Cari Blog Ini

Auf bin Utsatsah

Figur kita kali ini adalah seorang shahabat Muhajirin. Nama beliau adalah Abu Abbad atau Abu Abdillah Auf bin Utsatsah bin Abbad bin Al Muththalib bin Abdil Manaf bin Qusay Al Qurasy Al Muththaliby. Beliau adalah salah seorang dari suku Quraisy yang menerima dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat masih di Makkah di awal munculnya Islam. Beliau termasuk penduduk Makkah yang masuk Islam bersama dengan kedua orang tua beliau. Ibu beliau adalah Bintu Abi Ruhm bin Al Muththalib, termasuk wanita shahabiyah. Ibu beliau adalah bibi Abu Bakar Ash Shiddiq. Dengan ini, beliau memiliki kedekatan kerabat dengan Abu Bakar. Beliau memiliki saudara seibu di antaranya; Abu Martsad Kanaz bin Hushn, At Thufail bin Al Harits, Al Khushain bin Al Harits. Sedangkan saudara seayah beliau di antaranya adalah Muththaji’ bin Utsatsah, Nuaim bin Utsatsah, Hindun bintu Utsatsah. Semuanya adalah shahabat Rasulullah. Beliau adalah seorang yang berbadan pendek, bermata cekung, dan berjari kuat. Beliau lebih terkenal dengan panggilan Misthah. 

KEUTAMAAN 


Di antara keutamaan shahabat mulia ini adalah keikutsertaan beliau dalam hijrah ke Madinah. Beliau berhijrah bersama dengan kedua saudara seibu At Thufail bin Al Harits bin Al Muthtalib, Al Khushain bin Al Harits bin Al Muththalib, dan Ubaidah bin Al Harits bin Al Muththalib. Selain itu, beliau juga salah seorang shahabat yang mengikuti perang Badar, Uhud serta semua peperangan bersama Nabi. Ini adalah keutamaan agung beliau. Saat beliau berhijrah ke Negeri Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan beliau dengan Zaid bin Al Muzaiyyin bin Qais bin Ady bin Umayyah bin Khidaarah Al Khazraji dari Bani Harits. Pada saat dibukanya Khaibar, beliau ikut serta pula pada perang ini dan mendapat bagian dari Nabi 50 wasaq. Beliau adalah termasuk shahabat yang miskin sehingga Abu Bakar memberikan santunan/bantuan kepada beliau.

KETERGELINCIRAN PUN MENIMPA SHAHABAT 


Para shahabat adalah kaum utama dan berhak mendapat pujian sesuai dengan wahyu Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tak diperbolehkan untuk mencela mereka dikarenakan keridhaan Allah kepada mereka secara umum. Bahkan mencintai, menghormati, dan memuliakan mereka saat hidup dan setelah kematian mereka adalah bagian dari ketakwaan. Namun demikian, terkadang mereka tertimpa ketergelinciran dalam suatu amalan. Di antara contohnya adalah yang menimpa shahabat mulia ini. Dalam peristiwa haditsul ifk, berita bohong tentang Aisyah. Shahabat mulia ini tergelincir karena turut serta menyebarkan berita bohong tersebut. Berita bohong yang sumbernya adalah dari gembong munafikin Abdullah bin Ubay. Berita ini disebarkan oleh kaum munafikin atas dasar kebencian mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin. Mereka suka mengacaukan barisan kaum muslimin. Bersama mereka, ada dari kalangan muslimin yang turut serta terpengaruh dengan menukil dan menyebarkan berita bohong ini. Mereka adalah Misthah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah bintu Jahsy radhiyallahu ‘anhum. Setelah adanya pembelaan dari atas langit tentang kesucian Ibunda Aisyah, maka ketiga shahabat yang turut menyebarkan berita bohong inipun mendapatkan hukuman had atas tuduhan zina dengan dicambuk sebanyak 80 kali cambukan. Ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam surat An Nur ayat 4: 

وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَـٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُوا۟ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَـٰنِينَ جَلۡدَةً وَلَا تَقۡبَلُوا۟ لَهُمۡ شَهَـٰدَةً أَبَدًا ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ مِنۢ بَعۡدِ ذَ‌ٰلِكَ وَأَصۡلَحُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

“Dan orang-orang yang menuduh, kemudian tidak bisa mendatangkan empat orang saksi maka jilidlah mereka delapan puluh kali. Dan janganlah kalian menerima persaksian mereka selamanya dan mereka itulah kaum yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertobat setelahnya dan berbuat baik maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” [Q.S. An Nur: 4-5

Adapun gembong kaum munafikin Abdullah bin Ubay dan para pengikutnya dari kalangan munafik, justru tidak dihukum had. Di antara hikmahnya adalah bahwa hukuman had adalah sebagai pembersih dosa, penebus kesalahan bagi kaum yang beriman. Apabila mereka bertobat, maka tobat tersebut adalah kebaikan untuk mereka. Oleh karenanya kaum munafikin tidak dijatuhi hukuman had sebab hukuman had tersebut tidaklah berguna atas mereka. 

Dengan kejadian ini, tiga shahabat yang terkena hukuman had dan telah bertobat dari perbuatan mereka, tidaklah sepantasnya untuk dicela. Bahkan tobat dan penegakan hukum had atas mereka ini sudah cukup sebagai penebus kesalahan. Seorang menjadi bersih dari kesalahan yang dilakukan sebab tobat dan hukum had tersebut. Oleh karenanya, kaum muslimin dilarang untuk mencela merka atas perbuatan yang mereka telah bertobat darinya.

MENINGGAL 


Beliau sempat mengikuti perang Shiffin bersama dengan pasukan Ali bin Abi Thalib. Beliau meninggal pada tahun 37 H, tahun terjadinya perang Shiffin pada umur 56 tahun. Semoga Allah meridhai beliau. [Ustadz Hammam]. 


Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 82 vol. 7 1440 H/2018 M rubrik Figur.