Auf bin Al Khazraj Al Anshari. Putra-putra Salim sejak lama mereka memiliki kedudukan yang mulia di suku Khazraj. Hingga kemuliaan nasab ini turun pula kepada ayah beliau Abdullah bin Ubay yang tersohor dengan sebutan Ibnu Salul. Salul adalah nama seorang wanita dari bani Khuza’ah yang merupakan nenek dari Abdullah bin Abdillah bin Ubay.
Ayah beliau, Abdullah bin Ubay adalah seorang yang dikenal sebagai pemimpinnya kaum munafik. Sekian ayat turun berkenaan dengan kemunafikan ayah beliau ini. Ayahnya adalah juga putra dari bibi (Khalah) dari Abu Amir Ar Rahib yang disebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ‘Al Fasiq’. Abu Amir adalah seorang yang dahulunya telah mengetahui akan kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke negeri Yatsrib, mengingatkan kaumnya akan kedatangan Nabi tersebut dan agar mengimaninya. Namun saat datang nabi tersebut, ia justru berbuat dengki dan hasad kepada beliau, dan justru membantu kaum musyrikin dalam memerangi muslimin dalam Perang Badar. Adapun ibu beliau bernama Khaulah bintu Al Mundzir bin Haram bin Amr bin Zaid manaat bin ‘Ady bin Amr bin Malik bin Najjar dari kabilah Maghalah.
Dahulu, beliau bernama Al Hubaab, lalu Rasulullah pun menggantinya menjadi Abdullah. Beliau adalah seorang shahabat yang mulia dan memiliki kedudukan mulia juga di kaumnya. Dengan nama beliau pulalah ayahnya berkuniah (Abul Hubaab). Sebelum kedatangan Islam, suku Al Khazraj telah menentukan calon kepemimpinan suku mereka kepada Abdullah bin Ubay. Namun tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, maka suku Khazraj pun tidak jadi menjadikannya sebagai pemimpin mereka, namun justru tunduk dan mendukung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah di antara sebab munculnya sikap hasad dari Abdullah bin Ubay terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat Muhajirin dan seluruh shahabat pada umumnya. Ia pun membanggakan dirinya dan menyembunyikan sikap munafik dalam kalbunya. Namun sepandai-pandainya seorang menyimpan bangkai, tetap saja bau busuknya tercium oleh manusia. Sikap munafiknya tersebut terkadang tampak saat terjadi peristiwa-peristiwa tertentu. Demikianlah Allah menampakkan kepada manusia apa yang disembunyikan dalam dada sang munafik ini. Dalam surat Al Munafikun Allah berfirman:
يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعۡنَآ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ لَيُخۡرِجَنَّ ٱلۡأَعَزُّ مِنۡهَا ٱلۡأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَـٰكِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
“Mereka berkata: ‘Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya’. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” [Q.S. Al Munafiqin: 8]
Ayat yang mulia ini ditujukan kepada ucapan Abdullah bin Ubay, saat kembali dari perang Tabuk. Tahulah kaum muslimin, akan keadaan Abdullah bin Ubay, termasuk putranya. Tidaklah kekerabatan dan hubungan dengan orang tuanya, menyebabkan Abdullah bin Abdillah bin Ubay radhiyallahu ‘anhu terhambat dari bersikap tegas walaupun dengan ayahnya sendiri. Mendengar ucapan sang ayah tersebut Abdullah tegas berkata di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;
هُوَ وَاللهِ الذَّلِيلُ وَأَنۡتَ الۡعَزِيزُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنۡ أَذِنۡتَ لِي فِي قَتۡلِهِ قَتَلۡتُهُ فَوَاللهِ لَقَدۡ عَلِمَتۡ الۡخَزۡرَجُ مَا كَانَ بِهَا أَحَدٌ أَبَرُّ بِوَالِدِهِ مِنِّي وَلَكِنِّي أَخۡشَى أَنۡ تَأۡمُرَ بِهِ رَجُلًا مُسۡلِمًا فَيَقۡتُلُهُ فَلَا تَدَعَنِي نَفۡسِي أَنۡظُرُ إِلَى قَاتِلِ أَبِي يَمۡشِي عَلَى الۡأَرۡضِ حَيًّا حَتَّى أَقۡتُلَهُ فَأَقۡتُلُ مُؤۡمِنًا بِكَافِرٍ فَأَدۡخُلُ النَّارَ
“Demi Allah, dialah yang rendahan dan engkaulah yang mulia. Wahai Rasulullah, jika engkau mengizinkanku untuk membunuhnya, akulah yang akan membunuhnya. Demi Allah, semua orang Khazraj telah mengetahui bahwa tiada seorang pun di kalangan mereka yang lebih berbakti kepada orang tuanya selain aku. Sesungguhnya aku merasa khawatir jika engkau perintahkan seorang muslim untuk membunuhnya, lalu ia pun membunuhnya maka aku tidak dapat menahan diri melihat pembunuh ayahku berjalan bebas di atas bumi hingga aku pun membunuhnya, sehingga aku pun membunuh seorang mukmin karena dia membunuh seorang yang kafir, lalu aku pun masuk ke neraka.”
Demikianlah sikap tegas shahabat ini saat Rasulullah disakiti, walau yang menyakitinya adalah orang yang paling ia taati. Bahkan ketegasan Abdullah pun beliau tampakkan sepulang dari pertempuran Tabuk. Dengan tegas, ia hunuskan pedangnya di samping pintu masuk kota Madinah. Hingga tatkala sang ayah hendak masuk ia pun mengatakan, “Demi Allah, engkau tidak boleh melewati pintu gerbang ini sebelum Rasulullah mengizinkan dirimu masuk, karena sesungguhnya dialah orang yang menang dan engkau adalah orang yang kalah.” Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, Abdullah bin Ubay mengadu kepada beliau tentang perlakuan putranya. Dan Abdullah putranya berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, dia tidak boleh masuk sebelum engkau mengizinkannya masuk.” Maka Rasulullah mengizinkannya untuk memasuki Madinah. Dan putranya berkata, “Sekarang Rasulullah telah memberimu izin untuk masuk, maka silakan masuk.”
Selain ketegasan beliau dalam berislam, beliau pun senantiasa mengikuti pertempuran antara muslimin dan musyrikin. Di antara sepak terjang Abdullah bin Abdillah bin Ubay adalah beliau mengikuti perang Badar, perang Uhud, dan seluruh pertempuran bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan pujiannya kepada beliau.
Tercatat putra-putri beliau bernama Ubadah, Julaikhah, Khaitsamah, Khawaliy, dan Umamah.
Sebagian ulama menyebutkan di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah Ummul Mukminin Aisyah tentang pemberian izin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menggunakan hidung palsu yang terbuat dari emas. Hal ini dikarenakan beliau tertimpa musibah saat pertempuran Uhud pada batang hidung beliau.
Abdullah radhiyallahu ‘anhu syahid saat Perang Yamamah untuk memerangi Musailamah Al Kadzdzab. Di masa kepemimpinan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tepatnya di tahun 12 Hijriyah. Semoga Allah meridhainya.
[Ustadz Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah vol.07 1439H-2018H edisi 79 rubrik Figur.