الۡحَدِيثُ السَّبۡعُونَ
٧٠ – عَنۡ أَنَسِ بۡنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَنَّ جَدَّتَهُ[1] مُلَيۡكَةَ دَعَتۡ رَسُولَ اللهِ ﷺ لِطَعَامٍ صَنَعَتۡهُ لَهُ فَأَكَلَ مِنۡهُ، ثُمَّ قَالَ: (قُومُوا فَلِأُصَلِّ بِكُمۡ) قَالَ أَنَسٌ: فَقُمۡتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدۡ اسۡوَدَّ مِنۡ طُولِ مَا لَبِثَ فَنَضَحۡتُهُ بِمَاءٍ، فَقَامَ عَلَيۡهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ، وَصَفَفۡتُ أَنَا وَالۡيَتِيمُ وَرَاءَهُ، وَالۡعَجُوزُ مِنۡ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَكۡعَتَيۡنِ، ثُمَّ انۡصَرَفَ[2].
وَلِمُسۡلِمٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَلَّى بِهِ وَبِأُمِّهِ فَأَقَامَنِي عَنۡ يَمِينِهِ وَأَقَامَ الۡمَرۡأَةَ خَلۡفَنَا[3].
الۡيَتِيمُ –هُوَ ضُمَيۡرَةُ جَدُّ حُسَيۡنِ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ ضُمَيۡرَةَ.
70. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa neneknya, yaitu Mulaikah, mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyantap makanan yang telah dia masak untuk beliau. Maka, beliau pun memakannya. Setelah itu, beliau bersabda, “Berdirilah kalian supaya aku bisa shalat bersama kalian.” Anas berkata: Aku bangkit menuju tikar kami yang telah menghitam karena dimakan usia kemudian aku siram dengan air. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atasnya. Aku dan seorang anak yatim berbaris di belakang beliau. Dan wanita yang berumur tua di belakang kami. Lalu beliau shalat dua raka’at mengimami kami. Kemudian beliau pulang.
Dalam riwayat Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan Anas dan ibunya. Maka beliau menjadikan aku berdiri di sebelah kanan dan ibuku di belakang kami.
Anak yatim di sini adalah Dhumairah kakek dari Husain bin ‘Abdullah bin Dhumairah.
غَرِيبُ الۡحَدِيثِ:
فَنَضَحۡتُهُ بِمَاءٍ –النَّضۡحُ: الرَّشُّ- وَقَدۡ يُرَادُ بِهِ الۡغَسۡلُ.
Kosa kata asing dalam hadits:
فَنَضَحۡتُهُ بِمَاءٍ, an-nudhhu artinya ar-rasysy dan yang dimaksud adalah mencuci.
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي:
دَعَتۡ مُلَيۡكَةُ رَضِيَ اللهُ عَنۡهَا رَسُولَ اللهِ ﷺ لِطَعَامٍ صَنَعَتۡهُ وَقَدۡ جَبَلَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَى أَعۡلَى الۡمَكَارِمِ وَأَسۡمَى الۡأَخۡلَاقِ، وَمِنۡهَا التَّوَاضُعُ الۡجَمُّ، فَكَانَ عَلَى جَلَالَةِ قَدۡرِهِ وَعُلُوِّ مَكَانِهِ –يُجِيبُ دَعۡوَةَ الۡكَبِيرِ وَالصَّغِيرِ، وَالذَّكَرِ وَالۡأُنۡثَى، وَالۡغَنِي وَالۡفَقِيرِ، يُرِيدُ بِذٰلِكَ الۡأَهۡدَافَ السَّامِيَةَ، وَالۡمَقَاصِدَ الۡجَلِيلَةَ مِنۡ جَبۡرِ قُلُوبِ الۡبَائِسِينَ، وَالتَّوَاضُعِ لِلۡمِسَاكِينِ، وَتَعۡلِيمِ الۡجَاهِلِينَ، إِلَى غَيۡرِ ذٰلِكَ مِنۡ مَقَاصِدِهِ الۡحَمِيدَةِ.
فَجَاءَ إِلَى هَٰذِهِ الدَّاعِيَةِ، وَأَكَلَ مِنۡ طَعَامِهَا.
