Seseorang berwudhu berniat untuk mengangkat hadats atau wudhu` untuk sholat dan semisalnya. Niat adalah syarat untuk seluruh amal, baik thaharah (bersuci) dan ibadah-ibadah lainnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلٍّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaih[1]). Kemudian hendaknya dia ucapkan, “Bismillah.” Lalu mencuci kedua telapak tangannya tiga kali. Lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung tiga kali menggunakan tiga kali cidukan. Kemudian mencuci wajah tiga kali, mencuci tangan sampai siku tiga kali. Lalu mengusap kepala dari depan sampai tengkuk dengan kedua tangannya, kemudian mengembalikannya ke tempat dia memulai usapannya dengan satu kali usapan; kemudian memasukkan jari telunjuknya ke telinga dan mengusap punggung telinga menggunakan dua ibu jari. Kemudian mencuci dua kaki sampai mata kaki tiga kali-tiga kali.
Ini adalah wudhu` yang paling sempurna yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang wajib dari tata cara wudhu` tersebut: seseorang mencucinya satu kali dan melakukannya sesuai urutan yang Allah sebutkan dalam firmanNya,
يَـٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ...
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menegakkan shalat, maka cucilah wajah-wajah kalian...” (QS. Al Maa`idah: 6). Jangan memisah di antaranya dengan pemisah yang dianggap keumuman sebagai pemisah yang banyak / lama, di mana wudhu` itu sebagiannya dibangun atas sebagian yang lain. Hal ini berlaku pada setiap ibadah yang disyaratkan untuk dilakukan secara berurutan.
Jika seseorang mengenakan khuf atau sejenisnya, maka dia mengusap di atasnya jika dia kehendaki, satu hari satu malam untuk orang yang mukim, tiga hari tiga malam untuk musafir. Syaratnya dia harus mengenakan keduanya pada keadaan suci, dan dia tidak mengusapnya kecuali pada hadats kecil. Dari Anas secara marfu’,
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ وَلَبِسَ خُفَّيْهِ فَلْيَمْسَحْ عَلَيْهِمَ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا وَلَا يَخْلَعْهُمَا إِنْ شَاءَ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ
“Jika salah seorang kalian berwudhu` dan memakai dua khufnya, maka hendaknya dia mengusapnya dan sholat dengan memakainya. Dan jika ingin, dia tidak perlu melepasnya kecuali karena junub.” (HR. Al Hakim dan beliau menshahihkannya).
Jika di anggota tubuh wudhu`nya terdapat bilah papan untuk patah tulang dan obat untuk luka - yang apabila dicuci akan bermudharat -, maka dia mengusapnya dengan air ketika hadats besar dan kecil sampai dia sembuh.
Sifat mengusap khuf: diusap sebagian besar dari bagian atasnya.
Adapun mengusap bilah papan untuk patah tulang: diusap seluruhnya.
[1] HR. Al-Bukhari (1) dan Muslim (1907) dari hadits ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.