Syekh Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah di dalam kitab Al-Jami' li 'Ibadatillahi Wahdah berkata:
وَدَلِيلُ الدُّعَاءِ: قَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿وَأَنَّ ٱلۡمَسَـٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا﴾ [الجن: ١٨].
وَقَوۡلُهُ تَعَالَى: ﴿لَهُۥ دَعۡوَةُ ٱلۡحَقِّ ۖ وَٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَسۡتَجِيبُونَ لَهُم بِشَىۡءٍ إِلَّا كَبَـٰسِطِ كَفَّيۡهِ إِلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَـٰلِغِهِۦ ۚ وَمَا دُعَآءُ ٱلۡكَـٰفِرِينَ إِلَّا فِى ضَلَـٰلٍ﴾ [الرعد: ١٤].
Dalil doa[1] adalah firman Allah taala yang artinya, “Dan bahwa masjid-masjid itu adalah milik Allah, jadi janganlah kalian berdoa kepada sesuatupun di samping Allah.” (QS. Al-Jinn: 18)[2]. Dan firman Allah yang artinya, “Hanya bagi-Nya lah doa yang benar. Dan orang-orang yang berdoa kepada sesembahan selain Dia, maka sesembahan itu tidak sanggup untuk memenuhi permintaan mereka sedikit pun, kecuali seperti orang yang membentangkan telapak tangannya di air agar air itu bisa sampai ke mulutnya dan ternyata air itu tidak bisa sampai ke mulutnya. Dan tidaklah doa orang-orang kafir itu kecuali sia-sia belaka.” (QS. Ar-Ra’d: 14)[3].
Syekh Shalih bin Fauzan bin 'Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata di dalam syarahnya:
[1] لَمَّا ذَكَرَ أَهَمَّ أَنۡوَاعِ الۡعِبَادَةِ أَرَادَ أَنۡ يَسۡتَدِلَّ لِكُلِّ نَوۡعٍ مِنۡ هَٰذِهِ الۡأَنۡوَاعِ؛ لِأَنَّ الۡكَلَامَ بِدُونِ دَلِيلٍ لَا يُقۡبَلُ، لَا سِيَّمَا الۡكَلَامُ فِي هَٰذَا الۡأَمۡرِ الۡعَظِيمِ الۡمُهِمِّ وَهُوَ الۡكَلَامُ فِي الۡعِبَادَاتِ؛ لِأَنَّ الۡعِبَادَاتِ تَوۡقِيفِيَّةٌ، لَا يُفۡعَلُ مِنۡهَا شَيۡءٌ إِلَّا بِدَلِيلٍ.
Ketika Syekh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah telah menyebutkan jenis-jenis ibadah yang terpenting, beliau hendak menunjukkan dalil setiap jenis ibadah ini, karena ucapan tanpa dalil tidak bisa diterima terlebih ucapan dalam hal perkara yang agung dan penting ini, yaitu pembicaraan dalam masalah ibadah-ibadah. Karena ibadah merupakan perkara tauqifiyyah artinya sedikit saja dari ibadah tidak boleh dilakukan kecuali dengan dalil.
[2] هَٰكَذَا يَجِبُ أَنۡ تَكُونَ الۡمَسَاجِدُ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَا تُبۡنَى لِلرِّيَاءِ وَالسُّمۡعَةِ، أَوۡ تُبۡنَى عَلَى الۡأَضۡرِحَةِ وَالۡقُبُورِ، وَإِنَّمَا تُبۡنَى لِعِبَادَةِ اللهِ وَحۡدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، فَهِيَ بُيُوتُ اللهِ، ﴿فَلَا تَدۡعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا﴾ [الجن: ١٨]. هَٰذَا مَحَلُّ الشَّاهِدِ، حَيۡثُ نَهَى أَنۡ يُدۡعَى مَعَهُ غَيۡرُهُ.
Demikianlah, wajib agar masjid-masjid itu untuk Allah azza wajalla. Masjid tidak boleh dibangun untuk ria dan sumah. Tidak boleh dibangun di atas kuburan. Masjid hanya dibangun untuk ibadah kepada Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. Masjid adalah rumah-rumah Allah. Allah berfirman yang artinya, “Jadi janganlah kalian berdoa kepada sesuatupun di samping Allah.” (QS. Al-Jinn: 18). Inilah letak pendalilannya, yaitu Allah melarang di samping berdoa kepada Allah, juga berdoa kepada selain Dia.
[3] أَيۡ: هُوَ الَّذِي يُدۡعَى حَقًّا، وَأَمَّا غَيۡرُهُ مِنَ الۡأَصۡنَامِ وَالۡأَحۡجَارِ وَالۡقُبُورِ وَالۡأَضۡرِحَةِ فَدُعَاؤُهَا بَاطِلٌ؛ لِأَنَّهَا لَا تَسۡمَعُ وَلَا تَقۡدِرُ عَلَى إِجَابَةِ مَنۡ دَعَاهَا، ﴿وَٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَسۡتَجِيبُونَ لَهُم بِشَىۡءٍ إِلَّا كَبَـٰسِطِ كَفَّيۡهِ إِلَى ٱلۡمَآءِ لِيَبۡلُغَ فَاهُ﴾ [الرعد: ١٤]. لَوۡ جِئۡتَ إِلَى مَاءٍ فِي قَعۡرِ بِئۡرٍ وَلَيۡسَ مَعَكَ دَلۡوٌ وَلَا حَبۡلٌ، وَجَعَلۡتَ تُشِيرُ إِلَى الۡمَاءِ لِيَرۡتَفِعَ إِلَى فَمِكَ فَإِنَّهُ لَا يَصِلُ إِلَيۡكَ، وَهَٰذَا مَثَلُ مَنۡ يَدۡعُو غَيۡرَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنَّ حُصُولَ نَفۡعِهِ لَهُ مِنَ الۡمُسۡتَحِيلِ كَاسۡتِحَالَةِ وُصُولِ الۡمَاءِ إِلَى مَنۡ يَبۡسُطُ يَدَهُ إِلَى الۡمَاءِ لِيَرۡتَفِعَ إِلَى فَمِهِ دُونَ أَنۡ يَكُونَ مَعَهُ سَبَبٌ يَرۡفَعُهُ.
Artinya, Allah adalah Zat yang tepat untuk menujukan doa. Adapun selain Allah, seperti berhala-berhala, bebatuan, kuburan, maka berdoa kepada mereka adalah batil karena benda-benda tersebut tidak bisa mendengar dan tidak mampu memperkenankan siapa saja yang berdoa kepadanya. Allah berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang berdoa kepada sesembahan selain Dia, maka sesembahan itu tidak sanggup untuk memenuhi permintaan mereka sedikit pun, kecuali seperti orang yang membentangkan telapak tangannya di air agar air itu bisa sampai ke mulutnya.” (QS. Ar-Ra’d: 14). Andai engkau datang ke tempat air di bibir sumur dalam keadaan tidak ada timba dan tali, lalu engkau memberi isyarat ke arah air agar naik ke mulutmu, niscaya air itu tidak bisa sampai kepadamu. Ini adalah permisalan orang yang berdoa kepada selain Allah azza wajalla karena terwujudnya kemanfaatan untuknya termasuk perkara yang mustahil sebagaimana kemustahilan air bisa sampai kepada orang yang membentangkan tangannya ke arah air agar naik ke mulutnya tanpa ada satu sebab pun yang bisa membuat air itu naik kepadanya.