ثُمَّ اغۡتَنَمَ هَٰذِهِ الۡفُرۡصَةَ لِيُعَلِّمَ هَٰؤُلَاءِ الۡمُسۡتَضۡعَفِينَ الَّذِينَ رُبَمَا لَا يُزَاحِمُونَ الۡكِبَارَ عَلَى مَجَالِسِهِ الۡمُبَارَكَةِ، فَأَمَرَهُمۡ بِالۡقِيَامِ لِيُصَلِّيَ بِهِمۡ، حَتَّى يَتَعَلَّمُوا مِنۡهُ كَيۡفِيَّةَ الصَّلَاةِ.
فَعَمِدَ أَنَسٌ إِلَى حَصِيرٍ قَدِيمٌ، قَدۡ أَسۡوَدَ مِنۡ طُولِ الۡمَكۡثِ، فَغَسَلَهُ بِالۡمَاءِ، فَقَامَ عَلَيۡهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ يُصَلِّ بِهِمۡ.
وَصَفَّ أَنَسٌ، وَيَتِيمٌ مَعَهُ، صَفًّا وَاحِدًا خَلۡفَ النَّبِيِّ ﷺ، وَصَفَّتۡ الۡعَجُوزُ صَاحِبَةُ الدَّعۡوَةِ مِنۡ وَرَاءِ أَنَسٍ وَالۡيَتِيمِ، تُصَلِّي مَعَهُمۡ.
فَصَلَّى بِهِمۡ رَكۡعَتَيۡنِ، ثُمَّ انۡصَرَفَ ﷺ بَعۡدَ أَنۡ قَامَ بِحَقِّ الدَّعۡوَةِ وَالتَّعۡلِيمِ ﷺ، وَمَنَّ اللهُ عَلَيۡنَا بِاتِّبَاعِهِ فِي أَفۡعَالِهِ وَأَخۡلَاقِهِ.
Makna secara umum:
Mulaikah radhiyallahu ‘anha mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyantap hidangan yang telah beliau masak. Allah ta’ala telah menciptakan Rasulullah dengan kebaikan yang paling tinggi dan akhlak yang paling mulia. Di antaranya adalah sikap sangat tawadhu’. Beliau meskipun dengan kedudukannya yang mulia dan posisi yang tinggi, tetap memenuhi undangan baik oleh orang dewasa maupun kecil, laki-laki maupun perempuan, orang kaya maupun orang fakir. Beliau inginkan hal tersebut untuk suatu tujuan yang mulia dan maksud yang agung berupa memperbaiki hati-hati orang-orang yang membutuhkan, tawadhu’ kepada orang-orang miskin, mengajari orang-orang yang jahil, dan tujuan yang terpuji lainnya.
Beliau pun mendatangi wanita pengundang itu dan menyantap makanannya. Kemudian beliau manfaatkan kesempatan ini untuk mengajari orang-orang lemah yang barangkali mereka tersisih dari orang-orang yang berkecukupan di majelis beliau yang penuh berkah. Lantas beliau memerintahkan mereka untuk bangkit agar beliau dapat shalat bersama mereka sehingga mereka dapat belajar tata cara shalat dari beliau.
Anas bangkit menuju sebuah tikar yang sudah usang, yang telah menghitam saking usangnya. Anas mencucinya. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atasnya dan shalat bersama mereka. Anas dan seorang anak yatim berbaris satu saf di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan wanita tua si pengundang berdiri di belakang Anas dan anak yatim shalat bersama mereka. Nabi shalat dua raka’at bersama mereka kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang setelah menunaikan undangan dan pengajaran. Semoga Allah menganugerahi kita untuk mengikuti beliau dalam perbuatan dan akhlak beliau.
اخۡتِلَافُ الۡعُلَمَاءِ:
ذَهَبَ الۡجُمۡهُورُ إِلَى صِحَّةِ مُصَافَّةِ الصَّبِيِّ فِي صَلَاتَيۡ الۡفَرۡضِ وَالنَّافِلَةِ، مُسۡتَدِلِّينَ بِهَٰذَا الۡحَدِيثِ الصَّحِيحِ لِأَنَّ أَنَسًا وَصَفَ صَاحِبَهُ بِالۡيَتِيمِ.
وَالۡمَشۡهُورُ مِنۡ مَذۡهَبِ الۡحِنَابِلَةِ، صِحَّةُ مُصَافَتِهِ فِي النَّفۡلِ، عَمَلًا بِهَٰذَا الۡحَدِيثِ وَعَدَمُ صِحَّةِ مُصَافَتِهِ فِي الۡفَرۡضِ.
