Cari Blog Ini

Al Kisai

Anda pernah mendengar nama Al Kisai (الۡكِسَائِي)? Setiap muslim yang mendalami ilmu nahwu dan qira’ah (membaca Al Quran) pasti akan menjumpai nama ini dalam berbagai kitab. Ya, beliau adalah seorang guru besar ilmu nahwu dan pakar qira’ah yang tinggal di Kufah pada abad kedua hijriah.

NASAB BELIAU


Nama panjangnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Bahman bin Fairuz Al Asadi Al Kufi. Adapun kunyah beliau adalah Abul Hasan sebagaimana disebutkan dalam biografinya. Namun oleh kaum muslimin beliau lebih dikenal dengan nama Al Kisai. Para ulama berselisih pendapat tentang faktor yang melatarbelakangi penamaan Al Kisai ini. Sebagian ulama menyatakan bahwa itu adalah gelar yang beliau dapatkan setelah melakukan ihram dengan kain Kisaa’. Sejak saat itulah beliau diberi julukan Al Kisai yang lebih populer daripada nama aslinya. Ada pula sebagian ulama yang berpandangan bahwa julukan tersebut adalah nisbat kepada nama tempat. Yaitu sebuah desa yang terletak antara Wasith dan Baghdad di negeri Irak. Pendapat lain menyebutkan bahwa hal disebabkan karena beliau pernah bermajelis dengan berselimutkan kain kisaa. Sehingga dalam majlis tersebut gurunya yang bernama Hamzah Az Zayat mengatakan, “Sampaikan pendapat itu kepada pemilik kisa’.” Semenjak itulah beliau diberi julukan Al Kisai dan begitu populer dengannya.

Beliau adalah seorang yang benar lahjahnya (dialeknya), luas pengetahuannya tentang ilmu Al Quran, bahasa Arab dan kosakata yang asing dalam tata bahasa Arab. Di Kufah, beliau adalah pimpinan Madrasah Kufah An Nahwiyah dan menjadi rujukan para ahli nahwu di Kufah saat itu. Madzhab beliau dalam ilmu nahwu termasuk madzhab yang paling terkenal dalam kitab-kitab nahwu. Hal itu terjadi setelah munculnya para ahli nahwu yang menjelaskan tentang ilmu gramatikal dalam bahasa arab. Maka khilaf (perbedaan pendapat) pun sering terjadi dalam menentukan I’rab (perubahan akhir kata dan posisinya dalam kalimat). Ketika terjadi perbedaan persepsi dalam masalah nahwu tersebut maka pendapat Kisai sangat diperhitungkan dan menjadi rujukan.

PERKEMBANGANNYA MENUNTUT ILMU


Al Kisai mengambil ilmu qira’ah kepada imam Hamzah Az Zayyat dan memaparkan hafalannya sebanyak empat kali. Metode yang sama beliau tempuh ketika berguru kepada Ibnu Abi Laila. Sehingga wajar apabila qira’ah Hamzah in imenjadi sandaran beliau dan Hamzah termasuk Qurra’ Sab’ah (tujuh ahli qiraah). Adapun untuk Al Huruf maka beliau mengambilnya dari Abu Bakr bin Ayyasy. Selain itu, beliau juga belajar kepada Ja’far Ash Shadiq, Al A’masy, Sulaiman bin Arqam, Isa bin Umar Hamdani Al Muqri’, dan selainnya. Beliau belajar qira’ahnya Nafi’ dari Ismail dan Ya’qub bin Ja’far; keduanya adalah putra Ja’far.

Selanjutnya beliau melakukan perjalanan ke Bashrah untuk belajar ilmu bahasa dari Al Khalil bin Ahmad Al Farahidi. Dalam mendalami sastra bahasa Arab beliau melakukan safar ke wilayah pedalaman Hijaz selama beberapa waktu lamanya. Dikisahkan bahwa dalam tulisannya ketika menimba ilmu, Al Kisai sampai menghabiskan lima belas tempat tinta. Beliau pun menyempatkan diri untuk tinggal dan menetap di perkampungan badui. Karena orang-orang badui saat itu, dikenal dengan kemurnian dan kefasihan bahasa Arab mereka. Selang beberapa waktu kemudian Al Kisai telah memiliki kemampuan bahasa orang-orang Badui.

Abu Ubaid dalam kitabnya Al Qiraat berkisah bahwa dahulu Al Kisai berusaha untuk memilih-milih qiraah. Maka pilihannya jatuh kepada qiraahnya Hamzah dan mengambil sebagian qiraahnya. Al Kisai sendiri saat itu belum pernah bermajelis dengan seseorang yang lebih mutqin (kokoh) qiraahnya daripada Hamzah. Sampai akhirnya Al Kisai menjadi salah satu dari Qurra’ Sab’ah yang sangat terkenal di zamannya.

