Pembenahan pemahaman aqidah yang benar adalah peletakan batu pertama dalam Islam, begitulah Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan, demikian pula para rosul mendakwahkannya. Apalagi di era fitnah dan di masa orde syaithon ini yang dipenuhi dengan seruan-seruan kepada syirik modern, politik praktis, filsafat buta, dan penyucian hati dengan gaya-gaya tasawwuf serta yang lainnya. Allah berfirman,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS Adz Dzaariyaat: 56).
Dan Allah berfirman,
فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ
"... Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya." (QS Az Zumar: 2).
Allah juga berfirman,
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus." (QS Al Bayyinah: 5).
Bila kita memperhatikan ayat-ayat yang mulia ini -dan amat banyak ayat-ayat yang seperti ini di dalam Kitabullah-, kita dapati bahwasanya landasan tiap amalan dalam Islam bertolak dari aqidah, bertumpu padanya, ibarat bertumpunya bangunan di atas pondasinya. Maka dakwah apa saja yang bersandarkan pada Islam jika orang-orangnya tidak bertolak dari landasan ini, tidak tegak di atas pembuktian tauhid, pemurniannya dari kotoran-kotoran syirik, bid'ah, dan maksiat, sungguh akan tercatat sebagai dakwah yang mengalami kegagalan cepat ataupun lambat. Allah berfirman,
أَفَمَنۡ أَسَّسَ بُنۡيَـٰنَهُۥ عَلَىٰ تَقۡوَىٰ مِنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٍ خَيۡرٌ أَم مَّنۡ أَسَّسَ بُنۡيَـٰنَهُۥ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَٱنۡهَارَ بِهِۦ فِى نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّـٰلِمِينَ ١٠٩ لَا يَزَالُ بُنۡيَـٰنُهُمُ ٱلَّذِى بَنَوۡا۟ رِيبَةً فِى قُلُوبِهِمۡ إِلَّآ أَن تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمۡ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhoanNya itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At Taubah: 109-110).
Hampir di setiap belahan negeri Islam kita mendapati berbagai macam uslub-uslub dan slogan-slogan serta pemandangan yang menyelimuti dan membayang-bayangi antara kaum muslimin dan pemahaman aqidah yang benar, akhirnya tidak disadari telah banyak terjerumus ke dalam aqidah yang bathil, misalnya saja kesyirikan saat ini dibungkus dengan bahasa-bahasa ilmiah dan cara-cara kyai, sehingga banyak orang mengira kalau itu bukan kesyirikan malah dijadikan sebagai pelindung dan rujukan dalam perkara-perkara yang sebenarnya hanya Allah saja yang tahu. Sementara Allah berfirman,
مَثَلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَوۡلِيَآءَ كَمَثَلِ ٱلۡعَنكَبُوتِ ٱتَّخَذَتۡ بَيۡتًا ۖ وَإِنَّ أَوۡهَنَ ٱلۡبُيُوتِ لَبَيۡتُ ٱلۡعَنكَبُوتِ ۖ لَوۡ كَانُوا۟ يَعۡلَمُونَ
"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui." (QS Al Ankabuut: 41).Bentuk penyimpangan aqidah lainnya adalah taqlid, padahal Allah telah berfirman,
وَقَالُوا۟ لَوۡ شَآءَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ مَا عَبَدۡنَـٰهُم ۗ مَّا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍ ۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَخۡرُصُونَ ٢٠ أَمۡ ءَاتَيۡنَـٰهُمۡ كِتَـٰبًا مِّن قَبۡلِهِۦ فَهُم بِهِۦ مُسۡتَمۡسِكُونَ ٢١ بَلۡ قَالُوٓا۟ إِنَّا وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَـٰرِهِم مُّهۡتَدُونَ ٢٢ وَكَذَٰلِكَ مَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ فِى قَرۡيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَـٰرِهِم مُّقۡتَدُونَ ٢٣ قَـٰلَ أَوَلَوۡ جِئۡتُكُم بِأَهۡدَىٰ مِمَّا وَجَدتُّمۡ عَلَيۡهِ ءَابَآءَكُمۡ ۖ قَالُوٓا۟ إِنَّا بِمَآ أُرۡسِلۡتُم بِهِۦ كَـٰفِرُونَ ٢٤ فَٱنتَقَمۡنَا مِنۡهُمۡ ۖ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
"Dan mereka berkata: 'Jikalau Allah yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat).' Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka. Atau adakah kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al Qur'an, lalu mereka berpegang dengan kitab itu? Bahkan mereka berkata: 'Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.' Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatau negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: 'Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.' (Rosul itu) berkata: 'Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih nyata memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.' Maka kami binasakan mereka maka perhatikanlah kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.'" (QS Az Zukhruf: 20-25).
