Nama lengkapnya adalah Al-Fadhl bin Amr bin Hammad bin Zuhair bin Dirham At-Taimi Ath-Thalhi Al-Qurasyi. Lebih akrab dengan nama Abu Nuaim Al-Fadhl bin Dukain. Beliau termasuk ulama dengan guru yang sangat banyak. Adz-Dzahabi menyatakan dalam kitab Siyar A’lami Nubala bahwa jumlah guru beliau mencapai dua ratus tiga orang. Tercatat dalam lembaran sejarah bahwa sederet ulama kibar pernah menjadi guru beliau, di antaranya adalah Sulaiman bin Mihran Al-A’masy, Ibnu Abi Laila, Mis’ar bin Qidam, Sufyan Ats-Tsauri, Malik bin Anas, Syu’bah bin Al-Hajjaj, Zaidah bin Qudamah, Sufyan bin Uyainah dan masih banyak yang lainnya. Beliau termasuk ulama dengan kekuatan hafalan yang sangat tangguh. Tidak terhitung lagi pujian dan pengakuan para ulama mengenai hal ini.
“Para sahabat kami telah sepakat bahwa Abu Nuaim (Al-Fadhl bin Dukain) adalah puncak dalam kekuatan hafalan.” Demikian sanjungan yang pernah diungkapkan oleh Ya’qub Al-Fasawi mengenai kekuatan hafalan Abu Nuaim. Ini hanyalah sepenggal dari sekian banyak pengakuan dan pujian para ulama terhadap kekuatan hafalan beliau. Memang berbagai pujian tersebut bukan isapan jempol belaka, kisah unik berikut ini menjadi salah satu buktinya.
Ahmad bin Mashur Ar-Ramady berkisah, “Aku pernah pergi bersama Ahmad (bin Hanbal) dan Yahya bin Ma’in untuk menemui Abdurrazaq Ash-Shan’ani. Saat itu aku bertugas untuk melayani keperluan-keperluan mereka berdua selama perjalanan. Tatkala kami kembali ke Kota Kufah, Yahya mengatakan, “Aku ingin menguji Abu Nuaim, apakah dia seorang tsiqah (kuat hafalannya) atau tidak.” Ahmad pun berkata, “Kami tidak ingin melakukannya, karena dia adalah seorang yang tsiqah.” Akan tetapi Yahya tidak memerdulikan saran Imam Ahmad dan berkata, “Aku harus melakukannya.” Akhirnya Yahya mengambil selembar kertas lantas menulis tiga puluh hadis. Di setiap penghujung sepuluh hadis yang pertama, Ia menyisipkan sebuah hadis yang bukan miliknya Abu Nuaim. Setelah menyelesaikan penulisan hadis tersebut, mereka pun bergegas menemui Abu Nuaim.
Saat itu Abu Nuaim keluar dari kediamannya lalu duduk di atas bangku panjang yang terbuat dari tanah. Abu Nuaim memegang Ahmad lantas mendudukkannya di sebelah kanannya. Demikian halnya Yahya, dipegang kemudian didudukkan di sebelah kirinya. Sementara aku duduk di bagian bawahnya. Tak lama kemudian Yahya mengeluarkan lembaran kertas tersebut lalu membacakan sepuluh hadis yang pertama kepadanya. Ketika sampai pembacaan hadis yang kesebelas, Abu Nuaim berkata, “Ini bukan hadisku, hapus hadis itu.” Selanjutnya mulailah pembacaan sepuluh hadis yang kedua, sementara itu Abu Nuaim diam mendengarkannya. Ketika sampai pada hadis sisipan yang kedua, Abu Nuaim pun berkata, “Ini bukan hadisku, hapus hadis itu.” Kemudian Yahya membaca sepuluh hadis yang ketiga dan sampai pada sisipan hadis yang ketiga, tiba-tiba berubahlah raut muka Abu Nuaim. Barulah dia sadar bahwa saat itu dirinya sedang diuji. Maka beliau memalingkan pandangannya lalu menghadap ke araha Ahmad bin Hanbal. Lantas berkata, “Adapun ini-seraya memegang tangannya Ahmad-, maka ia terlalu wara’ untuk melakukan perbuatan seperti ini.” Adapun ini (maksudnya adalah aku, Ahmad bin Manshur) maka terlalu kecil untuk melakukan perbuatan seperti ini. Ini pasti perbuatanmu wahai sang pelaku. Abu Nuaim pun mengeluarkan kakinya lalu menendang Yahya bin Ma’in hingga terhempas dari tempat duduk tersebut. Kemudian Abu Nuaim bangkit dan masuk ke dalam rumahnya. Ahmad bin Hanbal berkata kepada Yahya, “Bukankah aku sudah melarangmu untuk melakukan hal ini dan aku katakan kepadamu bahwa dia adalah seorang yang kokoh hafalannya.” Yahya berkata, “Demi Allah, tendangannya kepadaku lebih aku sukai daripada safarku.” Dalam kesempatan lain, Yahya bin Main menyatakan, “Belum pernah aku melihat perawi yang lebih kokoh hafalannya daripada Abu Nuaim dan Affan.”
Demikianlah Abu Nuaim Al-Fadhl bin Dukain, beliau memang dikenal sebagai sosok ulama yang kokoh dan tangguh hafalannya. Simak sanjungan para ulama berikut terhadap beliau, Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Apabila Abu Nuaim meninggal, maka kitabnya akan menjadi pemimpin. Jika manusia berselisih tentang suatu perkara maka mereka akan merujuk kepadanya.” Ahmad bin Shalih berkata, “Belum pernah aku melihat seorang ahli hadis yang lebih benar daripada Abu Nuaim.” Sementara itu Abu Hatim mengatakan, “Abu Nuaim adalah seorang hafiz yang mutqin (kokoh hafalannya).” Al-Imam Adz-Dzahabi mengatakan dalam kitabnya Siyar A’lamin Nubala, “Abu Nuaim mampu menghafal hadis-hadisnya Ats-Tsauri dengan sangat baik padahal jumlahnya adalah 3500 hadis. Ia juga mampu menghafal 500 hadisnya Mis’ar tanpa ditalkin (didikte).” Abu Ubaid Al-Ajuri pernah bertanya kepada Abu Dawud, “Apakah Abu Nuaim adalah seorang hafiz?” Ia pun menjawab, “Bahkan beliau sangat hafiz.”
Dalam hal akidah, beliau adalah seorang ulama dengan akidah Ahlus Sunnah wa Jama’ah. Diriwayatkan dari Hamd bin Al-Hasan At-Tirmidzi dan yang lainnya bahwa Abu Nuaim pernah menyatakan, “Al-Quran adalah kalamullah dan bukan makhluk.” Bahkan putri beliau yang bernama Shulaihah bintu Abu Nuaim pernah mendengar sang ayah mengatakan, “Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk dan barang siapa mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk maka dia telah kafir.” Abu Nuaim meninggal pada bulan Ramadhan tahun 219 H. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau. Aamiin Ya Mujibas Sailin.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 22 volume 02 1435 H/ 2014 M, rubrik Biografi. Pemateri: Ustadz Abu Hafy Abdullah.