وَقَدۡ تَقَدَّمَ أَنَّ الۡأَحۡكَامَ الۡوَارِدَةَ لِإِحۡدَى الصَّلَاتَيۡنِ تَكُونُ لِلۡأُخۡرَى، لِأَنَّ أَحۡكَامَهُمَا وَاحِدَةٌ.
وَمَنۡ خَصَّ إِحۡدَاهُمَا بِالۡحُكۡمِ فَعَلَيۡهِ الدَّلِيلُ، وَلَا مُخَصِّصٌ.
لِذَا، فَالصَّحِيحُ مَا عَلَيۡهِ الۡجُمۡهُورُ، وَقَدۡ اخۡتَارَهُ ابۡنُ عَقِيلٍ مِنَ الۡحَنَابِلَةِ وَصَوَّبَهُ ابۡنُ رَجَبٍ فِي الۡقَوَاعِدِ.
Perselisihan para ulama:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa sah berdiri satu saf bersama anak kecil dalam shalat wajib dan nafilah. Mereka berdalil dengan hadits sahih ini dimana Anas menyebut temannya dengan sebutan anak yatim. Adapun yang masyhur dari madzhab Hanabilah adalah sahnya berdiri satu saf dengan anak kecil dalam shalat nafilah dalam rangka mengamalkan hadits ini, namun tidak sah dalam shalat wajib.
Namun, telah disebutkan bahwa hukum-hukum yang berlaku pada satu jenis shalat berlaku pula pada jenis shalat lainnya, karena hukum-hukum shalat wajib dan nafilah asalnya satu. Siapa saja yang mengkhususkan salah satu dari keduanya dengan suatu hukum, maka wajib mendatangkan dalil. Dan ternyata tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Oleh karena itu, yang sahih adalah pendapat yang dipegangi mayoritas ulama. Bahkan Ibnu ‘Aqil dari ulama Hanabilah memilih pendapat ini dan Ibnu Rajab juga membenarkan pendapat ini dalam Al-Qawa’id.
مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:
١ – صِحَّةُ مُصَافَةِ الَّذِي لَمۡ يَبۡلُغۡ فِي الصَّلَاةِ، لِأَنَّ الۡيَتِيمَ يُطۡلَقُ عَلَى مَنۡ مَاتَ أَبُوهُ وَلَمۡ يَبۡلُغۡ.
٢ – أَنَّ الۡأَفۡضَلَ فِي مَوۡقِفِ الۡمَأۡمُومِينَ، أَنۡ يَكُونُوا خَلۡفَ الۡإِمَامِ.
٣ – أَنَّ مَوۡقِفَ الۡمَرۡأَةِ، يَكُونُ خَلۡفَ الرَّجُلِ.
٤ – صِحَّةُ مَوۡقِفِ الۡمَرۡأَةِ صَفًّا وَاحِدًا، مَا دَامَتۡ وَاحِدَةً.
فَإِنۡ كُنَّ أَكۡثَرَ مِنۡ ذٰلِكَ، وَجَبَ عَلَيۡهِنَّ إِقَامَةُ الصَّفِّ.
٥ – جَوَازُ الۡاجۡتِمَاعِ فِي النَّوَافِلِ، وَإِنۡ لَمۡ يُشۡرَعۡ لَهَا اجۡتِمَاعٌ، إِذَا لَمۡ يَتَّخِذۡ ذٰلِكَ عَادَةً مُسۡتَمِرَّةً.
٦ – جَوَازُ الصَّلَاةِ، لِقَصۡدِ التَّعۡلِيمِ بِهَا، أَوۡ غَيۡرِ ذٰلِكَ مِنَ الۡمَقَاصِدِ الدِّينِيَّةِ النَّافِعَةِ الۡمُفِيدَةِ.
٧ – تَوَاضُعُ النَّبِيِّ ﷺ، وَكَرَمُ خُلُقِهِ.
٨ – اسۡتِحۡبَابُ إِجَابَةِ دَعۡوَةِ الدَّاعِي، وَلَا سِيَمَا لِمَنۡ يُحۡصَلُ بِإِجَابَتِهِمۡ جَبۡرُ خَوَاطِرِهِمۡ، وَتَطۡمِينُ قُلُوبِهِمۡ، مَا لَمۡ تَكُنۡ وَلِيمَةَ عُرۡسٍ، فَعِنۡدَ ذٰلِكَ تَجِبُ إِجَابَةُ الدَّعۡوَةِ.