Begitu banyak ulama sezaman yang berguru kepada Al Kisai. Baik dengan metode memaparkan hafalan maupun dengan mendengarkan secara langsung. Di antaranya adalah Ibrahim Zadan, Hafsh Ad Duri, Abu Ubaid Al Qasim bin Salam, Qutaibah bin Mihran, Khalaf bin Hisyam Al Bazzar, Yahya bin Ziyad Al Fara’, Ya’qub Al Hadrami, dan yang lainnya.

PERJUANGANNYA MENUNTUT ILMU


Al Kisai memang dikenal sebagai pribadi yang ulet dan pantang mundur dalam belajar ilmu agama. Syaikh Al Utsaimin menukilkan sebuah kisah unik tentang Al Kisai dalam karyanya Kitab Al Ilm. Beliau mendengar kisah ini langsung dari guru beliau Syaikh Abdurrahman As Sa’di. Beliau menuturkan bahwa Al Kisai mengalami kesulitan di fase awal belajar. Berulang kali berusaha memahami dan menelaah namun masih saja berujung kepada kegagalan. Hingga suatu saat beliau melihat seekor semut yang membawa makanan seraya mendaki tembok. Setiap kali berupaya merayap ke atas senantiasa jatuh dan tiada kunjung berhasil. Meskipun demikian semut itu terus berupaya dan pantang menyerah. Sampai akhirnya semut itu berhasil lolos dari rintangan dan mampu naik ke atas tembok. Dalam hatinya, Al Kisai mengatakan, “Semut ini mampu bersabar dan terus berjuang hingga sampai ke tempat tujuan.” Maka beliau pun terinspirasi setelah kejadian tersebut dan berjuang dengan sabar menuntut ilmu. Hingga akhirnya beliau menjadi seorang ulama dan imam dalam bidang ilmu bahasa arab.

Sebuah keteladanan yang baik dalam perjuangan dan kesabaran dalam menuntut ilmu. Hendaknya seorang penuntut ilmu tidak mudah menyerah dan berputus asa dalam mempelajari ilmu agama. Berusaha semaksimal mungkin dan bertawakal kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Pasti di balik kesulitan itu ada kemudahan sebagaimana Allah janjikan dalam firman-Nya. Ternyata kesulitan dalam memahami pelajaran pernah dialami oleh ulama bahasa sekaliber Al Kisai. Apalagi kita sebagai pemula dalam belajar ilmu.

PUJIAN PARA ULAMA


Kapasitas beliau dalam bidang ilmu nahwu dan qira’ah telah mencapai level yang tinggi. Demikianlah pengakuan dan persaksian para ulama dari masa ke masa. Asy Syafi’i mengatakan, “Siapa saja yang ingin mendalami ilmu nahwu pasti dia membutuhkan Al Kisai.” Abu Bakr Al Anbari menyatakan, “Terkumpul pada diri Al Kisai beberapa perkara, dia adalah orang yang paling berilmu tentang ilmu nahwu, tidak ada yang selevel dalam menguasai ilmu kosakata asing dan ilmu Al Quran.” Yahya bin Ma’in pernah mengatakan, “Aku belum pernah dengan kedua mataku ini melihat orang yang lebih baik bahasanya daripada Al Kisai.” Ismail bin Ja’far Al Madani mengatakan, “Aku belum pernah melihat orang yang lebih baik bacaannya daripada Al Kisai.” An Nashr berkata, “Ketika Al Kisai membaca atau berbicara, maka seolah-olah malaikat yang berbicara dengan lisannya.”

KARYA TULISNYA


Para ulama menyebutkan bahwa Al Kisai meninggalkan beberapa karya tulis dalam bidang ilmu qira’ah atau nahwu. Di antaranya adalah Ma’anil Qur’an, Qira’aat, An Nawadir Al Kabir, Mukhtashar fin Nahwi, Maqthu Al Qur’an wa Maushuluh, Al Mashadir Al Huruf, Al Hija, Al Asy’ar, dan yang lainnya. Namun sayang, keberadaan beberapa kitab di atas sampai saat ini tidak diketahui rimbanya. Satu hal yang mungkin terjadi adalah dimusnahkannya kitab-kitab tersebut oleh bangsa Tartar ketika mereka menyerang Dinasti Abasiyyah yang saat itu berpusat di Baghdad.

AKHIR HAYATNYA


Suatu ketika Al Kisai melakukan perjalanan dengan Khalifah Harun Ar Rasyid. Namun dalam perjalanan tersebut beliau meninggal dunia di sebuah daerah yang bernama Ray. Al Kisai meninggal dunia pada tahun 189 H dalam usia 70 tahun menurut pendapat yang benar. Pada waktu dan tempat yang sama meninggal pula seorang ulama besar yang bernama Muhammad bin Muhammad bin Al Hasan Al Qadhi. Beliau adalah seorang ahli fikih dan sahabatnya Imam Abu Hanifah. Mengenai hal ini Khalifah Harun Rasyid berkata, “Pada hari ini telah dimakamkan fikih dan nahwu di Ray.” Semoga Allah membalas segala jasa dan dedikasi Imam Al Kisai untuk kaum muslimin. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.


Sumber: Majalah Qudwah edisi 37 vol. 4 1437 H/ 2016 M rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah.