Beliau adalah Abul Wafa’ Maulawi Tsanaullah Al Hindi Al Amrutasri, lahir di Amrutasar India pada tahun 1285 H dan meninggal di Lahore Pakistan pada tahun 1367 H. Ditinggal mati oleh bapaknya lalu ibunya pada umur 14 tahun. Tanpa kedua orangtua, beliau memulai menimba ilmu hingga mahir.
Pada tahun 1310 H sekitar umur 25 tahun beliau sudah mengajar, beliau memiliki perhatian dalam bidang dakwah, diskusi, dan membantah kelompok-kelompok yang berseberangan dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah semisal kelompok Qadianiyah (Ahmadiyah), para penyembah berhala dari orang-orang Budha, Hindu, dan yang semisal mereka. Dengan sebab itu beliau menghadapi gangguan.
Di antara sebab terkenalnya beliau adalah karena beliau banyak memberi bantahan terhadap nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad. Si nabi palsu ini ketika kalah argumentasinya di hadapan Syaikh Tsanaullah berdoa. Ia berdoa kepada Allah untuk dimatikan siapa yang pendusta di antara keduanya. Mirza memohon agar pihak yang berdusta ditimpa kematian pada masa hidup lawannya. Benarlah, Mirza Ghulam Ahmad si pendusta ini mati lebih dahulu yaitu pada tahun 1326 H sedangkan Syaikh Tsanaullah masih hidup setelah itu kurang lebih 40 tahun lamanya.
MENDIRIKAN PERKUMPULAN AHLUL HADIS
Beliau pendiri perkumpulan ahlul hadis di India. Beliau dulunya menimba ilmu di daerah Kanfur India lalu kembali ke daerah asalnya Amrutasar. Di daerahnya beliau membuat media dakwah semacam Tabloid “Ahlul Hadis”. Beliau hidup di zaman penjajahan Inggris terhadap India. Beliau punya andil dalam pergerakan politik nasional dan muktamar nasional luar biasa. Beliau pernah menjadi anggota inti pada dua pergerakan, Nadwah Al Ulama’ dan Jum’iyyah Ulama’ Al Hindi sebagaimana beliau mendirikan perkumpulan ahlul hadis untuk seluruh India pada tahun 1324 H di Delhi. Beliaulah ketua umumnya semasa hidupnya.
KARYA TULIS BELIAU
Beliau sangat produktif karena kondisi menuntut demikian, sebabnya beliau hidup di masa penjajahan dan menebarnya beragam pemahaman yang menyimpang. Karya-karya tulis beliau adalah sebagai bentuk penjagaan terhadap agama ini dan membentengi umat dari penyimpangan. Di antara karya tulis beliau adalah,
1. Nazhratun ‘ala Al Harakah Al Wahhabiyyah
Setelah beliau membaca dan bermajelis dengan para penyeru tauhid maka beliau mendapatkan faidah bahwa dakwah tauhid sama dengan dakwah Ulama’ India sebagaimana dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Hanya saja para pengekor hawa nafsu menebarkan berita dusta seputar dakwah ini. Dalam kitab ini beliau menyebutkan kondisi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwahnya, beserta menyebutkan fatwa ulama senior India tentang haramnya membangun bangunan di atas kuburan dan bahwa kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan harus diruntuhkan oleh penguasa.
2. Nazhratun ‘ala Masalatil Hijaz
Dalam buku ini beliau membantah tuduhan-tuduhan Jum’iyyah Hizbul Afaq Lahore terhadap Raja Saudi, Abdul Aziz. Kemudian beliau berbicara secara ilmiyyah seputar masalah Hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya) dari sisi agama dan politik. Di antara inti pembahasannya bahwa Raja Hijaz saat itu, Abdul Aziz Alu Su’ud adalah yang paling berhak mengurusi Hijaz daripada yang lainnya baik menurut tinjauan agama ataupun perpolitikan.
3. Mauqifun ‘ala Ikhwan Wamu’tamar Al Khalifah min Al Malik Abdul Aziz
4. Ishlahul Ikhwan ‘ala Yadi As Sulthan
5. Tafsirul Qur’an bi Kalamirrahman
RUJUK DARI KESALAHAN
Tak ada gading yang tak retak. Syaikh Tsanaullah seperti layaknya ulama dan masyayikh yang lain yang tidak luput dari kesalahan. Akan tetapi orang yang mulia adalah yang mengakui kesalahan lalu memperbaikinya. Beberapa ulama Al Ghazniyun yang hidup semasa beliau dan bahkan satu wilayah dengan beliau mendapati dalam kitab tafsir beliau terdapat kesalahan dalam masalah istiwa’ (naiknya Allah di atas Arsy) nya Allah dan sifat-sifat yang lainnya. Ada 40 tempat dalam tafsirnya yang beliau mengikuti metode ahli kalam dan bertentangan dengan keyakinan salaf.
Perselisihan antara syaikh Tsanaullah dengan ulama Ghazniyun sampai kepada Raja Abdul Aziz. Raja sedih dengan kondisi ini. Sang Raja memprakarsai pertemuan antara dua kubu yang berselisih dengan menghadirkan para ulama. Setelah diadakannya pertemuan maka Syaikh Tsanaullah mengakui kesalahannya dalam menakwilkan sifat istiwa’nya Allah dan yang lainnya. Ia meyakini benarnya pemahaman salaf dan berkomitmen untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya dalam kitab tafsirnya. Sedangkan pihak yang lain yang diwakili oleh Syaikh Abdul Wahid Al Ghaznawi siap menarik kritikan-kritikan kepada Syaikh Tsanaullah dan membakar kritikan-kritikan tersebut yang tertuang dalam tulisan. Syaikh Tsanaullah sendiri menyebutkan tentang masalah ini dan rujuknya beliau dalam risalah “Ishlahul Ikhwan ‘ala Yadi As Sulthan”.
WAFATNYA BELIAU
Di akhir hayatnya beliau terpaksa lari dari gangguan Sikh dan orang-orang Hindu ke Lahore Pakistan dan meninggal di sana tahun 1367 H. Semoga Allah memberikan ampunan dan rahmat-Nya kepada beliau.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 36 vol.04 1437 H/ 2016 M rubrik Ulama. Pemateri: Al Ustadz Abdul Mu’thi Sutarman, Lc.