وَيَنۡبَغِي مُلَاحَظَةُ الۡأَحۡوَالِ فِي مِثۡلِ هَٰذِهِ الۡمُنَاسِبَاتِ، وَتَصۡحِيحُ النِّيَّةِ، فَبِذٰلِكَ يَحۡصُلُ لِلۡمُجِيبِ خَيۡرٌ كَثِيرٌ، خُصُوصًا إِذَا كَانَ الۡمُجِيبُ كَبِيرَ الۡمَقَامِ.
Faidah yang diambil dari hadits ini:
- Sahnya berdiri satu saf dalam shalat bersama anak yang belum baligh karena istilah yatim diberikan kepada siapa saja yang belum baligh dan ayahnya telah meninggal.
- Seutama-utama tempat makmum adalah di belakang imam.
- Bahwa tempat wanita adalah di belakang laki-laki.
- Sahnya safnya wanita satu orang sendirian, selama memang hanya ada satu wanita. Namun apabila wanitanya banyak, mereka wajib meluruskan saf.
- Sahnya shalat nafilah berjamaah, namun hal itu tidak disyariatkan. Selama hal itu tidak dijadikan kebiasaan yang terus menerus.
- Boleh shalat dengan tujuan mengajarkannya atau tujuan-tujuan lain yang bermanfaat dan berfaidah.
- Tawadhu’nya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mulianya akhlak beliau.
- Disukainya memenuhi undangan, terlebih undangan orang yang jika dipenuhi undangannya akan memperbaiki batin dan menenangkan hati-hati mereka. Hal ini selama bukan undangan walimatul ‘urs karena undangan ini wajib dipenuhi. Dan selayaknya untuk memperhatikan keadaan dalam kesempatan-kesempatan semacam ini dan untuk meluruskan niat. Supaya dapat terwujud kebaikan yang banyak bagi si pengundang. Terkhusus apabila orang yang mengundang tersebut memiliki kedudukan yang tinggi.
[1] مَا صَرَحَ بِهِ مِنۡ أَنَّهَا جَدَّةُ أَنَسٍ خِلَافُ الۡمَشۡهُورِ، وَذٰلِكَ أَنَّ هَٰذَا الۡحَدِيثَ يَرۡوِيهِ إِسۡحَاقُ بۡنُ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ أَبِي طَلۡحَةَ عَنۡ أَنَسٍ، فَالضَّمِيرُ مِنۡ جَدَّتِهِ، يَعُودُ إِلَى إِسۡحَاقَ بۡنِ عَبۡدِ اللهِ، وَهِيَ أُمُّ أَبِيهِ، قَالَ ابۡنُ عَبۡدِ الۡبَرِّ، وَعِيَاضٌ، وَالنَّوَوِيُّ: فَكَانَ يَنۡبَغِي لِلۡمُصَنِّفِ أَنۡ يَذۡكُرَ إِسۡحَاقَ، فَيَعُودُ الضَّمِيرُ عَلَيۡهِ، فَتَكُونُ أُمَّ أَنَسٍ لِأَنَّ إِسۡحَاقَ ابۡنُ أَخِي أَنَسٍ لِأُمِّهِ، نَعَمۡ. ذَكَرَ بَعۡضُهُمۡ أَنَّهَا جَدَّةُ أَنَسٍ أُمُّ أُمِّهِ وَهِيَ جَدَّةٌ لِإِسۡحَاقَ أُمُّ أَبِيهِ، وَيَنۡبَغِي ذِكۡرُ إِسۡحَاقَ لِلۡخُرُوجِ مِنَ الۡخِلَافِ.
[2] رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ(٣٨٠) فِي الصَّلَاةِ، وَمُسۡلِمٌ (٦٥٨) فِي الۡمَسَاجِدِ، وَرَوَاهُ أَيۡضًا مَالِكٌ فِي (الۡمُوَطَّأِ) (١/١٥٣) فِي قَصۡرِ الصَّلَاةِ فِي السَّفَرِ، وَأَبُو دَاوُدَ(٦١٢) فِي الصَّلَاةِ وَالتِّرۡمِيذِيُّ (٢٣٤) فِي الصَّلَاةِ، وَالنَّسَائِيُّ (٣/ ٥٦، ٥٧) فِي الۡمَسَاجِدِ (٢/ ٥٨، ٨٦) وَأَحۡمَدُ فِي (الۡمُسۡنَدِ)(٤/١٦٣).
[3] رَوَاهُ مُسۡلِمٌ (٦٦٠)(٢٦٩) فِي الۡمَسَاجِدِ.