Begitu pula menjadi budak hawa nafsu adalah penyimpangan yang besar dalam aqidah, Allah berfirman,
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَـٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَـٰوَةً فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٢٣ وَقَالُوا۟ مَا هِىَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُ ۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍ ۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ
"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata, 'Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.' Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS Al Jaatsiyah: 23-24).Allah juga berfirman,
إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُ ۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ
"Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari tuhan mereka." (QS An Najm: 23).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- manusia di awal penciptaannya berada di atas manhaj robbani, manhaj yang benar, aqidahnya, ibadahnya, akhlaqnya, serta muamalahnya. Ibnu Katsir menyebutkan dalam Al Bidayah wan Nihayah: 1/94 -cetakan Daarul Ilmiyyah-, "Antara Adam dan Nuh 'alaihimas salam ada sepuluh kurun dimana semuanya manusia pada waktu itu berada di atas Islam." Hingga berawallah penyimpangan dalam hal aqidah pada kaum -dimana Nabi Nuh diutus- setelah syaithon mengelabui mereka. Mereka menjadi para penyembah patung dan berhala-berhala disebabkan karena sikap ghuluw, ekstrem, dan berlebihan terhadap orang-orang sholeh. Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam Shahihnya dari sahabat Ibnu Abbas pada firman Allah,
وَقَالُوا۟ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمۡ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسۡرًا
"Dan mereka berkata: 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq, dan nasr." (QS Nuh: 23)."Ini adalah nama-nama orang sholeh dari kaum Nuh, ketika mereka meninggal dunia, syetan membisikkan agar kaum itu membuat patung-patung dengan nama (mereka) di majlis-majlisnya..." (lihat Fathul Baari: 8/851 -cetakan Daarussalam). Lihatlah bagaimana berawalnya penyimpangan dari jalan yang lurus akibat dari sikap ekstrem berlebihan dan pengkultusan dengan cara bertahap, hingga akhirnya Allah mengutus Nuh 'alaihis salam menyeru mereka kembali pada aqidah yang benar, tauhidullah yang benar, serta meninggalkan peribadahan kepada selainNya. Apa yang menimpa kaum Nuh, menimpa pula pada generasi ummat setelahnya dari sikap ekstrem, melampaui batas, dan mengikuti hawa nafsunya yang menyampaikan manusia kepada peribadahan selain Allah subhanahu wa ta'ala. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Cikal bakal terjadinya penyimpangan aqidah pada bani Adam ialah syirik terhadap orang-orang sholeh yang diagungkan, tatkala mereka mati, didatangi kuburannya, dibuatkan gambar-gambarnya lalu diibadahinya." (Al Fatawa 13/363).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- demikianlah sikap ghuluw telah merenggut kesucian aqidah, begitulah sikap ghuluw menjadi penyebab kesesatan yang berbahaya yang Allah dan RosulNya banyak memperingatkan kita darinya. Allah berfirman,
وَلَا تَطۡغَوۡا۟ فِيهِ فَيَحِلَّ عَلَيۡكُمۡ غَضَبِى
"... dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaanKu menimpamu." (QS Thohaa: 81).Dan Allah juga berfirman,
يَـٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَـٰبِ لَا تَغۡلُوا۟ فِى دِينِكُمۡ
"Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu..." (QS An Nisaa: 171).Yakni janganlah kalian melebihi batasan-batasan Allah untuk kalian. Ahli kitab yang dimaksud di sini ialah mereka Yahudi dan Nashrani, Allah melarang mereka dari sikap ghuluw dalam agama, begitu pula halnya dengan kita. Allah berfirman,
فَٱسۡتَقِمۡ كَمَآ أُمِرۡتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطۡغَوۡا۟ ۚ إِنَّهُۥ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS Huud: 112).
Sikap ghuluw pada kebanyakan orang-orang Nashrani ialah berlebihan pada Isa 'alaihis salam. Mereka mengangkat Isa dari kedudukannya sebagai seorang Nabi, hingga menjadikannya ilah selain Allah, adapun orang-orang Yahudi kebalikannya, mereka merendahkan Isa 'alaihis salam sampai menyatakan bahwa ia sebagai anak hasil hubungan yang tidak halal. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Barangsiapa yang menyerupai Yahudi dan Nashrani dari ummat ini dalam hal berlebihan dalam agama dengan menambah-nambahi atau mengurang-ngurangi, maka telah serupa dengan mereka." Berlebihan dalam agama berarti berkeyakinan dengan sesuatu yang tidak berasal dari aqidah Islam, beribadah dengan sesuatu yang tidak pernah dicontohkan dan diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga dalam hal bermuamalah serta yang lainnya.
Tidaklah sikap ghuluw ini dilarang, melainkan karena akan menghancurkan para pelakunya, menghancurkan pondasi Islam. Rosulullah bersabda, "Jauhilah oleh kalian al ghuluw, sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah al ghuluw." (HR Ahmad, Nasaa'i, Ibnu Majah, dan lainnya dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu).
Seluruh manusia di setiap waktu dan tempat dalam kebutuhannya yang sangat terhadap aqidah yang benar, kejelasan manhaj yang dilaluinya, membersihkan dari aqidah-aqidah yang rusak, ibadah-ibadah yang bathil, tidak sedikitpun mengurangi perintah dan larangan, tidak lari dari keduanya tidak pula menurutkan sekemauan hawa nafsunya.
Ditulis oleh Abu Hamzah Al Atsari.
Sumber: Buletin Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-29 Tahun ke-1 / 04 Juli 2003 M / 04 Jumadil Ula 1424 H.